Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pengamat: Perlu Komitmen Politik Selamatkan Tanah Demi Ketahanan Pangan

Berdasarkan data, 95 persen makanan yang dikonsumsi berasal dari tanah karena tanah merupakan dasar dari ekosistem darat.

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Pengamat: Perlu Komitmen Politik Selamatkan Tanah Demi Ketahanan Pangan
SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ
Prajurit TNI Angkatan Laut membawa pohon tabebuya untuk ditanam di Lapangan Ambalat Koarmada II, Kota Surabaya, Jawa Timur. Kepunahan tanah menjadi isu sentral karena dapat menyebabkan perubahan iklim serta mengganggu produktivitas pangan. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Hukum dan Regulasi Melli Nuraini Darsa mengatakan Indonesia perlu perkuat komitmen politik untuk menghadapi ancaman kepunahan tanah.

Menurutnya, kepunahan tanah menjadi isu sentral karena dapat menyebabkan perubahan iklim serta mengganggu produktivitas pangan.

“Seperti halnya soal emisi karbon, banyak hasil penelitian telah menunjukan degradasi tanah dan resiko kepunahan tanah adalah bom waktu, dikaitkan dengan perubahan iklim yang dampaknya bisa menguncang pasokan pangan dunia,” jelas Melli yang juga duduk sebagai Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri (KADIN), Selasa (21/6/2022).

Baca juga: Inflasi Juni Diprediksi Naik, Empat Komoditi Pangan Ini Jadi Pemicunya

Berdasarkan data, 95 persen makanan yang dikonsumsi berasal dari tanah karena tanah merupakan dasar dari ekosistem darat.

Menurut UN Food & Agriculture Organisation, saat ini tanah telah terdegradasi sebesar 52 persen

Melli lebih lanjut menjelaskan bahwa tanah adalah elemen yang hidup, dimana tanah terdiri dari jutaan jasad renik yang hidup di setiap jengkalnya.

Berita Rekomendasi

“Diperkirakan bahwa tanah di bumi hanya mampu bertahan hingga 60 tahun kedepan. Penipisan tanah yang terjadi, akan berpengaruh pada penurunan nutrisi pada makanan yang dikonsumsi. Ini sudah terjadi di banyak negara,” katanya.

“Apalagi kita tau saat ini di Eropa sedang terjadi ketegangan antara Ukraina dan Rusia yang sedikit banyak telah mempengaruhi pasokanndan harga gandum hingga ke Indonesia,” sambung dia.

Melli juga mengatakan bahwa untuk menghadapinya, swasembada pangan sangat penting untuk diupayakan.

Namun swasembada tidak akan terjadi jika produksi tanaman menjadi tidak maksimal akibat kondisi tanah di negara tersebut tidak subur.

“Percuma saja kita bicara tentang Indonesia menjadi ekonomi terbesar ke-5 di tahun 2045, jika masalah kepunahan tanah tidak kita perhatikan sebagai suatu urgensi,” kata Melli.

Gerakan Selamatkan Tanah

Di tahun 2022 muncul gerakan “Save Soil” yang diinisiasi seorang yogi dan humaterian, berusia 65 tahun bernama Sadhguru Jaggi Vasudev, yang juga pendiri Yayasan Isha.

Dia berhasil mengangkat masalah tanah menjadi perhatian sejumlah pemimpin negara-negara di dunia melalui Gerakan Selamatkan Tanah (Save Soil).

Baca juga: Inflasi Juni Diprediksi Naik, Empat Komoditi Pangan Ini Jadi Pemicunya

Gerakan ini merupakan bagian dari Gerakan Planet Sadar (Conscious Planet).

Demi menggalang perhatian dan dukungan untuk gerakan Selamatkan Tanah, Sadhguru sejak 21 Maret 2022 lalu, melakukan perjalanan dari London hingga Timur Tengah sejauh 30.000 KM selama 100 hari menggunakan sepeda motor.

Sampai dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia di tanggal 5 Juni lalu, gerakan Selamatkan Tanah telah mendapat dukungan resmi dari 74 negara dan 2,5 miliar orang.

Dukungan tersebut diterjemahkan ke dalam sebuah komitmen sosial dan komitmen politik untuk berkomitmen melakukan upaya nyata memulihkan dan meremajakan bumi khususnya tanah dari kepunahan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas