Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pemerintah Gonta-ganti Kebijakan Sawit, Ekonom Khawatirkan Ditekan Oleh Konglomerat

Kemudian, ada subsidi minyak goreng curah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), di mana pengawasannya lemah.

Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Pemerintah Gonta-ganti Kebijakan Sawit, Ekonom Khawatirkan Ditekan Oleh Konglomerat
ist
ilustrasi 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios) mengungkapkan, kebijakan pemerintah terus berubah terkait ketersediaan dan harga minyak goreng.

Seperti diketahui awal tahun ini, pemerintah menerapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) sawit dari awalnya 20 persen, tidak lama menjadi 30 persen.

Kemudian, ada subsidi minyak goreng curah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), di mana pengawasannya lemah.

Baca juga: Minyak Goreng Langka, PP Hikmahbudhi Dukung Usulan Pembentukan Pansus Minyak Goreng

Namun paling baru, pemerintah justru melepas harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan, sehingga harganya sesuai keekonomian.

"Nah, ini khawatirnya pemerintah gonta-ganti kebijakan karena tidak kuat berada dalam tekanan konglomerat sawit," ujarnya melalui pesan suara kepada Tribunnews.com, Kamis (17/3/2022).

Lebih lanjut secara teknis, Bhima menjelaskan, kebijakan subsidi minyak goreng curah lewat BPDPKS tidak berdampak terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Baca juga: HET Minyak Goreng Dicabut, Pemerintah Dianggap Kalah Hadapi Tekanan Pengusaha

Berita Rekomendasi

Kecuali, ketika alokasi subsidi BPDPKS tidak memadai, maka ada kemungkinan dibutuhkan bantuan mekanisme dari APBN.

Bhima menilai, idealnya memang subsidi minyak goreng ini melalui APBN, sehingga lebih transparan dan pengawasan jauh lebih mudah daripada lewat BPDPKS.

"Misalnya, pengawasan untuk subsidi ini bisa digabungkan dengan data terpadu kesejahteraan sosial, sehingga lebih tepat sasaran siapa penerima subsidinya," katanya.

Sementara, kebijakan subsidi pemerintah dinilai ada kesalahan karena untuk minyak goreng kemasan itu yang membeli belum tentu kelas menengah bawah atau miskin.

Baca juga: Dua Orang Jadi Tersangka, Penimbun Hampir 1 Ton Minyak Goreng di Bengkulu Terancam 5 Tahun Penjara

Justru, kata Bhima, yang membeli banyak dari kelas menengah atas, apalagi minyak goreng subsidi tersebut dijual melalui minimarket modern.

"Itu kesalahan yang jangan sampai terulang," tutur dia.

Kemudian, dia menilai segala bentuk perubahan kebijakan pemerintah ini belum tentu akan membuat harga minyak goreng lebih terjangkau dan mudah didapat.

Sebab, malau yang disubsidi adalah minyak goreng curah, maka pengawasannya akan sangat susah dari sisi distribusi.

Minyak goreng curah bisa kemungkinan dioplos dengan jelantah dengan tidak ada kemasan maupun barcode-nya, sehingga rentan terjadinya penimbunan.

Selain itu, masyarakat juga pastinya kalau melihat ada gap antara minyak goreng kemasan dengan curah, maka akan turun kelas.

"Tidak menutup kemungkinan mereka akan turun kelas mengkonsumsi minyak goreng curah dan itu bisa mengakibatkan alokasi subsidi BPDPKS tidak mencukupi, akan terjadi kelangkaan juga. Jadi, ini tidak selesai, harusnya tetap kebijakannya itu adalah DMO, cari rantai distribusi bermasalah yang menimbun untuk tegakan hukumnya, dan dari sisi HET-nya itu juga dipantau," pungkas Bhima.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas