Dewan Energi Nasional Dorong Penggunaan Kompor Induksi di Tengah Kenaikan Harga LPG
Dewan Energi Nasional (DEN) menilai momen kenaikan harga minyak dan gas dunia, menjadi peluang bagi pemerintah mendorong penggunaan kompor induksi
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Energi Nasional (DEN) menilai momen kenaikan harga minyak dan gas dunia, menjadi peluang bagi pemerintah mendorong penggunaan kompor induksi ke masyarakat.
Apalagi, dengan menggunakan kompor induksi bisa mengurangi ketergantungan impor liquefied petroleum gas (LPG) secara nasional.
Anggota DEN Satya Yudha mengatakan, kenaikan harga minyak dunia saat ini turut menaikkan acuan harga LPG, di mana Indonesia memakai acuan CP Aramco dalam hitungan harga impor LPG.
Baca juga: Harga LPG Non Subsidi Naik, Pertamina Cegah Masyarakat Mampu Beralih ke Gas Melon
"Kondisi ini kemudian memaksa Pertamina menaikkan harga LPG non-subsidi. Namun, dari sisi beban APBN juga akan semakin meningkat karena kondisi pergerakan harga komoditas dunia membuat subsidi LPG 3 kg kian melonjak," ujar Satya, Selasa (15/3/2022).
Berdasarkan data Indonesia Energy Outlook 2019 dari Dewan Energi Nasional pada 2018, konsumsi LPG bersudsidi mencapai 7,5 juta ton.
Peningkatan konsumsi LPG tidak diimbangi dengan penyediaan LPG dari kilang LPG dan kilang minyak di dalam negeri.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pemerintah hanya dapat mengandalkan produksi LPG dalam negeri sebesar dua juta ton (26 persen), sedangkan sisanya diimpor sebanyak 5,5 juta ton (74 persen).
Baca juga: Harga Minyak Dunia Kembali Meningkat, Pertamina Tegaskan Harga LPG 3 Kg Tak Ikut Naik
Menurutnya, ada beberapa hal yang bisa mensubtitusi LPG, salah satunya adalah kompor induksi.
Meski memang saat ini harga dari kompornya masih cukup mahal, tetapi dari sisi pemakaian energinya dinilai sudah murah dan lebih murah dibandingkan LPG.
"Sehingga kami di DEN memang mendorong pemerintah untuk mengajak masyarakat beralih ke kompor induksi," paparnya.
Satya menyebut, perlu adanya sosialisasi yang gencar perihal ini, di mana peran PLN dan pemerintah dalam meyakinkan masyarakat bahwa kompor induksi lebih murah menjadi kunci keyakinan masyarakat beralih.
"Sebab, jika kita bicara masyarakat yang terutama adalah harganya. Jika memang harganya ada yang lebih murah pasti masyarakat akan beralih yang ke murah," ujar Satya.
Baca juga: Harga LPG Non Subsidi Naik, Komisi VII DPR: Beban Rakyat Semakin Bertambah
Kondisi ini, kata Satya, juga sebagai salah satu mitigasi agar masyarakat tidak berbondong-bondong mengambil elpiji gas melon yang saat ini masih disubsidi pemerintah.
Dengan kenaikan harga LPG non subsidi, maka gap harga yang terjadi dengan LPG subsidi sangat besar dan berpotensi untuk membuat masyarakat memburu LPG subsidi.
"Padahal, LPG subsidi ini menjadi tanggungan APBN. Kami di DEN juga meminta pemerintah dan Pertamina bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk mencegah terjadinya shifting ini," ujarnya.
Ia juga menilai dengan menggunakan kompor induksi juga bisa sejalan dengan target pemerintah dalam mengurangi emisi karbon.
"Ini semua juga inline dengan rencana pemerintah dalam transisi energi dan pengurangan emisi karbon serta mewujudkan kemandirian energi," tutur Satya.