Pengusaha Nilai Penerimaan Negara Berpotensi Hilang Akibat Kenaikan Cukai Eksesif
kenaikan tarif cukai yang sangat eksesif secara berturut-turut menyebabkan disparitas harga rokok legal dibanding rokok ilegal makin lebar.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan menilai, kenaikan tarif cukai yang sangat eksesif secara berturut-turut menyebabkan disparitas harga rokok legal dibanding rokok ilegal makin lebar.
Menurutnya, negara berpotensi kehilangan penerimaan negara akibat kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 12 persen tahun 2022.
"Estimasi potensi besaran pendapatan negara yang hilang akibat peredaran rokok ilegal adalah sebesar Rp53,18 triliun," kata Henry dalam keterangannya, Jumat (1/4/2022).
Baca juga: Pemerintah Dinilai Perlu Antisipasi Rokok Murah Setelah Ada Kenaikan Tarif Cukai
Henry mengatakan kebijakan cukai yang sangat eksesif selama tiga tahun ini, tidak selaras dengan kebijakan pembinaan industri hasil tembakau nasional yang berorientasi menjaga lapangan kerja, memberikan nafkah petani tembakau, dan menjaga kelangsungan investasi.
“Implikasi kebijakan cukai ini berdampak negatif bagi kelangsungan industri rokok yang legal, potensi PHK tenaga kerja, petani tembakau, dan bahkan kesehatan yang dijadikan tirani oleh kebijakan cukai,” jelas Henry.
Kondisi IHT yang sangat tidak baik ini, menurut Henry, memerlukan keseimbangan dari Pemerintah dalam memandang industri ini.
Baca juga: Kenaikan Tarif Cukai Disebut Bisa Memperburuk Industri Hasil Tembakau di Tanah Air
Semestinya, perlakuan yang diberikan atas industri hasil tembakau itu bukan dilarang, melainkan dengan edukasi.
Ia juga mendorong Pemerintah terus menindak rokok ilegal secara extraordinary.
Selain itu, Pemerintah juga perlu membuat roadmap industri hasil tembakau yang berkeadilan dan komprehensif bagi para pemangku kepentingan.
“Kami memandang perlu arah kebijakan cukai hasil tembakau yang memberikan kepastian iklim usaha yang sehat demi kelangsungan industri hasil tembakau nasional,” kata Henry Najoan.
Anggota Komisi XI DPR-RI Andreas Eddy Susetyo mengatakan, kenaikan cukai hasil tembakau 12 persen diyakini akan memberatkan kelangsungan IHT.
Pasalnya, laju industri rokok terus melambat dalam dua tahun terakhir.
Legislator PDI Perjuangan ini mengingatkan agar Pemerintah jangan hanya memikirkan soal penerimaan negara saja, tetapi harus memperhatikan nasib tenaga kerja yang terlibat di dalam industri tembakau.
Karena industri ini melibatkan tenaga kerja yang sangat besar. Ada sekitar 6 juta orang yang terlibat di dalam rantai industri tembakau.
“Jangan bergantung pada industri rokok. Di sini pentingnya sebuah roadmap industri rokok, perlu sebuah kesepakatan yang dapat dijadikan pegangan,” ujarnya.