Kisah Sukses Mega Puspita Kembangkan Produk Kriya Bambu, 60% Omzet dari Marketplace
Mega Puspita, pengusaha perempuan yang mendirikan Studio Dapur, UMKM yang bergerak pada produk-produk kriya berbahan dasar bambu.
TRIBUNNEWS.COM - Menemukan ide menjadi salah satu permasalahan yang kerap mengadang para calon wirausaha saat tahap awal membangun bisnis. Namun, dalam beberapa kasus, ide bisnis bisa datang begitu saja dengan melihat perjuangan inspiratif orang lain.
Seperti halnya yang dialami Mega Puspita, pengusaha perempuan yang mendirikan Studio Dapur, UMKM yang bergerak pada produk-produk kriya berbahan dasar bambu. Ide bisnis ini ditemukan Mega dari hal sederhana yang tak terduga, yakni sebuah project tugas kuliah.
Kepada Tribunnews, Selasa (22/3/2022), Mega Puspita menceritakan bahwa usaha yang dibangunnya ini berdiri pada tahun 2016 bermula dari sebuat project desain di sebuah desa di Singaparna saat kuliah.
Dua sosok inspiratif yang mendorong Mega mendirikan usahanya adalah Pak Toto dan Bu Ecin. Keduanya berprofesi sebagai artisan bambu.
“Saya pergi ke Singaparna untuk mencari artisan bambu dan akhirnya saya bertemu dengan Pak Toto dan Bu Ecin, dua master artisan kami yang punya pengalaman berkarya lebih dari 30 tahun. Semasa mudanya Pak Toto bekerja bersama seorang seniman yaitu Ibu Chairin Hayati Joedawinata,” ungkap Mega.
Bersama kedua mitranya yaitu Alain Bunjamin dan Maulana Fariduddin, Mega pun melihat kriya bambu sebagai potensi desa dan juga aktivitas budaya desa yang sebaiknya lestari dan berkembang dengan perkembangan zaman.
Namun, sayangnya pada masa itu kriya bambu sulit untuk berkembang karena sistem penjualannya yang tidak memungkinkan perajin untuk mengumpulkan penghasilan yang baik dari kegiatan kriya bambu.
“Sebagai desainer produk, kami berupaya untuk memberikan salah satu solusi untuk menjaga dan mengembangkan aktivitas kriya bambu dengan memberikan added value berupa desain yang relevan untuk masa kini untuk kerajinan bambunya. Dari situ kami sepakat untuk membangun sebuah bisnis dalam bidang kriya bambu,” papar Mega.
Mega pun dengan tekun menggiati ketertarikannya dengan bambu, hingga akhirnya produk-produk Studio Dapur tak hanya berhasil menjamah pasar dalam negeri, tetapi juga telah diekspor ke luar negeri seperti Korea, beberapa negara Eropa, Dubai, Kuwait, Jepang dan beberapa negara di US.
Menguatkan platform digital dan ubah model bisnis
Seperti diketahui, banyak UMKM yang begitu terdampak karena pandemi Covid-19 yang menggempur dunia usaha, tak terkecuali Studio Dapur. Mega mengungkapkan, pada awal pandemi sekitar bulan Maret hingga April 2020, usaha Studio Dapur miliknya cukup terdampak signifikan.
Namun demikian, Mega pun mengambil tindakan dengan melakukan berbagai adaptasi. Mulai dari melakukan inovasi dan pengembangan dalam desain produk agar relevan dengan kebutuhan masyarakat hingga mengubah business model yang tadinya Business to Business menjadi Business to Customer.
“Kami juga membuat kolaborasi dengan beberapa brand untuk memperluas jaringan,” papar Mega.
Di samping itu, ia juga turut menguatkan platform digital seperti media sosial dan juga, yang paling berkontribusi signifikan, platform e-commerce. Platform yang ia pilih adalah Tokopedia.
Mega menjelaskan, dipilihnya platform e-commerce Tokopedia sebagai toko online untuk Studio Dapur juga tidaklah dilakukan dengan sembarangan.

“Berdasarkan riset yang kami lakukan, Tokopedia ternyata merupakan platform yang paling banyak digunakan oleh tipe customer kami. Karena produk kami menyasar target pasar yang high-end sehingga platform Tokopedia cukup relevan dengan target pasar kami,” jelas Mega.
Keseriusan Mega dalam mengelola toko online Studio Dapur pun dibarengi dengan memanfaatkan berbagai fitur yang dimiliki Tokopedia serta mengikuti kampanye yang diadakan Tokopedia seperti Semasa, Home Living Celebrations, Waktu Indonesia Belanja, Bangga Buatan Indonesia, dan masih banyak lagi.
Berbekal keseriusannya mengelola toko online-nya di Tokopedia, tidak mengherankan jika Studio Dapur berhasil meraih omzet berlipat. Bahkan, sekitar 60% pemasukan ritelnya diperoleh melalui Tokopedia.
Belum lagi, ketika mengikuti kampanye platform e-commerce tersebut, penjualan Studio Dapur pun bisa turut meningkat sekitar dua kali lipat.
Berdayakan masyarakat dan jaga kelestarian kriya bambu

Tak hanya sekadar menjalankan bisnis untuk menggali keuntungan, Mega mengungkapkan bahwa kehadiran Studio Dapur juga membawa niat mulia: melestarikan dan mengembangkan aktivitas kriya bambu.
Bambu sendiri memiliki sejarah panjang bagi masyarakat tradisional dan memiliki peranan yang penting bagi kelestarian lingkungan. Hal ini dikarenakan bambu dapat menyerap banyak karbon dan menghasilkan oksigen.
Aktivitas menganyam yang dilakukan oleh masyarakat perajin di sebuah desa di Singaparna mempunyai banyak nilai di dalamnya. Ini karena kegiatan menganyam bambu di desa ini sudah menjadi kebudayaan–semacam way of life–bagi masyarakat desa.
Maka dari itu, Mega bersama dua rekan dan juga timnya pun membangun sistem produksi dengan lebih baik daripada sebelumnya, seperti bagaimana sistem kerja sama, alur produksi, inovasi alat, inovasi pengolahan bahan dan juga inovasi desain dalam produk yang dibuat.
“Selain dalam sisi internal di sisi eksternal, kami mengedukasi masyarakat mengenai mengapa kegiatan pengolahan bambu di desa itu penting untuk terus dikembangkan agar menjaga kelestarian desa. Saat ini, kami terus mengembangkan inovasi melalui desain dalam produk-produk yang kami buat,” jelas Mega.
Hingga saat ini, Studio Dapur pun telah bekerja sama dengan sekitar 20 orang perajin yang merupakan warga setempat di Singaparna. Tak hanya itu, para perajin juga turut diberikan pelatihan mengenai bagaimana melakukan kegiatan administratif dalam perusahaan.
“Jika biasanya perajin hanya fokus pada produksi dalam sistem Studio Dapur perajin juga belajar bagaimana mendata dan menghitung proses dalam produksi,” jelas Mega.
Untuk itu, selain berjibaku agar eksistensi usahanya bertahan, Mega terus berharap agar usaha miliknya ini dapat terus berkembang, sekaligus berupaya untuk turut serta menjaga kerajinan bambu sebagai kebudayaan tetap lestari seiring kemajuan zaman. Di sisi lain, keberadaan kebun bambu pun dapat tetap terjaga demi merawat kelestarian desa.
Penulis: Nurfina Fitri Melina | Editor: Bardjan