Kurangi Efek Gas Rumah Kaca, BKI Dukung Penerapan Pajak Karbon
PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) mendukung penerapan pajak karbon untuk mengurangi efek gas rumah kaca secara nasional dan global.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) mendukung penerapan pajak karbon untuk mengurangi efek gas rumah kaca secara nasional dan global.
Direktur Utama BKI Rudiyanto mengatakan, BKI menyambut baik pihak-pihak yang terus mendukung penerapan dekarbonisasi, di mana salah satu unsur terpenting yaitu pajak karbon.
"Ini sejalan dengan tekad kami di BKI selaku Ketua IDSurvey bersama tujuh BUMN lain untuk melakukan pilot project dekarbonisasi di kalangan BUMN," ujar Rudiyanto dalam keterangannya, Rabu (22/6/2022).
Baca juga: Menko Airlangga: Pajak Karbon Instrumen Pengendali Perubahan Iklim
Pelaksanaan pajak karbon merupakan bagian dari implementasi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 yang mengatur Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Undang-undang ini akan menjadi landasan bagi penerapan pajak karbon di Indonesia sebagai aturan turunan UU HPP.
Pajak karbon nantinya diterapkan mulai Juli 2022 dan pertama kali pada sektor ketenagalistrikan.
Menurutnya, pembahasan tentang pajak karbon menjadi semakin penting agar pelaksanaan dekarbonisasi di Indonesia bisa segera berjalan secara aktif.
“Pembahasan itu amat penting bagi BKI selaku Ketua IDSurvey bersama ke tujuh BUMN lain yang saat ini sedang melaksanakan pilot project dekarbonisasi,” papar Rudiyanto.
Baca juga: Mengenal Efek Rumah Kaca, Simak Juga Penjelasan soal Pemanasan Global
IDSurvey yang diwakili oleh BKI bersama tujuh BUMN telah menandatangani Memorandum of Understanding Dekarbonisasi di kalangan BUMN.
Tujuh BUMN lain tersebut yakni, Pertamina, PLN, Pupuk Indonesia, PTPN, Semen Indonesia, Perhutani, dan MIND ID.
Dekarbonisasi di kalangan BUMN akan menjadi bagian dari perusahaan, lembaga dan pihak lain yang secara bersama mencapai target nasional mengurangi efek GRK secara nasional sebesar 29 persen pada 2030, dan zero emission pada 2060.
“Ini harus menjadi tekad bersama demi mencapai ruang hidup yang berkualitas karena Indonesia adalah salah-satu pasar karbon terpenting di dunia,” tutur Rudiyanto.