Harga Minyak Mentah Turun, Investor Was-was Suku Bunga Fed Merusak Permintaan
Harga minyak mentah turun hampir 2 dolar AS per barel pada Kamis (23/6/2022) kemarin
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK – Harga minyak mentah turun hampir 2 dolar AS per barel pada Kamis (23/6/2022) kemarin setelah muncul pernyataan lain dari Ketua Federal Reserve Jerome Powell yang membuat pasar khawatir atas naiknya suku bunga AS.
Dilansir dari Reuters, Jumat (24/6/2022) minyak mentah berjangka Brent bertengger di 110,05 dolar AS per barel, jatuh 1,69 dolar AS atau 1,5 persen.
Sedangkan, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS menetap di 104,27 dolar AS per barel, turun 1,92 dolar AS, atau 1,8 persen.
Powell mengatakan fokus The Fed untuk membatasi inflasi adalah "tanpa syarat" dan pasar tenaga kerja yang kuat secara tidak berkelanjutan, akan memicu kekhawatiran kenaikan suku bunga lebih lanjut.
Investor telah mengupas posisi dalam aset berisiko karena mereka menilai bank sentral yang melawan inflasi dapat mendorong ekonomi dunia ke dalam resesi dengan suku bunga yang lebih tinggi.
"Jika AS, dan seluruh dunia mengalami resesi, Anda dapat memengaruhi permintaan secara signifikan," kata konsultan minyak Houston Andrew Lipow.
Baca juga: Awal Pekan, Harga Minyak Mentah Menguat Tipis
Direktur energi berjangka di Mizuho New York, Robert Yawger mengatakan, harga bahan bakar yang tinggi dapat mulai memperlambat permintaan.
Perkiraan terbaru oleh American Petroleum Institute menunjukkan persediaan minyak mentah dan bensin AS yang naik minggu lalu juga akan membebani harga.
Baca juga: Jual Minyak Mentah ke Negara Sahabat, Rusia Siapkan Harga Khusus
Sementara itu, OPEC dan negara-negara produsen minyak lain termasuk Rusia kemungkinan akan tetap pada rencana untuk mempercepat peningkatan produksi minyak pada Agustus dengan harapan mengurangi harga minyak mentah dan inflasi.
Kelompok yang dikenal sebagai OPEC+ sepakat pada pertemuan terakhirnya untuk meningkatkan produksi minyak sebesar 648.000 barel per hari pada Juli, atau 7 persen dari permintaan global, dan dengan jumlah yang sama pada Agustus, naik dari rencana awal untuk menambah 432.000 barel per hari selama tiga bulan hingga September.