Pertalite Gantikan Posisi Premium, Ekonom Ingatkan Pemerintah Tidak Naikkan Harga
Pemerintah diminta tidak menaikkan harga Pertalite atau RON 90 yang kini ditetapkan sebagai Jenis BBM Khusus Penugasan
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah diminta tidak menaikkan harga Pertalite atau RON 90 yang kini ditetapkan sebagai Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP), meski harganya tidak sesuai keekonomian di tengah kenaikan harga minyak dunia.
"Pertalite tetap mesti dipertahankan untuk menjembatani kebutuhan masyarakat bawah yang tidak bisa menjangkau harga BBM non subsidi," kata Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal saat dihubungi, Rabu (30/3/2022).
Baca juga: Pertalite Gantikan Premium, Berikut Harga BBM di SPBU Pertamina Hari Ini
Menurutnya, menaikkan harga Pertalite dapat mengganggu proses pemulihan ekonomi nasional, karena nantinya harga bahan pokok ikut mengalami kenaikan.
"Kalau Pertalite dilepas subsidinya atau dikurangi. Harga bahan pokok akan naik, dan dampak ke inflasi akan besar," tuturnya.
Faisal menyebut, pemerintah memiliki kemampuan dalam menjaga harga Pertalite seperti saat ini, sebab kenaikan harga minyak dunia tidak semuanya berdampak negatif ke Indonesia.
"Pemerintah mendapatkan tambahan penerimaan pajak maupun bukan pajak dari minyak. Kalau harganya meningkat biasanya penerimaan pemerintah juga meningkat dan itu bisa disalurkan untuk membiayai subsidi," kata Faisal.
Baca juga: Gantikan Premium, Komisi VII DPR: Jangan Sampai BBM Pertalite Jadi Langka dan Timbulkan Antrian
Diketahui, pemerintah melalui Kementerian ESDM menetapkan Pertalite sebagai JBKP menggantikan Premium.
Hal tersebut ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No 37.K/HK.02/MEM.M/2022, tertanggal 10 Maret 2022.
Adapun kuota Pertalite pada tahun ini sebesar 23,05 juta kilo liter, di mana pad Februari 2022 penyerapan Pertalite sebesar 4,258 juta kilo liter sedikit melebihi kuota Februari.
Diperkirakan melalui normal skenario, maka di akhir 2022 akan terjadi over kuota sebesar 15 persen.