Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Dampak Larangan Ekspor CPO, Harga TBS Anjlok Hingga Petani Biarkan Sawit Membusuk di Pohon

Seorang petani di Kecamatan Babahrot, Surya mengaku pasca agen pengepul mogok menampung TBS, pihaknya lebih membiarkan sawitnya busuk di pohon

Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Dampak Larangan Ekspor CPO, Harga TBS Anjlok Hingga Petani Biarkan Sawit Membusuk di Pohon
Ist via Serambinews.com
Tumpukan TBS sawit masyarakat Abdya di PMKS Mon Jambee, Kecamatan Babahrot, Aceh Barat Daya 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Jokowi secara resmi melarang ekspor minyak goreng dan bahan baku turunannya, termasuk crude palm oil (CPO), mulai Kamis 28 April 2022.

Kebijakan larangan ekspor CPO tersebut dimaksudkan untuk mengendalikan harga minyak goreng di pasar.

Namun, kebijakan pemerintah pusat yang menghentikan ekspor CPO mulai berimbas pada memburuknya perekonomian petani kelapa sawit, termasuk di Aceh.

Baca juga: Minta Larangan Ekspor CPO Ditinjau Kembali, Apkasindo Sebut Dampaknya Mengerikan

Kebijakan ini bukan hanya menyebabkan harga anjlok, tapi sangat memungkinkan petani tidak bisa menjual hasil panennya ke PKS.

“Bagaimana PKS mau menerima buah petani kalau dia sendiri kelebihan produksi, ini mimpi buruk bagi semua petani, jangan sampai terjadi,” Ketua DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Aceh, Sofyan Abdullah, Sabtu (14/5/2022).

Dia berharap, pemerintah pusat memahami nasib dilematis yang dihadapi petani kelapa sawit saat ini.

Dilema ini terjadi, akibat petani enggan memanen TBS karena ongkos panen lebih tinggi dari harga jual.

Berita Rekomendasi

"Sementara kalau tidak panen akan meemngaruhi kualitas buah, ini kan menjadi dilema," ujarnya.

Sejumlah tandan sawit dibawa massa aksi yang tergabung dalam Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia saat berunjuk rasa di depan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Pasar Baru, Sawah Besar, Jakarta Pusat, Selasa (17/5/2022).
Sejumlah tandan sawit dibawa massa aksi yang tergabung dalam Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia saat berunjuk rasa di depan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Pasar Baru, Sawah Besar, Jakarta Pusat, Selasa (17/5/2022). (Tribunnews.com/Naufal Lanten)

Sofyan mengingatkan masalah yang dihadapi petani kelapa sawit merupakan dampak kebijakan pemerintah pusat, sehingga persoalan in hanya bisa diatasi oleh kebijakan pejabat di pusat.

Namun, Ia sangat menyesalkan sikap Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo yang enggan membahas persoalan yang sedang dihadapi petani kelapa sawit di Aceh saat ditanyai awak media dalam kunjungannya ke Aceh Tamiang untuk meninjau kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak jenis sapi di kabupaten itu.

Syahrul dinilainya, tidak mencerminkan pejabat yang bisa merangkul seluruh elemen masyarakat.

Seharusnya kata Sofyan, Syahrul memanfaatkan kunjungannya ini untuk menuntaskan seluruh persoalan yang dibidangi kementeriannya.

“Istilahnya sekali jalan, kenapa sudah tiba di Aceh, kok dia tidak mau membantu masyarakat petani kita yang lagi mengalami masalah,” pungkas Sofyan.

Baca juga: Harga Anjlok, Buah Sawit di Musi Rawas Utara Sumsel Dibiarkan Membusuk

Petani Biarkan Sawit Membusuk

Setelah sempat menyentuh harga tertinggi, kini sejumlah petani kelapa sawit di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) memilih tidak memanen kelapa sawitnya dan bahkan ada yang membiarkan membusuk di pohon.

Kondisi ini terjadi setelah para pengepul di kabupaten tersebut menolak membeli tandan buah segar (TBS) kelapa sawit dari petani akibat tidak stabilnya harga di tingkat pabrik sejak sepekan terakhir.

Seorang petani di Kecamatan Babahrot, Surya kepada Serambi, Sabtu (14/5/2022) mengaku pasca agen pengepul mogok menampung TBS, pihaknya lebih membiarkan sawitnya busuk di pohon.

"Iya, untuk sementara saya tidak panen dulu.

Karena, kalau saya panen tidak tahu mau kemana dijual sawitnya," ujar Surya.

Jika sawit dipanen, sambung Surya, petani harus mengeluarkan ongkos panen dari Rp 200-250 per kilogram.

"Kita baru panen kembali sawit setelah agen pengepul kembali membeli sawit," pungkasnya.

Baca juga: Petani Sawit Ancam Demo Lagi Bila Tuntutan Tak Terpenuhi

Salah seorang agen pengepul di kecamatan Babahrot, Yusran Adek dikonfirmasi Serambi, membenarkan bahwa pihaknya untuk sementara waktu melakukan mogok dan tidak melakukan pembelian TBS petani.

Hal itu, kata Yusran, dipicu harga TBS yang setiap harinya tidak stabil di tingkat pabrik, sehingga pihaknya tidak berani membeli TBS petani.

"Iya benar, untuk sementara waktu kita tidak membeli TBS dulu.

Ini Karena, setiap harinya terjadi perubahan harga," sebutnya.

Kondisi ini, terang dia, berimbas pada meruginya para agen pengepul.

"Pagi kami beli harga tinggi, sampai di pabrik malam hari.

Saat malam, harganya sudah turun.

Kami selaku pengepul, akan dibayar dengan harga malam hari atau harga rendah, kalau begini terus, maka kami akan rugi, makanya kami memilih mogok tampung TBS," ungkapnya.

Untuk itu, ia meminta kepada pemerintah dan pihak terkait serius, menangani persoalan tersebut, jika tidak petani akan merugi karena TBS tidak tahu dijual kemana.

Baca juga: Apkasindo Demo Minta Larangan Ekspor CPO Dicabut: Kami Ingin Bertemu Jokowi

"Kami berharap semua pihak serius dan memberikan kejelasan harga, sehingga petani tidak menjadi korban," pungkasnya.

Seperti diketahui, pada akhir 2021 harga sawit di Abdya pernah mencapai puncak yaitu Rp 3.100 per kilogram yang ditampung oleh Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) atau Rp 2.950 per kilogram ditingkat petani.

Harga Rp 3.100 per kilogram tersebut, merupakan harga tertinggi sepanjang sejarah di Bumoe Brueh Sigupai.

Harga tinggi tersebut bertahan hingga penghujung April, meskip u n awal tahun sempat terjadi turun drastis beberapa hari.

Namun, harga kembali naik dengan kisaran harga Rp 2.800 per kilogram.

Baca juga: Apkasindo Akan Berdemonstrasi Hari Ini Sikapi Dampak Larangan Ekspor Minyak Goreng dan CPO

Harga Anjlok

Harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Kabupaten Aceh Singkil, kembali anjlok.

Jika sebelumnya harga jual TBS sawit masih Rp 1.700/kg, di tingkat petani, kini jatuh ke kisaran Rp 1.400 per kilogram.

Jatuhnya harga TBS sawit di tingkat petani tersebut lantaran harga beli di pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) juga turun.

Harga di pabrik dari sebelumnya di atas Rp 2.000 per kilogram, kini menjadi di bawah Rp 2.000 per kilogram.

"Harga sawit sekarang Rp 1.400 per kilogram, lantaran di pabrik turun," kata Anto, pengepul kelapa sawit di kawasan Gosong Telaga Barat, Singkil Utara, Minggu (15/5/2022).

Jatuhnya harga sawit dampaknya dirasakan masyarakat Aceh Singkil yang mayoritas menggantungkan hidup dari bertani sawit.

Dampak paling terasa tentu dialami para petani. Sebab harga pupuk tetap tinggi, kendati sawit telah turun drastis dari sebelumnya menyentuh Rp 3.000 per kilogram.

Selain petani, para pengepul juga merasakan dampak anjloknya harga TBS sawit. Terutama ketika turunnya cukup besar.

Baca juga: 146 Petani Sawit Demo di Kawasan Patung Kuda Minta Larangan Ekspor CPO Dicabut

Sebab pengepul akan menanggung kerugian dari selisih biaya pembelian dengan penjualan.

Belum lagi ditambah biaya angkut. Apalagi di pabrik terjadi antrean panjang.

Petani kelapa sawit berharap, agar harga kembali ke kisaran Rp 2.000 per kilogram, sehingga bisa menutupi biaya pupuk dan perawatan kebun yang cukup tinggi.

Lebih 70 persen penduduk Aceh Singkil menggantungkan hidup dari berkebun sawit.

Mulai dari pemilik kebun, pemanen, pemupuk, pengepul, hingga pemilik angkutan.

Sehingga anjloknya harga sawit langsung berdampak pada gairah perekonomian masyarakat.

Kondisi sangat terasa seperti sepinya pasar dan warung kopi.

Larangan Ekspor CPO

Pemerintah mulai Kamis (28/2/2022) menetapkan kebijakan pelarangan ekspor produk turunan sawit yakni CPO, RPO, POME, RBD Palm Olein, dan Used Cooking Oil.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Pemerintah siap menindak  tegas pihak-pihak yang melanggar aturan tersebut.

Menurutnya, hal itu untuk menunjukkan komitmen kuat Pemerintah dalam memprioritaskan masyarakat demi tercapainya harga minyak goreng curah sebesar Rp14 ribu per liter di seluruh wilayah Indonesia.

“Pelarangan ekspor sementara minyak goreng ini merupakan komitmen kuat Pemerintah untuk memprioritaskan masyarakat. Oleh sebab itu setiap pelanggaran yang terjadi akan ditindak dengan tegas,” ungkap Airlangga dikutip dalam keterangannya, Kamis (28/4/2022).

“Pemerintah akan tegas menindak siapa saja yang melanggar keputusan tersebut,” sambungnya.

Menko Airlangga melanjutkan, sesuai dengan arahan Presiden dan memperhatikan pandangan dan tanggapan dari masyarakat, agar tidak menjadi perbedaan interpretasi maka kebijakan pelarangan ekspor didetailkan berlaku untuk semua produk CPO, RPO, POME, RBD Palm Olein, dan Used Cooking Oil.

Larangan ini sampai tercapainya harga minyak goreng curah sebesar Rp14 ribu per liter di pasar tradisional dan mekanisme pelarangannya disusun secara sederhana.

Kebijakan pelarangan ekspor ini berlaku mulai 28 April 2022 pukul 00.00 WIB dengan jangka waktu pelarangan adalah sampai dengan tersedianya minyak goreng curah di masyarakat dengan harga Rp14 per liter yang merata di seluruh wilayah Indonesia.

“Kebijakan ini diberlakukan untuk memastikan bahwa produk CPO dapat didedikasikan seluruhnya untuk ketersediaan minyak goreng curah dengan harga Rp14 ribu per liter terutama di pasar-pasar tradisional dan untuk UMK,” ujar Menko Airlangga.

Kebijakan larangan ekspor tersebut diatur dengan Peraturan Menteri Perdagangan.

Menko Airlangga mengatakan, Direktorat Jendral Bea Cukai dan Satgas Pangan akan menerapkan pengawasan yang ketat dalam pelaksanaan kebijakan ini.

Pengawasan akan dilakukan secara terus-menerus termasuk dalam masa libur Idulfitri.

“Evaluasi akan dilakukan secara terus-menerus atas kebijakan pelarangan ekspor ini. Setiap pelanggaran akan ditindak tegas sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” tegas Menko Airlangga. (Serambinews.com/Tribunnews.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas