Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Ahli: Regulasi Vape Tak Hanya Soal Cukai, Tapi Juga Kebutuhan Konsumen

Regulasi vape perlu mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk kebutuhan konsumen.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Ahli: Regulasi Vape Tak Hanya Soal Cukai, Tapi Juga Kebutuhan Konsumen
Best Online Vape Store
Ilustrasi vape 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli dari berbagai latar belakang bidang kesehatan dan kebijakan sepakat bahwa regulasi vape perlu mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk kebutuhan konsumen.

Gagasan tersebut mengemuka dalam forum The Science & Policy of Tobacco Harm Reduction di Taiwan (25/3/2022), sebuah forum yang membahas mengenai pendekatan pengurangan dampak buruk melalui produk alternatif merokok yang lebih rendah risiko sekaligus perdebatan regulasi yang diperlukan.

“Kebijakan seharusnya bisa diatur sedemikian rupa agar sejalan dengan kebutuhan konsumen. Survei yang komprehensif dan berbasis sains perlu dilakukan untuk menghasilkan kebijakan yang lebih holistik, termasuk untuk memahami bagaimana adiksi dapat terbentuk dan cara mengurangi risikonya,” ujar ahli dari University of Taipei, Tzu-Hsuen Yuan.

Pendapat yang senada juga diutarakan oleh perwakilan dari Australian Tobacco Harm Reduction Association, Dr. Colin Mendelsohn.

Baca juga: Trend Penggunaan Vape di Kalangan Milenial yang Melek Teknologi

Menurutnya, meskipun berhenti merokok itu sulit, mengurangi risiko yang disebabkan oleh rokok adalah hal yang sangat mungkin.

Ia selanjutnya memberikan gambaran regulasi vape di Australia yang mempertimbangkan dari sisi konsumen.

Baca juga: Kebijakan Tarif Cukai Dinilai Belum Sejalan dengan Evolusi Industri Vape

BERITA REKOMENDASI

Regulasi tersebut mengadopsi prinsip pengurangan dampak buruk rokok dengan mengedepankan produk alternatif tembakau.

Tercatat Australia mengalami penurunan jumlah perokok hingga 42 persen dalam rentang waktu 2015–2021.

Baca juga: Pelaku UMKM Vape Minta Keringanan, Keluhkan Penjualan Menurun

Pada kesempatan yang berbeda, Ketua Umum Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR), Ariyo Bimmo, berharap Indonesia bisa mengadopsi prinsip pengurangan dampak buruk. Bagi Ariyo, regulasi vape saat ini belum mempertimbangkan profil risiko yang ada dan belum memberikan perlindungan konsumen melalui regulasi fiskal, kesehatan, dan standardisasi.

“Regulasi vape atau produk tembakau alternatif lainnya perlu mempertimbangkan hasil kajian dan penelitian khususnya mengenai profil risiko agar regulasi yang dibuat tepat sasaran, berjalan optimal, dan mudah diterapkan untuk mengatasi masalah yang dihadapi perokok,” ujar Ariyo.

Ia menambahkan, kajian tersebut perlu mendapat dukungan dari pemerintah dan melibatkan berbagai pihak terkait, seperti akademisi dan peneliti guna memformulasikan kebijakan yang berbasis limiah (evidence-based policy).


Kurangi risiko, bukan melarang

Dalam forum internasional yang sama, akademisi Pacific Alliance Institute (Jepang), Yuya Watase, menyampaikan bahwa prinsip terbaik dalam penyusunan regulasi pengontrolan tembakau mesti mendahulukan pengurangan kandungan berbahaya dari rokok, ketimbang fokus pada pengaturan rokok elektrik sebagai produk.

Di sisi lain, Ariyo berharap pemerintah bisa melihat perkembangan regulasi di luar negeri yang sudah berhasil menurunkan angka perokok dengan vape.

“Setiap negara memiliki pendekatan yang berbeda dalam menerapkan konsep pengurangan dampak buruk tembakau. Di Inggris dan Selandia Baru memanfaatkan vape atau rokok elektrik, Swedia dengan snus, dan Jepang dengan tembakau yang dipanaskan sebagai upaya untuk menurunkan angka perokok dengan regulasi yang juga berbeda. Indonesia bisa menerapkan strategi itu dengan berfokus pada perokok dewasa aktif yang sulit berhenti merokok, agar mendapatkan alternatif untuk beralih. Prinsipnya, komitmen terhadap bukti ilmiah, keadilan sosial dan HAM, serta penghindaran stigma,” kata Ariyo.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas