Jika Amerika Serikat Mengalami Resesi, Ini Empat Dampak Terhadap Indonesia
Direktur CELIOS Bhima Yudhistira mengungkapkan dampak ekonomi terhadap Indonesia, jika Amerika Serikat mengalami resesi.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengungkapkan dampak ekonomi terhadap Indonesia, jika Amerika Serikat mengalami resesi.
Ekonomi AS berpotensi mengalami resesi. Mengacu pada Federal Reserve AS atau The Fed menaikkan suku bunga 75 basis poin untuk menekan lonjakan inflasi. Bhima memaparkan sejumlah dampak resesi AS terhadap Indonesia.
Pertama, keluarnya modal asing dipasar surat utang karena spread antara Yield SBN dan Yield Treasury di tenor yang sama semakin menyempit. Investor asing cenderung mengalihkan dana ke aset yang aman, memicu capital outflow di emerging market.
Baca juga: Perekonomian Terguncang, Amerika Disebut Semakin Dekat Menuju Resesi
"Pelemahan nilai tukar rupiah hanya salah satu dampak turunan dari sinyal resesi AS," ujar Bhima saat dihubungi, Senin (4/7/2022).
Kedua, penyempitan likuiditas karena bank dalam posisi mengejar pertumbuhan kredit yang tinggi paska pandemi melandai tapi terhalang oleh kenaikan tingkat suku bunga baik di dalam negeri maupun global.
Perebutan dana antara pemerintah dan bank dalam menjaga tingkat pembiayaan defisit anggaran akan membuat dana deposan domestik berpindah ke Surat Berharga Negara (SBN).
"Crowding out sangat membahayakan kondisi likuiditas disektor keuangan," imbuh Bhima.
Ketiga, kenaikan suku bunga The Fed rentan diikuti kenaikan tingkat suku bunga di negara berkembang. Menurut Bhima, tidak semua konsumen dan pelaku usaha siap menghadapi kenaikan bunga pinjaman.
Imbasnya proyeksi permintaan konsumen rumah tangga bisa kembali menurun dan pelaku usaha akan terganggu rencana ekspansinya.
"Kredit perumahan dan kendaraan bermotor sangat sensitif terhadap kenaikan suku bunga," kata Bhima.
Baca juga: AS Terancam Resesi, Ini Jurus Menkeu Sri Mulyani Amankan Keuangan RI
Keempat, imported inflation akibat membengkaknya biaya impor bahan baku dan barang konsumsi. Situasi ini, ucap Bhima, dipicu pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Indeks dollar mengalami kenaikan 9.19 persen secara year-to-date menjadi ke level 105 per 2 Juli 2022.
"Beban biaya produksi terutama bagi perusahaan yang bahan bakunya bergantung pada impor dapat berisiko melemahkan PMI manufaktur," terang Bhima.
Sebelumnya, Departemen Perdagangan AS menunjukkan inflasi mungkin telah mencapai puncaknya, tekanan harga tetap cukup kuat untuk menjaga Federal Reserve pada jalur pengetatan kebijakan moneter yang agresif.
Bank sentral AS bulan ini telah menaikkan suku bunga.