Luhut Ditunjuk Tangani Minyak Goreng, Komisi VI DPR: Preseden Buruk Tata Kelola Pemerintahan
Amin Ak menilai penunjukan Luhut Binsar Pandjaitan menangani persoalan minyak goreng, tanda buruknya tata kelola pemerintahan Jokowi
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR Amin Ak menilai penunjukan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menangani persoalan minyak goreng, tanda buruknya tata kelola pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Berdasarkan Tupoksinya, kata Amin, persoalan minyak goreng menjadi urusan Menko Perekonomian, baik hal itu dilihat dari sudut pandang masalah hulu berupa CPO maupun hilirnya berupa minyak goreng.
“Apakah Jokowi tidak percaya dengan Airlangga Hartarto yang menjadi Menkonya, atau Airlangga Hartarto dianggap gagal? Ini menjadi tanda tanya besar di masyarakat," kata Amin, Kamis (26/5/2022).
Baca juga: Ekonom: Kenapa Luhut? Kalau Mendag Tak Mampu, Kenapa Tidak Diganti
Menurut Amin, di sisi hilir untuk industri minyak goreng menjadi tanggung jawab Kementerian Perindustrian, sedangkan urusan distribusi dan perdagangan minyak goreng baik untuk pasar dalam negeri maupun ekspor menjadi domain Kementerian Perdagangan.
Sementara itu sisi hulu (produksi CPO) kementerian yang mengurusi adalah Kementerian Pertanian.
Amin menyebut, ketiga kementerian tersebut berada dilingkup Kemenko Perekonomian, bukan Kemenko Marves.
“Tata kelola pemerintahan menjadi keluar dari tupoksinya justru karena kebijakan presiden sendiri. Ini akan menjadi preseden buruk bagi tata kelola pemerintahan ke depan. Kesannya jadi suka-suka," ujar Amin.
Baca juga: Harga Minyak Goreng Hari Ini 26 Mei 2022 di Alfamart dan Indomaret: SunCo, Bimoli, Tropical, Sovia
Selain melanggar Tupoksi, Amin melihat penunjukkan Luhut menyiratkan dua kemungkinan, yakni adanya kondisi kegawatan yang sudah tidak bisa ditangani secara biasa oleh pemerintah khususnya dua menteri terkait, atau kemungkinan kedua, Jokowi menyerah dan tidak mampu menyelesaikan masalah ini.
“Bagaimana pun Presiden punya semua instrumen untuk bisa menyelesaikan masalah ini. Baik instrumen hukum, ekonomi, maupun politik, mengapa instrumen yang ada tidak digunakan?" katanya.