Inflasi 2022 Diprediksi Melesat Hingga 4,5 Persen, Ekonom Beberkan Dampak dan Solusi Untuk Menangkal
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan laju inflasi sepanjang tahun ini dapat mencapai 4,5 persen (year on year/yoy).
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan laju inflasi sepanjang tahun ini dapat mencapai 4,5 persen (year on year/yoy).
"Inflasi mengalami tekanan 3,5 persen sampai 4,5 persen," kata Sri Mulyani Indrawati saat rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Jakarta, Jumat (1/7/2022).
Adanya perihal tersebut, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira langsung memberikan komentar.
Baca juga: Inflasi Tahun Ini Akan Lebih Tinggi dari Target Bank Indonesia, Sri Mulyani Sebut 4,5 Persen
Dirinya melihat sudah mulai ada tanda-tanda inflasi mengarah ke stagflasi.
Sebagai informasi, seperti dilansir Kompas, stagflasi adalah kondisi ekonomi yang ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi yang melemah dan angka pengangguran yang tinggi.
Kondisi ini biasanya diikuti dengan kenaikan harga-harga atau inflasi.
Stagflasi juga bisa didefinisikan sebagai kondisi pada sebuah periode inflasi yang dikombinasikan dengan penurunan Produk Domestik Bruto (PDB).
"Kenaikan inflasi yang tinggi bulan Juni misalnya bersifat abnormal, karena secara musiman paska lebaran idealnya inflasi mulai menurun akibat normalisasi harga pangan," papar Bhima kepada Tribunnews, Jumat (1/7/2022).
"Inflasi yang tidak wajar pertanda adanya sinyal Stagflasi yakni kondisi kenaikan inflasi tidak dibarengi dengan naiknya kesempatan kerja," sambungnya.
Bhima kembali melanjutkan, masih ada 11,5 juta orang tenaga kerja yang terdampak pandemi, diantaranya korban PHK dan masih alami pengurangan jam kerja.
Tekanan inflasi beberapa bulan ke depan diperkirakan berlanjut sehingga inflasi hingga akhir tahun dapan mencapai 4,5 persen hingga 5 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Baca juga: BPS Beri Sinyal Inflasi Juli Bakal Terdongkrak Imbas Kenaikan Tarif Listrik
Risiko terbesar adalah imported inflation yakni pelemahan kurs yang membuat harga berbagai barang didalam negeri meningkat.
Maka dari itu, lanjut Bhima, sudah waktunya Pemerintah lebih serius soal pangan.
Pemerintah juga harusnya menambah alokasi subsidi pupuk, karena biaya produksi pangan naik akibat harga pupuk mahal.
Kemudian, pemangkasan rantai distribusi bahan pangan juga wajib dilakukan. Karena terlalu panjang, sehingga kenaikan harga pangan tidak menguntungkan petani. Tetapi malah menguntungkan spekulan atau pedagang besar.
"Pemerintah juga harus memperkuat jaring pengaman sosial khususnya bantuan selama pandemi harus dilanjutkan agar 40 persen kelompok paling bawah bisa terlindungi dari stagflasi," ungkap Bhima
"Pemerintah juga perlu naikkan serapan kerja di sektor industri manufaktur maupun UMKM dengan bauran kebijakan," pungkasnya.