Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Politikus PDIP Usul Pemerintah Bentuk Satgas Minyak Goreng Libatkan Sejumlah Lembaga

Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Sitorus menilai upaya pemerintah mengatasi persoalan minyak goreng sejauh ini belum menyentuh akar persoalan

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Politikus PDIP Usul Pemerintah Bentuk Satgas Minyak Goreng Libatkan Sejumlah Lembaga
TRIBUNNEWS/JEPRIMA
Petugas menata minyak goreng kemasan di sebuah supermarket di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Jumat (18/3/2022). Politikus PDIP Usul Pemerintah Bentuk Satgas Minyak Goreng Libatkan Sejumlah Lembaga 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Sitorus menilai upaya pemerintah mengatasi persoalan minyak goreng sejauh ini masih belum menyentuh akar persoalan.

Menurutnya, tiga paket kebijakan pemerintah tidak akan efektif menyelesaikan masalah kelangkaan dan harga minyak gireng yang tinggi saat ini. 

Kebijakan pertama yakni pencabutan mekanisme domestic price obligation (DMO) domestic price oblogation (DPO) dan harga eceran tertinggi (HET).

Baca juga: Cegah Kelangkaan Terjadi Lagi, Komisi VI Minta Kasus Mafia Minyak Goreng Dituntaskan

“Kebijakan demikian yang terburu-buru menyebabkan pasokan semu yang tidak berkelanjutan serta harga minyak goreng kemasan yang tidak terkendali,” ujar Deddy, Jumat (25/3/2022).

Kebijakan selanjutnya adalah pemberian subsidi untuk minyak goreng curah melalui skema BPDPKS. 

Bagi Politikus PDIP itu, langkah iji sangat rentan terhadap penyimpangan dalam bentuk migrasi konsumen, penimbunan dan penyeludupan serta pengalihan minyak goreng curah ke industri dan ke luar negeri.

Berita Rekomendasi

Demikian pula kebijakan menaikkan pungutan ekspor (levy).

Para pedagang antre membeli minyak goreng curah pada Operasi Pasar Minyak Goreng Curah yang diselenggarakan Kementerian Perdagangan RI (Kemendag) dan Dinas Perdagangan dan Industri (Disdagin) Kota Bandung di Pasar Ciwastra, Jalan Rancasawo, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (21/3/2022). Kegiatan operasi pasar ini menyalurkan 10 ton minyak goreng curah yang diprioritaskan untuk para pedagang yang sudah mendapat kupon dari Perumda Pasar Juara Kota Bandung Unit Pasar Ciwastra, dengan jatah per kupon 30 kilogram. Harga minyak goreng curah ini dijual Rp 14.500 per kilogram dan pedagang tidak boleh menjual ke konsumen lebih dari Rp 15.500 per kilogram. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Para pedagang antre membeli minyak goreng curah pada Operasi Pasar Minyak Goreng Curah yang diselenggarakan Kementerian Perdagangan RI (Kemendag) dan Dinas Perdagangan dan Industri (Disdagin) Kota Bandung di Pasar Ciwastra, Jalan Rancasawo, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (21/3/2022). Kegiatan operasi pasar ini menyalurkan 10 ton minyak goreng curah yang diprioritaskan untuk para pedagang yang sudah mendapat kupon dari Perumda Pasar Juara Kota Bandung Unit Pasar Ciwastra, dengan jatah per kupon 30 kilogram. Harga minyak goreng curah ini dijual Rp 14.500 per kilogram dan pedagang tidak boleh menjual ke konsumen lebih dari Rp 15.500 per kilogram. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)

Deddy berpendapat hal ini tidak akan efektif jika disparitas harga pasar internasional dengan domestik masih cukup lebar.

Ia mengatakan cara mengatasi kelangkaan minyak goreng sebenarnya tidak terlalu sulit sebab fundamentalnya adalah memastikan adanya pasokan bahan baku yang cukup dan rantai pasok/sistem distribusinya tidak bocor. 

“Masalah fundamental tersebut hanya bisa diatasi jika ada pengaturan tata niaga yang baik, adil dan transparan serta pengawasan, penegakan hukum yang konsisten dan efektif,”kata Deddy.

Deddy menilai, Kenaikan harga minyak goreng yang konsisten sejak akhir tahun 2021, sebenarnya adalah akibat pengaruh melonjaknya harga komoditas CPO dan turunannya di pasar dunia. 

Hal ini mendorong para pengusaha melakukan ekspor untuk mendapat keuntungan sebesar-besarnya, sehingga menyebabkan kelangkaan dan memicu kenaikan harga.

Baca juga: Daftar Harga Minyak Goreng Terbaru Hari Ini di Alfamart dan Indomaret: Bimoli, SunCo, dan Tropical

Ketika Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan mengeluarkan kebijakan DMO, DPO dan HET, para produsen CPO banyak yang menahan produksinya. 

Sehingga menyebabkan pasokan minyak goreng sulit didapatkan oleh pabrikan. 

Sementara CPO yang dihasilkan melalui kebijakan DMO tersebut ke pabrik minyak goreng, tidak tersalurkan. 

Sebab di tingkat distributor, terjadi kebocoran dalam bentuk penimbunan, spekulasi dan penyeludupan. 

“Hal inilah yang memicu kelangkaan, kenaikan harga dan akhirnya menyebabkan panic buying di tengah-tengah masyarakat,” ujar Deddy.

“Saya tidak melihat paket kebijakan yang ada itu menjawab persoalan mendasarnya,” tegas Anggota DPR dari Daerah Pemilihan Provinsi Kalimantan Utara tersebut. 

Dia menjelaskan, kebutuhan bahan baku minyak goreng itu hanya 5,7 juta ton, sementara produksi mencapai 51 juta ton dalam bentuk CPO dan PKO. Artinya kebutuhan itu hanya 10% dari total produksi, alias barangnya lebih dari cukup. 

“Persoalannya adalah tata niaga dan penegakan hukum, itu inti masalahnya,” kata Deddy.

Baca juga: Menperin Apresiasi Penyaluran 500 ton Minyak Goreng Curah oleh Sinar Mas Agribusiness and Food

“Tata Niaga itu berarti harus dimulai sejak penentuan harga TBS, harga dan pasokan CPO, mekanisme distribusi dan harga ketika sampai di tingkat konsumen. Jika rantai pasok bahan baku dan distribusi produk tidak diawasi, penegakan hukumnya lemah maka persoalan tidak akan pernah selesai,” beber Deddy.

Dalam konteks itu, Deddy mengaku sungguh tidak habis pikir dengan belum selesainya masalah ini. 

Sebab kerangka hukum dan regulasi tentang minyak goreng sudah cukup jelas.

Pasal 25, UU No.7 tahun  2014 tentang Perdagangan, secara jelas mengatakan bahwa minyak goreng merupakan salah satu komoditas yang ketersediaanya harus dikendalikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah, agar selalu tersedia dalam jumlah yang memadai, mutu yang baik dan harga yang terjangkau. 

Lebih jauh Perpres N0.72/2015 dan Perpres No. 59/2020 juga memberikan kewenangan bagi Kementerian Perdagangan dalam menetapkan dan menyimpan barang pokok dan barang pentinglainnya.

Termasuk dalam hal menetapkan kebijakan harga, mengelola stok dan logistik serta mengelola ekspor dan impor. 

Oleh karena itu, Deddy mempertanyakan mengapa saat ini masalah tata niaga justru diambil alih oleh Kementerian Perindustrian. 

“Saya khawatir bahwa kebijakan yang diambil saat ini tidak sejalan dengan UU dan regulasi yang ada, tidak akan menyelesaikan persoalan dan berpotensi menimbulkan masalah baru,” ujarnya.

Menurut Deddy, sebaiknya Pemerintah mencabut Permen Menperin N0.8/2022 karena selain tidak sejalan dengan UU, juga tidak melibatkan pihak-pihak lain yang seharusnya ikut berperan dari hulu ke hilir. 

“Saya mengusulkan agar diubah menjadi Satgas Minyak Goreng atau SKB yang melibatkan Kementerian Perdagangan, Perindustrian, Pertanian, Keuangan, Polri dan Kementerian Dalam Negeri,” ujar Deddy. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas