Meski Harga Minyak Mentah Tinggi, Para Investor Lebih Butuh Revisi UU Migas
Harga minyak mentah yang melambung tinggi saat ini tidak serta-merta menarik minat investasi hulu migas ke Tanah Air.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Harga minyak mentah yang melambung tinggi saat ini tidak serta-merta menarik minat investasi hulu migas ke Tanah Air.
Yang dibutuhkan para investor bidang migas adalah kenyamanan berinvestasi, salah satunya adalah peraturan yang kondusif.
Sejumlah pihak menilai, revisi Undang-Undang Migas sangat dibutuhkan.
Pasalnya investasi migas adalah investasi jangka panjang sehingga investor harus memiliki keyakinan dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Praktisi migas senior Widyawan Prawira Atmaja mengatakan, kenaikan harga minyak dunia saat ini ada banyak isu yang menyertainya.
Baca juga: Lanjutkan Monitoring Ketersedian BBM Di Daerah, BPH Migas: Stok BBM Aman
Jadi bukan hanya sekadar persoalan supply demand, tetapi ada juga risiko geopolitik dan agenda transisi energi.
Menurut Widayawan, semua hal ini saling bertautan, misanya saja imbas pandemi Covid-19 membuat produksi minyak sempat turun signifikan sehingga supply terbatas.
Namun, setelah pandemi mulai mereda, terjadi ledakan mobilitas, tidak hanya dari aktivitas masyarakat saja tetapi juga dari industri logistik yang berujung pada permintaan energi yang meningkat signifikan.
Kemudian, mengenai agenda transisi energi yang seharusnya menjauhi bahan bakar fosil justru ketergantungannya masih sangat tinggi.
Baca juga: Bidik Produksi Migas 1.047 MBOEPD di 2022, Pertamina Hulu Energi Siapkan Sejumlah Strategi
Ambil contoh di Inggris di mana sumber listrik dari renewable energy kurang lantaran kondisi cuaca.
Musim salju di sana lebih dingin dan saat musim panas lebih panas dari biasanya sehingga membutuhkan energi lebih besar.
Ditambah lagi, eskalasi perang Rusia-Ukraina yang turut menambah risiko dan mempengaruhi harga minyak dunia.
“Berbicara ke Indonesia, kalau dulu harga disebabkan supply demand saja otomatis orang-orang akan berinvestasi.
Tapi kalau sekarang belum tentu karena kondisinya belum pasti,” ujar Widyawan dalam media briefing di Jakarta, Selasa (19/4/2022).
Baca juga: Berkat Ekspor Migas, Neraca Perdagangan Rusia Diprediksi Surplus Hingga 321 Miliar Dolar AS