Harganya Terus Fluktuatif, Batubara Masih Jadi Tumpuan untuk Genjot Penerimaan Negara
Sebagian besar kualitas batu bara yang dihasilkan di Indonesia memiliki tingkat kalori antara 4.200 – 5.000 kcal/kg.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Hendra Gunawan
Sementara itu jika mengacu pada Argus/Coalindo Indonesian Coal Index tanggal 25 Februari 2022, harga batu bara untuk kelompok Indonesia Coal Index (ICI) 3, sebuah indeks untuk batu bara dengan kandungan Gross Calorific Value (GAR) 5.000 kcal/kg berada di harga US$118/MT.
Sedangkan harga batu bara untuk kelompok Indonesia Coal Index (ICI) 4, sebuah indeks untuk batu bara dengan kandungan Gross Calorific Value (GAR) 4.200 kcal/kg berada di harga US$79,54/MT.
Sedangkan harga rata-rata pada bulan Februari 2022 untuk ICI 3 adalah US$115/MT, naik dari harga bulan Januari 2022 yang sebelumnya sebesar US$96,16/MT. Untuk harga rata�rata ICI 4 bulan Februari 2022 tercatat sebesar US$ 76,17/MT, naik dari bulan sebelumnya di harga US$61,80/MT.
Sebagaimana harga kontrak April dimana terjadi kenaikan yang cukup tinggi untuk ICE Newcastle, kontrak pada bulan April 2022 di ICI 4 juga tercatat naik menjadi US$134/MT. Sementara harga kontrak Mei Q2/2022 turun menjadi US$129/MT, dan Q3/2022 kembali turun menjadi US$114/MT.
Sebagian besar kualitas batubara yang dihasilkan di Indonesia memiliki tingkat kalori antara 4.200 – 5.000 kcal/kg.
Tingginya harga komoditas batu bara akibat situasi geopolitik dunia saat ini sejatinya bisa dijadikan momentum bagi Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan pendapatan dan devisa negara.
Pengamat pertambangan Dr Ahmad Redi SH MH menilai, di tengah masa pandemi komoditas batu bara telah menjadi salah satu sumber devisa, dan pendapatan yang diperoleh dari komoditas ini sangat membantu penerimaan negara yang saat ini terganggu dengan pelemahan ekonomi global akibat pandemi.
“Karena pada masa pandemi ini ternyata komoditas batu bara ini sangat signifikan kenaikan harganya. Di satu sisi ini berkah bagi penerimaan negara,” ujar pengajar di Universitas Tarumanegara, Jakarta ini.
Dia menjelaskan, kenaikan harga ini merupakan berkah bagi perusahaan batu bara dan sekaligus berkah bagi perekonomian nasional kita.
“Karena royalti pasti akan naik, karena persentase royalti batu bara itu ditentukan dari harga jualnya. Lalu PPN dan PPh dari sektor ini juga akan naik. Termasuk pajak ekspor dan lainnya. Artinya ini dari sisi penerimaan negara kenaikan harga batu bara sangat baik,” ujarnya.
Di acara Peluncuran SIMBARA dan Penandatanganan MoU Sistem Terintegrasi dari Kegiatan Usaha Hulu Migas, Selasa (08/03/2022) lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan penerimaan negara dari sektor pertambangan mineral dan batu bara (Minerba) membukukan angka Rp 124,4 triliun di 2021.
Nilai tersebut mencakup pajak, bea keluar, hingga Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). "Ini adalah penerimaan yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir," ujar Menkeu.
Ia menjelaskan, pencapaian rekor penerimaan negara dari sektor minerba tersebut dipicu oleh meningkatnya harga komoditas pertambangan, seperti batu bara. "Kenaikan harga komoditasmineral dan batu bara memberikan kontribusi besar," imbuh Sri Mulyani.
Sub sektor batu bara, seperti disampaikan oleh Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia dalam kesempatan berbeda, biasanya berkontribusi sebesar 85% dari angka PNBP yang tercatat.
Di 2021, rata-rata harga acuan batu bara yang ditetapkan masih di bawah yang ditetapkan pada periode kuartal I/2022, sehingga besaran PNBP yang bisa diperoleh pemerintah dari sub sektor batu bara diproyeksikan jauh lebih besar.