Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

India Larang Ekspor Gandum, Stabilitas Pangan Indonesia Terancam

India resmi melarang ekspor gandum imbas inflasi indeks harga konsumen tahunan sebesar 7,79 persen pada April 2022, dengan inflasi makanan melejit hin

Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in India Larang Ekspor Gandum, Stabilitas Pangan Indonesia Terancam
Shutterstock
Ilustrasi gandum - India Larang Ekspor Gandum, Stabilitas Pangan Indonesia Terancam 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - India resmi melarang ekspor gandum imbas inflasi indeks harga konsumen tahunan sebesar 7,79 persen pada April 2022, dengan inflasi makanan melejit hingga 8,38 persen.

Perdana Menteri India Narendra Modi kemudian melarang pengiriman ke luar negeri untuk seluruh varietas gandum termasuk durum berprotein tinggi, tepung gandum, hingga roti, per 13 Mei 2022.

Terkait hal tersebut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan, pelarangan ekspor semua gandum yang dilakukan India, dapat berdampak terhadap stabilitas pangan di Indonesia.

Baca juga: Larangan Ekspor Gandum India Dapat Picu Kenaikan Harga Hingga Kerugian UMKM di Indonesia

Bhima menerangkan, India merupakan produsen gandum nomor dua terbesar di dunia setelah China dengan kapasitas produksi 107,5 juta ton. Sementara Indonesia mengimpor gandum tiap tahun sebesar 11,7 juta ton atau setara US$3,45 miliar. Angka impor naik 31,6 persen dibanding tahun sebelumnya.

"Jadi kalau India melakukan proteksionisme dengan larang ekspor gandum, sangat berisiko bagi stabilitas pangan di dalam negeri," ucap Bhima saat dihubungi Tribun, Senin (16/5/2022).

Bhima menjabarkan, empat dampak dari pelarangan ekspor. Pertama, harga gandum di pasar internasional telah naik 58,8 % dalam satu tahun terakhir. Imbas pada inflasi pangan akan menekan daya beli masyarakat.

Biji gandum.
Biji gandum. (Food Navigator)

"Contohnya tepung terigu, mie instan sangat butuh gandum, dan Indonesia tidak bisa produksi gandum," kata Bhima.

BERITA REKOMENDASI

Kemudian, lanjut dia, banyak industri makanan, minuman skala kecil yang harus putar otak untuk bertahan di tengah naiknya biaya produksi.

"Kedua, pelarangan ekspor gandum yang belum diketahui sampai kapan waktunya membuat kekurangan pasokan menjadi ancaman serius," tutur Bhima.

Perang Ukraina-Rusia sudah membuat stok gandum turun signifikan, ditambah kebijakan India, tentu berimbas signifikan ke keberlanjutan usaha yang butuh gandum.

"Ketiga, pengusaha harus segera mencari sumber alternatif gandum dan ini harusnya menjadi kesempatan bagi alternatif bahan baku selain gandum seperti tepung jagung, singkong, hingga sorgum yang banyak ditemukan di Indonesia," imbuh Bhima.

Baca juga: India Larang Ekspor Gandum, Berikut Empat Dampak Terhadap Stabilitas Pangan di Indonesia

Keempat, pakan ternak yang sebagian menggunakan campuran gandum, ketika harga gandum naik bisa sebabkan harga daging dan telur juga naik.


"Pemerintah harus segera mempersiapkan strategi untuk mitigasi berlanjutnya ekspor gandum India," ujar Bhima.

Sebab, pengusaha di sektor makanan, minuman, dan pelaku usaha ternak perlu berkoordinasi mencari jalan keluar bersama dengan Pemerintah.

"Sekarang harus dihitung berapa stok gandum di tanah air, dan berapa alternatif negara penghasil gandum yang siap memasok dalam waktu dekat," tuturnya.

Bukan tidak mungkin, menurut Bhima, Pemerintah Indonesia bersama negara lain akan melakukan gugatan kepada India ke WTO karena kebijakan unilateral India merugikan konsumen dan industri di Indonesia.

Pengamat Ekonomi Rahma Gafmi menilai pelarangan ekspor semua gandum yang dilakukan India dapat memicu kenaikan harga produk berbahan dasar gandum.

Baca juga: India Larang Ekspor Gandum, Harga Mi hingga Telor Diprediksi Bakal Melonjak

Rahma menerangkan, negara eksportir gandum dan tepung gandum terbesar berdasarkan volume ekspor di antaranya adalah Rusia, Australia, USA, Kanada, dan Ukraina dengan masing-masing volume ekspor pada 2021 sebesar:

1. Rusia=27,3 juta ton;
2. Australia=26,1 juta ton;
3. USA=24 juta ton;
4. Kanada=19,3 juta ton;
5. Ukraina=19,3 juta ton.

"Sedangkan posisi India berada pada Ranking 10 eksportir gandum terbesar dunia dengan volume ekspor sebesar 6 juta ton," ujar Rahma.

Rahma menambahkan, masuk dalam kategori 10 besar eksportir gandum akan berdampak pada arus perdagangan gandum internasional.

"Dampak export banned (larangan ekspor) India untuk gandum akan berdampak pada penekanan supply gandum yang akan berdampak pada kenaikan harga gandum internasional," imbuh Rahma.

Kenaikan harga global juga akan terjadi akibat dipicu oleh permintaan yang terus meningkat. Indonesia adalah negara importir gandum terbesar pertama di dunia.

"Artinya, permintaan gandum di Indonesia sangat tinggi sehingga nilai dan volume ekspor gandum juga tinggi di Indonesia," tutur Rahma.

Baca juga: G7: Blokade Rusia atas Laut Hitam Buat Jutaan Orang Kelaparan, Gandum Ukraina Tak Bisa Diekspor

Menurut Rahma, gandum di Indonesia sangat dibutuhkan untuk berbagai kebutuhan rumah tangga, industri, dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Indonesia mengimpor gandum dan tepung gandum sebesar 11,48 juta ton pada tahun 2021.

"Indonesia hanya mengimpor 318,4 ribu ton gandum dari India dengan share ekspor sebesar 2,8 % ," kata Rahma.

Apabila dilihat dari share ekspornya, maka kebijakan larangan ekspor yang dilakukan India akan berakibat pada substitusi impor gandum Indonesia dari negara lain.

Namun, lanjut Rahma, apabila dilihat dari harga global yang meningkat akibat kebijakan ini, maka permintaan gandum Indonesia bisa saja mengalami penurunan karena tidak adanya pasokan dari India.

Kenaikan harga gandum dalam jangka panjang akan mengganggu industri dan UMKM domestik yang menggunakan bahan baku gandum dan tepung gandum sebagai input produksi.

"Hal ini akan menyebabkan kenaikan harga produk dan dampak lebih jauhnya adalah kerugian bagi industri dan UMKM. Kerugian ini kemudian dapat berdampak lebih buruk lagi pada pengurangan input lain seperti tenaga kerja, sehingga akan menciptakan pengangguran baru," tutur Rahma.

Produsen Mi Instan

Salah satu perusahaan domestik yang bergantung dengan produk dari gandum adalah Indofood, yakni PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF).

Berdasarkan prospektusnya, ICBP adalah perusahaan hasil pengalihan kegiatan usaha Divisi Mi Instan dan Divisi Bumbu Penyedap dari INDF.

ICBP membeli bahan baku tepung terigu dari kelompok usaha Bogasari INDF yakni PT Bogasari Sentra Flour Mills (BSFM) dan PT Bogasari Flour Mills (BFM) yang merupakan perusahaan penggilingan biji gandum.

Pembelian bahan baku tersebut disepakati bahwa harga jual tidak boleh lebih tinggi dari harga jual Divisi ISM Bogasari
kepada pihak ketiga lain yang bergerak di bidang industri sejenis.

Laporan keuangan INDF tahun 2021 menunjukkan perseroan mengeluarkan Rp 49,18 triliun untuk biaya bahan baku, ditambah beban produksi senilai Rp16,49 triliun.

Ini menambah beban pokok INDF senilai Rp66,88 triliun. Sebagian besar pemasok bahan baku INDF datang dari Sojitz Asia Pte Ltd Singapura (Sojitz) sebesar 12,68 % , meningkat dari tahun 2020 sebesar 9,44 % .

Tahun 2021 ICBP meraih laba bersih Rp6,38 triliun. Realisasi itu lebih rendah 3,01 % dari laba tahun 2020 senilai Rp6,58 triliun. Sementara INDF menghasilkan laba bersih Rp7,64 triliun, meningkat 18,38 % dari 2020 sebesar Rp6,45 triliun.

INDF dan ICBP sangat mengkhawatirkan risiko harga komoditas dari beberapa faktor, seperti cuaca, kebijakan pemerintah, tingkat permintaan dan penawaran pasar dan
lingkungan ekonomi global.

Sepanjang tahun 2021, INDF menerima dampak yang ditimbulkan dari pembelian minyak kelapa sawit (CPO).

Untuk mengantisipasi fluktuasi harga komoditas global, kelompok usaha perseroan melakukan penyesuaian harga jual produk secara berkala. Artinya, terdapat kebijakan untuk menaik-turunkan harga produk di pasar. (Tribun Network/nis/wly) (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas