Sri Lanka Borong 90.000 Ton Minyak Rusia Demi Hidupkan Kilang Ceylon Petroleum
Krisis bahan bakar yang berkepanjangan membuat pemerintah Sri Lanka berinisiatif untuk melakukan impor minyak dari Rusia sebanyak 90.000 ton.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, KOLOMBO – Krisis bahan bakar yang berkepanjangan membuat pemerintah Sri Lanka berinisiatif untuk melakukan impor minyak dari Rusia sebanyak 90.000 ton.
Menteri Tenaga dan Energi Kanchana Wijesekera, mengatakan impor tersebut dimaksudkan untuk mengisi pasokan kilang minyak Ceylon Petroleum Corporation (CPC) yang telah ditutup pada Maret lalu, akibat adanya krisis valuta hingga membuat pemerintah tidak dapat mendanai kegiatan impor minyak mentah.
Dilansir dari Aljazeera, Sri Lanka akan membeli 90.000 ton minyak mentah Rusia dengan harga 72,6 juta dolar AS. Impor ini dilakukan pemerintah Sri Lanka atas bantuan perusahaan Coral Energy yang berbasis di Dubai.
Baca juga: Inflasi Sri Lanka Bisa Tembus 40 Persen, Pemerintah Siap Pangkas Pengeluaran di Semua Sektor
“Saya telah menjangkau beberapa negara, termasuk Rusia, untuk mendukung impor minyak mentah dan produk minyak lainnya,” kata Wijesekera.
Wijesekera menambah dengan melakukan impor tersebut, kini 21 juta warga Sri Lanka dapat kembali menikmati bahan bakar solar dan bensin, setelah enam bulan kilang minyak di Sri Lanka kering akibat mandeknya kegiatan impor energi.
Hal ini bahkan mendorong lonjakan harga bahan bakar ke level tertinggi, dimana harga solar telah meningkat sebanyak 230 persen, sementara bensin naik 137 persen.
Selain melakukan impor minyak mentah, Kolombo juga akan mulai mengatur impor pasokan energi lainnya seperti batu bara, solar dan bensin dari Rusia. Meski saat ini sejumlah bank di Rusia tengah dihantam sanksi pembekuan oleh AS. Namun hal tersebut tak menyurutkan niat Sri Lanka untuk melakukan transaksi jual beli energi.
Baca juga: Dihajar Inflasi Tinggi, Sri Lanka Nekat Naikkan Harga BBM ke Rekor Tertinggi
"Saya mengajukan permintaan resmi kepada duta besar Rusia. Minyak mentah saja tidak akan memenuhi kebutuhan kami, kami membutuhkan produk [minyak bumi] olahan lainnya juga.” kata Wijesekera kepada wartawan.
Untuk memborong selusin pengiriman bahan bakar pada Juni mendatang, Wijesekera memperkirakan Sri Lanka membutuhkan suntikan dana sebesar 568 juta dolar AS. Meski guncangan inflasi di negaranya belum mereda. Namun Wijesekera yakin Sri Lanka mampu melakukan impor minyak tambahan untuk memasok kebutuhan bahan bakar di bulan selanjutnya.
Optimisme tersebut nampak, setelah IMF mengatakan komitmennya untuk membantu Sri Lanka mengatasi krisis inflasi tanpa harus menambah utang negara yang saat ini telah tembus sebanyak 51 miliar dolar AS.