Presiden Jokowi: Invasi Rusia ke Ukraina Antarkan Ekonomi Indonesia ke Posisi Berbahaya
Memanasnya konflik Rusia dengan Ukraina menempatkan perekonomian Indonesia dan sejumlah negara berkembang dalam zona bahaya.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Memanasnya konflik Rusia dengan Ukraina menempatkan perekonomian Indonesia dan sejumlah negara berkembang dalam zona bahaya.
Indikatornya, berbagai harga pangan dan energi di pasar global kini melonjak tinggi. Kondisi tersebut tentunya dapat menjadi tantangan terberat bagi Indonesia.
“Hal terpenting yang saya khawatirkan adalah harga makanan. Jadi, kami ingin perang di Ukraina dihentikan, diselesaikan dengan negosiasi sehingga kami dapat berkonsentrasi pada ekonomi,” kata Presiden Joko Widodo dalam wawancara eksklusif di kota Serang, Banten.
Kekhawatiran tersebut tak hanya dirasakan Indonesia saja namun hampir seluruh negara di berbagai belahan dunia, hingga membuat Presiden RI Jokowi dikabarkan tengah berencana mengadakan pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada 30 Juni mendatang, untuk membahas permasalahan krisis pangan, dikutip dari Kantor berita Rusia, Tass.
Kunjungan ini nantinya akan dilakukan Jokowi setelah pihaknya menghadiri pertemuan Kelompok G-7 yang berisikan negara-negara ekonomi maju, di Jerman pada 26 sampai 28 Juni 2022.
“Setelah G-7, saya akan mengunjungi beberapa negara yang terkait masalah pangan,” tegas Jokowi kepada CNBC Internasional.
Meskipun sejumlah negara telah melayangkan sanksi ke Rusia, hingga kini Indonesia masih memegang teguh untuk terus bersikap netral.
Baca juga: Inflasi Harga Pangan di Inggris Diperkirakan Bakal Naik hingga 15 Persen
Bahkan pada April lalu ketika Zelensky meminta bantuan Indonesia untuk mengirimkan senjata, Jokowi dengan tegas menolak permintaan tersebut dengan menawarkan bantuan kemanusiaan sebagai gantinya.
Langkah ini diambil untuk mencegah terjadinya perpecahan konflik yang makin parah, yang dikhawatirkan dapat memperburuk krisis pangan dunia.
Baca juga: Imbas Invasi Rusia, Sektor Pertanian Ukraina Merugi Hingga 4,3 Miliar Dolar AS
Ini mengingat Rusia dan Ukraina sendiri merupakan pemasok pangan dengan komoditas gandum dan biji – bijian terbesar di dunia.
Bahkan Program Pangan Dunia PBB mencatat 323 juta orang di tahun ini tegah menghadapi kerawanan pangan parah, sebagai akibat dari melonjaknya berbagai bahan pangan imbas dari perang di Ukraina.
Perdagangan RI-AS
Di tengah panasnya konflik akibat invasi Rusia ke Ukraina, Indonesia kini tengah dalam pusaran pergolakan geopolitik antara AS dan China.
Selama beberapa bulan terakhir AS dan China tengah menghadapi perang dingin dalam memperebutkan kawasan strategis di Indo-Pasifik.
Baca juga: Pasokan Gas dari Rusia Berkurang, Jerman Beralih ke Batu Bara
Menanggapi hal tersebut Jokowi memilih untuk netral dan tetap menjalin kerjasama perdagangan dengan keduanya.
“Kita ingin kawasan ini damai sehingga kita bisa membangun negara kita dan memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Rivalitas, apalagi perang, tidak akan bermanfaat bagi negara manapun.” tegas Jokowi dalam menanggapi persaingan AS dan China.
Baca juga: AS akan Bangun Silo di Perbatasan Ukraina untuk Bantu Ekspor Hasil Pertanian
Departemen Luar Negeri Indonesia mencatat, sejauh ini perdagangan barang bilateral AS dengan Indonesia di 2021 telah mencapai 37 miliar dolar AS dan perdagangan jasa mencapai 2,4 miliar dolar AS pada tahun 2020 lalu.
Sementara total mitra dagang Indonesia dengan China di tahun 2021 telah tembus hingga 124,34 miliar dolar AS.
Hubungan RI dengan Australia
Hal inilah yang membuat Jokowi memilih sikap netral ditengah gejolak geopolitik antara AS dan China. Begitupun dengan Australia, dimana Jokowi membantah adanya kerenggangan hubungan Indonesia dengan Australia.
Karena pembentukan AUKUS, pakta keamanan baru yang dibuat Amerika Serikat (AS), Australia, dan Inggris untuk membangun sebuah pusat pengembangan kapal selam bertenaga nuklir.
Meski pembuatan pakta ini membuat cemas Indonesia, namun Jokowi terus mendorong Australia dan pihak-pihak terkait lainnya untuk tetap mengedepankan dialog dalam menyelesaikan perbedaan secara damai.
“Kami berdua ingin hubungan kami menjadi lebih baik, lebih dekat dan lebih konkret dalam investasi dan perdagangan. Karena sekarang kita sudah ada Indonesia Australia CEPA, jadi ini tujuan kita bersama, terbuka agar barang dari Australia bisa masuk ke Indonesia, barang dari Indonesia bisa masuk ke Australia,” ujar Jokowi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.