Bank Raya Segera Tambah Modal untuk Realisasikan Modal Inti Rp 3 Triliun di 2022
Bank Raya telah melakukan aksi korporasi Penambahan Modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) tahun 2021 untuk memperkuat permodalan
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter: Maizal Walfajri
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Bank Raya Indonesia Tbk telah melakukan aksi korporasi berupa Penambahan Modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) pada tahun 2021 untuk memperkuat permodalan sekaligus demi memenuhi ketentuan regulator dalam pemenuhan modal inti minimal Rp2 triliun pada akhir 2021.
Melalui PMHMETD tersebut, pemegang saham telah menyerap secara optimal saham baru yang diterbitkan sebanyak 1.054.545.185 lembar saham dengan harga pelaksanaan Rp1.100 per lembar saham.
Dengan harga pelaksanaan tersebut, Perseroan telah menghimpun dana sebesar Rp1,16 triliun yang akan digunakan sepenuhnya untuk modal kerja Perseroan dalam rangka penyaluran dana berbentuk kredit berbasis digital.
Direktur Utama Bank Raya Kaspar Situmorang menyatakan ekuitas perseroan tercatat senilai Rp 2,46 triliun pada akhir 2021. Adapun capital adequacy ratio (CAR) atau rasio kecukupan modal minimum berada di level 20,24% pada tahun lalu.
“Modal inti tercatat sebesar Rp 2,08 triliun di 31 Desember 2021. Bank akan memenuhi ketentuan POJK 12 tahun 2020 tentang Konsolidasi Bank UMUM untuk mencapai modal inti minimum Rp 3 triliun. Sehingga, kami tahun ini akan menambah modal agar memenuhi ketentuan tersebut,” tuturnya pada paparan virtual Kamis (31/3/2022).
Baca juga: BI Catat Aliran Modal Asing Rp 980 Miliar Masuk ke Pasar Keuangan Domestik Selama Sepekan
Bank Raya menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya terhadap seluruh pemegang saham atas dukungan yang diberikan dalam PMHMETD Bank Raya.
Perseroan berharap hal ini dapat terus mendukung kinerja dan permodalan dalam waktu mendatang, sekaligus menjadi komitmen Bank Raya untuk terus bertumbuh dan memberikan manfaat bagi seluruh pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya.
Baca juga: Salim Group Bangun Kerajaan Bisnis Perbankan Lewat Penambahan Saham di Bank Mega
Bank Raya masih membukukan kerugian tahun berjalan 2021 sebesar Rp 3,04 triliun.
Di tahun sebelumnya Bank Raya meraup laba bersih Rp 31,26 miliar. Kerugian tersebut sejalan dengan bersih-bersih aset buruk yang dilakukan dalam rangka transformasi digital yang akan dilakukan.
Baca juga: Kredit Perbankan ke UMKM Masih Rendah, Masih Ada 5 Juta Pelaku Usaha Pinjam Rentenir
Kaspar menyatakan kerugian ini terjadi lantaran perseroan melakukan pencukupan pencadangan senilai Rp 3,89 triliun. Hasilnya, Bank Raya melakukan hapus buku kredit bermasalah sebesar Rp 3,08 triliun.
“Pengelolaan tersebut harus dilakukan agar tidak menghambat laju transformasi menjadi bank digital. Sehingga pada tahun lalu non performing loan (NPL) gross turun dari 4,97% di 2020 menjadi 3,98% pada 2021. Sedangkan NPL Net menjadi 0,04% di 2021 turun dari 2020 2,73%,” jelasnya.
Agar bisa membalikkan kondisi, Bank Raya telah menyiapkan langkah strategi menuju profit. Kaspar menyatakan terdapat dua strategi pertama mengoptimalkan ekosistem yang sudah ada.
“Kami membagi melalui ekosistem BRI sebesar 70% dari seluruh kegiatan kita tahun ini, dan 30% lagi menggunakan ekosistem non BRI. Kedua, tahun ini bank raya lakukan berbagai langkah strategis dalam memperbaiki kinerja perseroan,” paparnya.
Baca juga: Ini Alasan OJK Larang Perbankan Fasilitasi Jual Beli Kripto