Pedagang Pasar Minta Pemerintah Intervensi Distributor Nakal yang Menimbun Minyak Goreng
Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) meminta pemerintah melakukan intervensi kepada distributor minyak goreng HET
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) meminta pemerintah melakukan intervensi kepada distributor minyak goreng HET untuk mengatasi langkanya komoditas pangan tersebut di pasar - pasar tradisional.
Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI Reynaldi Sarijowan mengatakan, selain masih langka, harga minyak goreng di beberapa pasar masih tinggi di atas Rp 17 ribu per liter atau di luar kebijakan pemerintah terkait harga eceren tertinggi (HET).
“Tentu ini ada kendala, kendala ini apakah ada di hulu atau distribusi. Harus ada intervensi dari pemerintah yang tegas, sudah empat bulan lebih tidak ada penyelesaian apapun terhadap minyak goreng,” ujar Reynaldi, Rabu (9/3/2022).
Baca juga: Saat Datangi Pasar Kebayoran Lama, Mendag Tak Temukan Pedagang Jual Minyak Goreng Murah
Berdasarkan kondisi di lapangan pada saat ini, kata Reynaldi, pedagang terkendala pada tingkat distribusi dalam memenuhi kebutuhan minyak goreng di pasar.
“Contoh, kami ambil barang di pabrik tapi harus dibayar tunai, padahal biasanya puluhan tahun kami terbiasa pembayaran sistem 2-1. Begitu pengiriman barang kedua, kami bayar pengiriman kesatu tapi sekarang tidak bisa," ujarnya.
"Jadi persoalan distribusi ini kami harapkan ada kelonggaran dari pemerintah. Nanti bisa dibicarakan bersama-sama,” sambung Reynaldi.
Menurutnya, jika salah satu persoalan minyak goreng tersebut tidak bisa diatasi pemerintah, supaya menstabilkan harga minyak goreng akan menjadi sia-sia.
Baca juga: Panic Buying Minyak Goreng, Wakil Ketua MPR: Jangan Salahkan Rakyat, Ini Akibat Pemerintah Gagal
“Pemerintah juga dalam terapkan kebijakan, diatur terlebih dahulu teknisnya. Tapi kan sekarang tidak, bagaimana penyerapannya? Bagaimana pendistribusiannya? Bagaimana stoknya di pasar?,” tutur Reynaldi.
Terpisah, Komisi IV DPR menilai wajah negara Indonesia telah tercoreng di mata dunia seiring warganya rebutan minyak goreng, akibat mahal dan langkanya komoditas pangan tersebut.
“Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia, namun masyarakatnya kesulitan minyak goreng,” ujar Anggota Komisi IV DPR Andi Akmal Pasluddin.
Akmal menjelaskan, Indonesia sempat memproduksi minyak sawit sebesar 5,24 juta ton pada Oktober 2020 dengan besaran konsumsi hanya 1,5 juta ton. Meski setahun kemudian pada Oktober 2021 menjadi turun 15,8 persen, dimana produksi minyak sebesar goreng 4,41 juta ton tapi konsumsi masih konstan sekitar 1,5 juta ton.
“Bagaimana dunia tidak memandang miring dengan situasi negara kita, dengan kelimpahan pangan pada komoditas minyak goreng, namun rakyatnya kesulitan mendapatkan produk ini,” kata Akmal.
“Ini kan sudah menjadi ibarat pepatah tikus mati di lumbung padi. Tidak ada alasan negara ini kekurangan minyak goreng, tapi situasi wajah negara kita sangat miris pada tata kelola komoditas minyak goreng ini,” sambungnya.
Baca juga: Mendag Gandeng Polri Tindak Penjual Minyak Goreng di Atas Harga Eceran Tertinggi
Adanya antrean panjang pembelian minyak goreng di berbagai daerah, Akmal meminta pemerintah melakukan kebijakan yang relatif agresif pada penahanan ekspor sehingga stok dalam negeri aman.
“Jangan sampai pemerintah menuduh rakyat menimbun minyak goreng. Logikanya dimana mau nimbun, untuk dapat seliter saja rebutan dan setiap pembelian dibatasi maksimal dua liter,” tuturnya.
Akmal pun menyebut, pemerintah harus menelusuri pihak-pihak yang memiliki kemampuan menimbun minyak goreng dengan jumlah besar sehingga kelangkaan stok di berbagai wilayah dan pertokoan terjadi.
“Jangan gara-gara minyak goreng, wajah negara kita ini hancur yang memperlihatkan situasi krisis yang buruk akibat perilaku masyarakat yang berebutan demi satu liter minyak goreng,” papar Akmal.(TribunNetwork/sen/wly)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.