BBM di Sri Lanka Habis Total, Ratusan Becak Motor Terancam Tak Dapat Beroperasi
Ratusan kendaraan di Sri Lanka kini terancam tak dapat beroperasi, lantaran pasokan bahan bakar minyak (BBM) di negara itu telah habis total.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, KOLOMBO – Ratusan kendaraan di Sri Lanka kini terancam tak dapat beroperasi, lantaran pasokan bahan bakar minyak (BBM) di negara itu telah habis total.
Melalui pengumuman resmi yang disampaikan Perdana Menteri baru Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe menjelaskan bahwa negaranya kini telah kehabisan stok cadangan BBM imbas dari kurangnya devisa negara.
“Kami kehabisan bensin. Saat ini, kami hanya memiliki stok bensin untuk satu hari,” kata Ranil Wickremesinghe pada hari Senin dalam pidatonya yang dilansir Aljazeera.
Baca juga: Gagal Bayar Utang, Sri Lanka Bakal Jual Saham Maskapai Nasional
Kelangkaan ini mulai dirasakan masyarakat Sri Lanka setelah pemerintah gagal mengumpulkan 75 juta dolar AS, guna membayarakan impor minyak yang dikirim menggunakan tiga kapal asing.
Hal inilah yang membuat kapal-kapal pengangkut BBM tersebut terpaksa menunggu Sri Lanka melakukan pelunasan pembayaran di luar pelabuhan Kolombo, sebelum mereka menurunkan muatan.
Kegagalan pemerintah Sri Lanka tersebut membuat ratusan kendaraan seperti becak motor hingga taxi umum memenuhi pom bensin diberbagai sudut kota, hanya untuk mendapatkan bahan bakar bensin. Antrean tersebut diketahui mulai terjadi sejak Senin pagi (16/5/2022).
"Saya telah mengantre selama lebih dari enam jam. Kami menghabiskan hampir enam sampai tujuh jam di antrean hanya untuk mendapatkan bensin,” kata seorang pengemudi, Mohammad Ali.
Kurangnya cadangan devisa yang kronis telah menyebabkan inflasi dan krisis hebat pada Sri Lanka, sejak kemerdekaannya pada 1948. Kekecewaan masyarakat Sri Lanka bahkan menyebabkan ribuan orang turun ke jalan menggelar aksi protes.
Meski tengah menghadapi masa sulit, Wickremesinghe mengimbau agar warga negaranya bisa sabar menunggu pemulihan cadangan minyak dalam beberapa bulan kedepan.
Diketahui, saat ini Wickremesinghe beserta para menteri dan pejabat tinggi Sri Lanka sedang melakukan negosiasi dengan Dana Moneter Internasional untuk menggalang bantuan keuangan. Langkah ini diambil Wickremesinghe demi mengembalikan kondisi ekonomi Sri Lanka seperti sedia kala.
Hanya Cukup untuk 1 Hari
Perdana Menteri baru Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe mengatakan negara itu kehabisan bensin karena menghadapi krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan pada 1948.
Dalam pidato yang disiarkan televisi, Ranil Wickremesinghe mengatakan Kolombo sangat membutuhkan $75 juta (£60,8 juta) mata uang asing dalam beberapa hari ke depan untuk membayar impor penting.
Dilansir BBC, Wickremesinghe mengatakan bank sentral harus mencetak uang untuk membayar gaji pemerintah.
Wickremesinghe juga mengatakan maskapai milik negara Sri Lanka Airlines mungkin akan diprivatisasi.
Perekonomian negara kepulauan telah terpukul keras oleh pandemi, kenaikan harga energi dan pemotongan pajak populis.
Baca juga: Sri Lanka Stop Bayarkan Utang Luar Negeri Demi Beli Makanan dan Pasokan Energi
Kekurangan kronis mata uang asing dan inflasi yang melonjak telah menyebabkan kekurangan obat-obatan, bahan bakar, dan kebutuhan pokok lainnya yang parah.
Di ibu kota Kolombo, becak, alat transportasi paling populer di kota, dan kendaraan lain mengantre di pom bensin.
"Saat ini, kami hanya memiliki stok bensin untuk satu hari. Beberapa bulan ke depan akan menjadi yang paling sulit dalam hidup kami," kata Wickremesinghe, yang ditunjuk sebagai perdana menteri pada Kamis (12/5/2022).
Namun, pengiriman bensin dan solar menggunakan jalur kredit dengan India dapat menyediakan pasokan bahan bakar dalam beberapa hari ke depan, tambahnya.
Baca juga: Presiden Sri Lanka Rajapaksa Lantik Empat Menteri Kabinet Baru
Bank sentral harus cetak uang
Wickremesinghe mengatakan bank sentral negara itu harus mencetak uang untuk membantu memenuhi tagihan upah pemerintah dan komitmen lainnya.
"Di luar keinginan saya sendiri, saya terpaksa mengizinkan pencetakan uang untuk membayar pegawai negeri dan untuk membayar barang dan jasa penting," ucapnya.
"Namun, kita harus ingat bahwa mencetak uang menyebabkan depresiasi rupee" katanya.
Dia juga mengusulkan penjualan Sri Lanka Airlines sebagai bagian dari upaya menstabilkan keuangan negara.
Maskapai kehilangan 45 miliar rupee Sri Lanka ($ 129,5 juta; £ 105 juta) pada tahun yang berakhir Maret 2021.
Protes krisis ekonomi disertai kekerasan
Dalam beberapa minggu terakhir, telah terjadi protes besar, terkadang disertai kekerasan, terhadap Presiden Gotabaya Rajapaksa dan keluarganya.
Pekan lalu, kakak laki-laki Presiden, Mahinda Rajapaksa mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri.
Pengunduran diri Mahinda terjadi setelah pendukung pemerintah bentrok dengan pengunjuk rasa.
Sembilan orang tewas dan lebih dari 300 terluka dalam kekerasan tersebut.