Harga Avtur Melambung, Kemenhub Bolehkan Maskapai Terapkan Fuel Surcharge
Bahwa ketentuan ini sifatnya tidak mengikat dan artinya maskapai dapat memilih untuk menerapkan biaya tambahan atau tidak kepada penumpang pesawat.
Penulis: Hari Darmawan
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hari Darmawan
TRIBUNNEWS.COM, JAAKARTA - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengizinkan maskapai penerbangan melalukan penyesuaian tiket pesawat, karena melambungnya harga bahan bakar avtur.
Ketentuan ini tertulis dalam keputusan Kemenhub Nomor 68 Tahun 2022 tentang biaya tambahan atau fuel surcharge tarif pelayananan kelas ekonomi angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri.
Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan, ketentuan penyesuaian biaya tambahan tiket pesawat berlaku mulai 18 April 2022.
Baca juga: Harga Avtur Naik, Siapa yang Untung dan Buntung?
"Ketentuan ini ditetapkan setelahh dilakukannya koordinasi dengan pemangku kepentingan seperti maskapai, Yayaasan Lembaga Konsumen Indonesia, asosisi penerbangan, praktisi dan lainnya," kata Adita, Selasa (19/4/2022).
Adita juga menjelaskan, bahwa kenaikan harga avtur dunia sangat mempengaruhi biaya operasi penerbangan.
Kemudian apabila kenaikan mempengaruhi biaya opersional hingga 10 persen maka pemerintah memperbolehkan adanya biata tambahan untuk tiket pesawat.
"Ketentuan penambahan biaya tiket karena naiknya harga bahan bakar juga dilakukan oleh negara-negara lain salah satunya Filipina," ujar Adita.
Baca juga: Harga Avtur Naik, Citilink: Menambah Beban Operasional Maskapai
Meski begitu, Adita mengungkapkan, bahwa ketentuan ini sifatnya tidak mengikat dan artinya maskapai dapat memilih untuk menerapkan biaya tambahan atau tidak kepada penumpang pesawat.
"Kemudian untuk besaran biaya tambahan tiket pesawat tersebut untuk pesawat udara jenis jet, dapat menerapkan maksimal 10 persen dari tarif batas atas sesuai pelayanan dari maskapai," ucap Adita.
Baca juga: Kebutuhan BBM dan Avtur Diprediksi Melonjak Saat Natal dan Tahun Baru, Ini Rinciannya
Sedangkan, untuk pesawat udara jenis propeller dapat menerapkan maksimal 20 persen dari tarif batas atas sesuai kelompok pelayanan masing-masing maskapai.
Ketentuan ini akan dievaluasi setiap tiga bulan atau apabila terjadi perubahan yang signifikan terhadap biaya operasi penerbangan.