Ekonomi Jepang, China dan AS Lemas Digerogoti Laju Inflasi Tinggi
Berbagai analis memprediksi inflasi akan tetap tinggi di negara-negara yang menjadi pusat perekonomian dunia tersebut.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Kontan, Maizal Walfajri
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Sejumlah negara seperti Amerika Serikat (AS), China, Uni Eropa, hingga Jepang kini mati-matian mengatasi risiko laju inflasi tinggi yang melanda negaranya dan menggerogoti perekonomian di tengah upaya negara-negara tersebut memulihkan ekonomi dari dampak pandemi.
Berbagai analis memprediksi inflasi akan tetap tinggi di negara-negara yang menjadi pusat perekonomian dunia tersebut.
Inflasi dari harga grosir atau wholesale Jepang mendekati level rekor tertinggi pada Maret 2022 karena krisis Ukraina.
Selain itu, seperti dikutip Reuters, Selasa (12/4/2022), pelemahan yen mendorong naiknya biaya bahan bakar dan bahan mentah akan semakin mengganggu perekonomian Jepang yang sangat bergantung pada impor.
Analis melihat, kenaikan harga produk wholesale ini akan memicu inflasi konsumen menuju target 2% yang sulit dipahami bank sentral Jepang.
Baca juga: BI Prediksi Inflasi April Naik Tipis, Dua Komoditas Ini Jadi Penyumbang
Ini akan melukai ekonomi Jepang yang masih belum pulih dari pandemi virus corona.
Data Pemerintah Jepang menunjukkan, indeks harga barang perusahaan (CGPI) Jepang yang mengukur harga yang dibebankan perusahaan satu sama lain untuk barang dan jasa mereka, naik 9,5 persen di bulan Maret 2022 dari tahun sebelumnya.
Itu melanjutkan kenaikan sebesar 9,7% pada bulan Februari 2022, yang merupakan rekor tercepat.
Baca juga: Empat Rekomendasi Pengusaha ke Pemerintah untuk Antisipasi Inflasi Pangan
Bank of Japan (BOJ) menyebut kenaikan indeks ini melampaui perkiraan pasar yang sebesar 9,3 persen.
"Dengan meningkatnya biaya bahan mentah, perusahaan tidak akan dapat menghasilkan pendapatan kecuali mereka menaikkan harga. Hari-hari perang diskon telah berakhir," kata Takeshi Minami, Kepala Ekonom Norinchukin Research Institute.
Baca juga: Diterpa Inflasi, Baht dan Peso Justru Pimpin Penguatan Terhadap Dolar AS
Inflasi inti Jepang dapat meningkat menjadi sekitar 2,5% akhir tahun ini. Juga akan tetap di atas 2 persen lebih lama dari yang diperkirakan, membebani konsumsi dan ekonomi.
Indeks harga impor berbasis yen melonjak 33,4% di bulan Maret 2022 dari tahun sebelumnya. Ini sebagai tanda penurunan yen baru-baru ini meningkatkan biaya impor untuk perusahaan Jepang.
Perusahaan Jepang lambat dalam meneruskan kenaikan biaya ke rumah tangga karena pertumbuhan upah yang lemah membebani konsumsi. Ini menjaga inflasi konsumen jauh di bawah target BOJ sebesar 2 persen.