Marak Praktik Cross-border Selling, Penjualan Lintas Negara di E-Commerce Asing Harus Diatur
Praktik cross-border di e-commerce dinilai dapat membunuh bisnis UMKM lokal karena para peritel asing menjual produk dengan harga yang sangat murah.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Praktik cross-border selling atau penjualan lintas negara di platform e-commerce dinilai bisa membunuh produk-produk dari para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal.
Karena itu, rencana pemerintah untuk membatasi praktik cross-border selling mendapat dukungan dari berbagai pihak, terutama pelaku UMKM.
Praktik cross-border di e-commerce dinilai dapat membunuh bisnis UMKM lokal karena para peritel asing menjual produk dengan harga yang sangat murah.
Sebaliknya, UMKM dalam negeri belum mampu bersaing dengan produk-produk luar negeri tersebut.
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Nining Indroyono Soesilo menyambut baik rencana pemerintah membatasi penjualan produk dari luar negeri yang difasilitasi e-commerce asing.
“Kebijakan tersebut akan sangat baik bagi pelaku UMKM lokal dalam mengembangkan usaha dan meningkatkan penjualan,” kata Nining dalam keterangannya, Rabu (29/6/2022).
Selain itu, selama ini transaksi dalam platform cross-border juga tidak berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi Indonesia sehingga pemerintah tidak mendapatkan benefit dari transaksi tersebut. Bahkan negara juga dirugikan karena tidak dapat memungut pajak.
Baca juga: Gambaran Nilai Ekonomi Digital Indonesia di 2030, Sektor E-Commerce Bisa Tembus Rp1.908 Triliun
Menurut Nining, selain membatasi praktik cross-border selling, secara pararel pemerintah juga perlu mendukung pelaku UMKM dalam meningkatkan kemampuannya.
“Untuk bisa bersaing, UMKM harus bisa naik kelas dulu dan hal itu dibutuhkan proses investasi dan tahapan pembelajaran, mulai dari yang paling dasar sampai mereka expert. Jika hal itu dilakukan, usaha mereka akan terus berkembang sekaligus berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,” katanya.
Baca juga: Indef Soal Pengetatan Produk Impor di E-Commerce, Porsi Produk Luar Negeri Sedikit
Nining mengakui jika kebijakan pembatasan dilakukan guna menangkis praktik cross-border selling akan berdampak pada konsumen. Dimana, konsumen akan sulit mendapatkan harga yang lebih murah.
“Selama ini konsumen mendapatkan harga yang lebih murah dari adanya praktik cross-border selling di e-commerce asing. Tentu mereka akan merasa dirugikan jika ada pembatasan oleh pemerintah. Karena itulah, penting sekali adanya edukasi dan kampanye kepada konsumen untuk mencintai produk-produk dalam negeri, khususnya produk dari UMKM. Dan fokus pada kualitas produk,” imbuhnya.
Harga Murah karena Subsidi
Cross-border selling sangat merugikan UMKM yang harus bersaing dengan peritel asing yang memproduksi barang sendiri sehingga harganya sangat murah, bahkan bisa dikatakan tidak masuk akal. Apalagi produk-produk cross-border juga tidak melewati perpajakan yang seharusnya.
Alhasil, dampak lain dari praktik cross-border selling adalah adanya kerugian negara. Sebab penjualan barang lintas negara melalui e-Commerce asing, sangat memungkinkan terjadinya tindakan splitting atau memecah transaksi pembelian barang impor agar bebas bea masuk.
Baca juga: Transaksi di E-Commerce Kena Bea Meterai untuk Nilai di Atas Rp 5 Juta
Sementara pada e-Commerce domestik, tidak ada tindakan splitting. Artinya impor barang dilakukan melalui bea dan cukai dan seluruh penjual berasal dari dalam negeri sehingga memberikan kontribusi bagi pendapatan negara.
Tak hanya itu, peritel asing di luar negeri juga menggunakan dumping, yaitu praktik pelaku usaha untuk memproduksi barang dengan biaya semurah mungkin dan kualitas yang rendah dan mengirimkannya ke negara lain.
Murahnya harga produk dari luar negeri juga dikarenakan adanya subsidi dari pemerintah negeri asal produk itu. Seperti yang dilakukan oleh pemerintah China. Sejak adanya pandemi Covid-19, eksportir di China bisa menikmati peningkatan potongan pajak untuk 1.464 produk.
Langkah pemerintah China tersebut bertujuan untuk mengurangi kewajiban pajak dan bea bagi perusahaan yang beroperasi di sektor perdagangan dengan harapan dapat menurunkan biaya operasional dan mengurangi tekanan pada arus kas mereka. Karena itulah, produk-produk dari China menjadi sangat murah saat dijual ke Indonesia melalui platform e-Commerce.