Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Rusia Ancam Stop Aliran Gas, Jerman Ancang-ancang Gunakan Pembangkit Listrik Batu Bara

Rusia sudah mengancam Jerman akan menghentikan pengiriman gas ke Eropa jika negeri ikut menjatuhkan sanksi ekonomi ke Rusia

Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Rusia Ancam Stop Aliran Gas, Jerman Ancang-ancang Gunakan Pembangkit Listrik Batu Bara
LEAG/H Rauhut/DW
Pembangkit listrik tenaga batu bara di Jerman. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Namira Yunia Lestanti

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Rusia sudah mengancam Jerman akan menghentikan pengiriman gas ke Eropa jika negeri ikut menjatuhkan sanksi ekonomi ke Rusia menyusul aksi invasi Rusia ke Ukraina, Kamis (24/2/2022) lalu.

Jerman kini berancang-ancang mengganti penggunaan bahan bakar gas ke batu bara untuk memenuhi kebutuhan suplai listrik di wilayahnya.

Pernyataan tersebut disampaikan melalui siaran radio publik Deutschlandfunk oleh Menteri Ekonomi Jerman, Robert Habeck seperti dikutip dari Yahoo Finance, Rabu (2/3/2022).

Memuncaknya konflik antara Ukraina dan Rusia, membuat AS dan Uni Eropa melayangkan sanksi ekonomi ke negara pimpinan Vladimir Putin.

Membalas aksi tersebut, Putin mengancam menghentikan pasokan gas alamnya ke Eropa.

Jika Putin serius merealisasikan ancaman tersebut, sejumlah negara Eropa akan kelabakan mengingat Rusia selama ini merupakan salah satu penyuplai gas alam terbesar di Eropa, dengan memasok sekitar 40 persen gas per tahun.

Baca juga: VW dan BMW Kalang Kabut Atasi Pasokan Komponen Wire Harness yang Terhambat Invasi Rusia

Berita Rekomendasi

Mengantisipasi adanya kelangkaan impor gas, Jerman berupaya mencari alternatif lain, dengan memanfaatkan sumber daya batu bara miliknya untuk memasok kebutuhan listrik di negaranya.

Langkag tersebut sebenarnya bertentangan dengan visi Jerman sendiri yang ingin mengurangi penggunaan karbon dalam kehidupan bermasyarakat.

Baca juga: Enggan Ikut Jatuhkan Sanksi ke Rusia, Perusahaan Energi Jerman E.ON Tolak Tutup Pipa Nord Stream 1

“Dalam jangka pendek mungkin sebagai tindakan pencegahan dan untuk bersiap menghadapi kemungkinan terburuk, kita harus menjaga pembangkit listrik tenaga batu bara dalam keadaan siaga dan bahkan mungkin membiarkannya beroperasi," kata Habeck.

Baca juga: General Motors Ikut Hentikan Ekspor Mobil ke Rusia

Sebagai informasi, penggunaan batu bara sebagai pembangkit listrik berpotensi besar merusak lingkungan hal ini terjadi karena pembakaran tersebut dapat menghasilkan gas SO2 dan NO2 .

Jika kedua gas tersebut bercampur dengan uap air di udara, dikhawatirkan memicu munculnya asam belerang dan asam nitrat. Nantinya asam yang menguap membentuk awan akan jatuh ke tanah bersama air hujan sebagai hujan asam.

Baca juga: Konflik Rusia-Ukraina Merusak Mimpi China Atas Proyek Jalur Sutra di Eropa

Hal inilah yang dikhawatirkan Jerman apabila negaranya kembali menggunakan batu bara sebagai pembangkit listrik.

Meski tidak memberikan pengaruh langsung kepada manusia, namun hujan asam berpotensi besar merusak kehidupan lingkungan sekitar.

Pemerintah Jerman telah berencana menutup pembangkit listrik tenaga nuklirnya pada akhir 2022 serta menghapus penggunaan pembangkit listrik tenaga batu bara secara bertahap pada tahun 2030.

Namun karena dipaksa keadaan, Pemerintah Jerman kembali mempertahankan penggunaan nuklir dan pembangkit listrik tenaga batu bara.

Meski nantinya Jerman akan berpaling menggunakan batu bara, pemerintah berjanji pihaknya akan berupaya penuh mengelola limbah pembakaran tersebut agar tidak terlalu berisiko merusak lingkungan.

Merusak Mimpi China di Belt Road Initiative

Konflik Rusia dan Ukraina yang saat ini terjadi ikut menghancurkan proyek Jalur Sutra atau terkenal dengan nama One Belt One Road (OBOR) dan kemudian direvisi menjadi Belt and Road Initiative.

Terhadap konflik Rusia-Ukraina ini, China menolak seruan Amerika Serikat dan sekutunya untuk mengutuk aksi invasi Presiden Vladimir Putin ke Ukraina.

China juga menekan munculnya kritik di dalam negeri terhadap Rusia.

Hal ini membuat Beijing menjauhkan diri dari banyak negara Eropa timur di mana China membangun hubungan perdagangan, investasi dan teknologi di bawah proyek ambisiusnya, Belt and Road Initiatives.

Dikutip dari Reuters, Kamis (3/3/2022), di proyek Belt and Road Initiatives, China memposisikan Ukraina secara strategis di sepanjang jalur kereta api, jalan, dan energi yang menghubungkannya ke seluruh Eropa.

Sejak bergabung dengan kebijakan infrastruktur khas Presiden Xi Jinping pada tahun 2017, perusahaan-perusahaan China telah meningkatkan pembangunan pelabuhan dan kereta bawah tanah negara itu.

Di 2020, Ukraina sudah menandatangani nota kesepahaman dengan raksasa telekomunikasi Huawei Technologies yang berusaha dikeluarkan oleh Amerika Serikat dari jaringan di seluruh dunia.

Dengan populasi 44 juta, Ukraina menyediakan pasar yang menarik bagi perusahaan seperti pembuat smartphone Xiaomi, dan merupakan sumber penting produk pertanian.

China membeli 30 persen impor jagungnya dari Ukraina pada 2021.

Dengan konvoi tentara Rusia maju menuju Kyiv, Beijing terjebak menyaksikan rudal menghancurkan sebuah negara yang pernah menerima tawarannya.

Serangan itu membangkitkan sentimen pan-Eropa terhadap China, yang menolak menyebut langkah Rusia sebagai invasi.

Gambar selebaran yang dirilis oleh Layanan Darurat Negara Ukraina ini, menunjukkan petugas pemadam kebakaran memadamkan api di gedung departemen kepolisian regional Kharkiv, yang dikatakan dilanda penembakan baru-baru ini, di Kharkiv pada 2 Maret 2022. (Photo by UKRAINE EMERGENCY MINISTRY PRESS SERVICE / AFP)
Gambar selebaran yang dirilis oleh Layanan Darurat Negara Ukraina ini, menunjukkan petugas pemadam kebakaran memadamkan api di gedung departemen kepolisian regional Kharkiv, yang dikatakan dilanda penembakan baru-baru ini, di Kharkiv pada 2 Maret 2022. (Photo by UKRAINE EMERGENCY MINISTRY PRESS SERVICE / AFP) (AFP/-)

Keputusan Barat dan Moskow mempersulit perusahaan swasta untuk bertransaksi, aliran barang di sepanjang “Jalan Sutra Besi”, sistem kereta api yang dilalui produk China senilai US$ 75 miliar ke Eropa pada tahun 2021, kemungkinan akan melambat.

Korban perang lainnya mungkin adalah hubungan China dengan Polandia, yang telah berusaha mencapai keseimbangannya sendiri antara Beijing dan Washington.

Polandia adalah simpul kereta api utama di Belt and Road Initiatives dan menjadi tuan rumah bagi kantor pusat regional Huawei di Eropa.

Setelah mengalami kesengsaraan di bawah dominasi Rusia, Polandia kini dibanjiri oleh pengungsi Ukraina yang menyalahkan China karena mendukung Vladimir Putin.

Satelit bekas Soviet menyelaraskan lebih dekat dengan NATO dan Uni Eropa, yang semakin merusak strategi Beijing di wilayah tersebut.

Investasi China di UE sudah mendingin. Kesepakatan M&A di sana turun menjadi 6,5 miliar euro pada 2020, terendah dalam 10 tahun.

Setelah salah perhitungan dengan secara terbuka mendukung Putin, Beijing sekarang mencoba untuk melindungi posisi itu.

Namun, jika tidak dapat mengatur perdamaian, kerusakan diplomatik dan komersial akan sulit diperbaiki. (dengan laporan dari Noverius Laoli/Kontan)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas