Kondisi Ekonomi Semakin Memburuk, Harga Bahan Bakar di Sri Lanka Terus Melonjak
Pengecer bahan bakar minyak (BBM) terbesar di Sri Lanka, Lanka IOC pada Senin (18/4/2022) resmi menaikkan harga minyaknya hingga 35 persen
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, COLOMBO – Pengecer bahan bakar minyak (BBM) terbesar di Sri Lanka, Lanka IOC pada Senin (18/4/2022) resmi menaikkan harga minyaknya hingga 35 persen.
Dikutip dari AFP, harga minyak yang dijual Lanka IOC terpantau naik drastis. Untuk komoditas bensin, Lanka IOC menaikan harga per liternya ke 367 rupee dari sebelumnya hanya dipatok 35 rupee.
Tak hanya itu, harga solar di Sri Lanka juga ikut terkoreksi dari 75 rupee menjadi 327 rupee per liter.
Baca juga: Sri Lanka Benar-benar Bangkrut oleh Tumpukan Utang, Harga BBM Menggila
Lanka IOC yang merupakan unit lokal migas dari Indian Oil Corporation mengatakan, depresiasi tajam pada mata uang Sri Lanka memaksa perusahaan untuk melakukan revisi harga pada komoditas migasnya.
Hal ini dilakukan demi mempertahankan kestabilan stok bahan bakar di tengah meningkatnya permintaan pasar.
"Devaluasi rupee lebih dari 60 persen selama satu bulan terakhir memaksa Lanka IOC untuk kembali menaikkan harga jual eceran yang berlaku mulai hari ini," kata perwakilan perusahaan.
Aksi serupa juga dilakukan Ceylon Petroleum Corporation (CPC), perusahaan migas yang dikelola pemerintah Sri Lanka.
Bahkan demi menghemat pengeluaran migasnya, CPC mulai memberlakukan penjatahan ketat pada BBM untuk pengendara, terhitung sejak Jumat (15/4/2022).
Kenaikan harga BBM ini sebenarnya sudah mulai dialami Sri Lanka sejak awal tahun 2022 dimana harga bensin meningkat sebesar 90 persen.
Sementara, solar yang biasa digunakan untuk transportasi umum naik sebesar 138 persen.
Baca juga: Didesak Mundur, PM Sri Lanka Tawarkan Perundingan dengan Pengunjuk Rasa, tapi Ditolak
Ini terjadi lantaran adanya pemotongan pajak dan penguncian akibat pandemi COVID-19 hingga membuat cadangan devisa Sri Lanka merosot dan memaksa Pemerintah memberlakukan larangan impor secara luas, hingga memicu naiknya harga migas negara ini.
Meski menteri keuangan baru Sri Lanka Ali Sabry, tengah mengadakan delegasi ke Washington untuk mencari dana bantuan ke bailout sebanyak 3 miliar dolar AS dan 4 miliar dolar AS ke IMF.
Namun hal tersebut nampaknya belum dapat menghentikan laju kenaikan harga BBM.
Kini akibat dari kenaikan tersebut, inflasi di Sri Lanka telah mencapai puncak tertinggi sejak kemerdekaannya dari Inggris pada 1948 silam. Dengan cadangan devisa yang tersisa 1,72 miliar dolar AS.