Atasi Krisis Tahu Tempe, Seknas Jokowi: Pemerintah Harus Dorong Swasembada Kedelai
Todotua Pasaribu mengatakan, kelangkaan tempe dan tahu harus segera diatasi pemerintah
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, tempe dan tahu seperti menu wajib yang harus selalu tersedia di meja makan. Selain murah, kedua kuliner ini bergizi tinggi. Tak heran saat belakangan ini kedua kuliner itu hilang di pasaran, masyarakat, terutama Ibu-ibu resah dan mulai gaduh.
Sekretaris Dewan Pakar Seknas Jokowi Todotua Pasaribu mengatakan, kelangkaan tempe dan tahu harus segera diatasi pemerintah. Pasalnya, kedua kuliner itu lauk andalan sehari-hari masyarakat umum, terutama yang berpenghasilan minim dan pas-pasan.
Baca juga: 3 Hari Stop Produksi karena Kedelai Mahal, Mulai Besok Perajin Sebut Tahu Tempe Kembali Ada di Pasar
“Bagi warga yang memiliki kelonggaran dana, bisa saja mencari alternatif lauk lain, namun bagi warga berpenghasilan pas-pasan, bukan perkara mudah untuk mencari lauk pengganti tempe dan tahu,” kata Todotua dalam keterangan tertulisnya, Rabu (23/2).
Sebagai informasi, para perajin tahu dan tempe di Pulau Jawa melakukan mogok produksi selama tiga hari, sejak Senin (21/2) hingga Rabu (23/2). Perajin tahu tempe terpaksa mengadakan aksi mogok produksi akibat harga bahan pokok kedelai naik sehingga menyebabkan perajin rugi.
Merujuk data Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo) sejak 11 Februari ditetapkan harga kedelai Rp 11.500–Rp 12.000 per kilogram, dari sebelumnya dalam kisaran Rp 8000. Saat sejumlah relawan Seknas Jokowi survei langsung ke pasar tradisional di seputaran Jabodetabek, harga kedelai bisa mencapai Rp 15.000-Rp 18.000 per kilogram.
Baca juga: Harga Kacang Kedelai Mahal, Penjual Tahu Sumedang di Aceh Besar Mengeluh Begini
“Aksi mogok adalah merupakan jeritan nurani para perajin tempe sekaligus semacam sosialisasi kepada penggemar tempe dan tahu, kelangkaan dan kenaikan harga kedua makanan ini karena pemerintah tidak bisa menjaga stabilitas harga bahan pokok kedelai. Jadi agar pemerintah tanggap,” jelas Todotua.
Terkait hal itu, Seknas Jokowi meminta agar pemerintah dan pemangku kepentingan terkait segera melakukan komunikasi untuk mencari titik temu mengatasi naiknya harga tempe agar tidak berlarut-larut.
“Perlu diambil kebijakan lintas kementerian soal kebijakan budidaya kedelai lokal dan impor kedelai oleh Kementan dan Kemendag agar ada koordinasi yang lebih solid. Selain itu, sebaiknya pengadaan kedelai jangan dilepas ke perdagangan bebas, perlu ada proteksi dari pemerintah agar harga kedelai stabil, mengingat tempe adalah makanan “sejuta umat,” ujar Todotua.
Kenaikan kedelai yang berimbas pada mogoknya produksi tahu tempe mempunyai efek domino yang besar. Selain menambah beban masyarakat karena kehilangan sumber protein murah, banyak perajin harian tahu tempe, penjual daun pisang, pedagang eceran dan lainnya kehilangan sumber pendapatan.
“Selain itu, hal yang paling diwaspadai, hilangnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah. Masalah tempe tahu bukan perkara sepele, tapi ini persoalan politik dan kedaulatan pangan, masalah perut rakyat, masalah kehadiran negara di tengah-tengah rakyat. Singkatnya ada sekian banyak keluarga, yang hidupnya tergantung pada produksi tempe, sejak dari hulu sampai ke hilir,” ujarnya.
Seknas Jokowi juga mendorong adanya terobosan kebijakan dan teknologi (pertanian) agar Indonesia bisa menghasilkan varietas kedelai lokal dengan produktivitas tinggi, mengingat kebutuhannya memang tinggi untuk produksi tempe dan tahu.
“Menjadi tugas dan tanggungjawab Badan Pangan Nasional, Kementan, BRIN, kampus-kampus teknologi pangan dan pertanian untuk menemukan inovasi bidang pangan pertanian dan pemerintah menjaga stabilitas harga, selain merumuskan strategi dan kebijakan terkait pengadaan kedelai,” tegas Todotua.
artikel ini sudah tayang di KONTAN dengan judul Seknas Jokowi: Pemerintah Harus Atasi Krisis Tahu Tempe dan Dorong Swasembada Kedelai