Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pemerintah dan Bank Indonesia Diminta Jaga Inflasi Agar Rupiah Tak Semakin Terpuruk

BI diminta bersinergi untuk menjaga inflasi nasional tetap terkendali, sebagai upaya menjaga nilai tukar rupiah

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
zoom-in Pemerintah dan Bank Indonesia Diminta Jaga Inflasi Agar Rupiah Tak Semakin Terpuruk
KONTAN/Carolus Agus Waluyo
Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) diminta bersinergi untuk menjaga inflasi nasional tetap terkendali, sebagai upaya menjaga nilai tukar rupiah terdapat dolar AS tidak semakin terpuruk. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) diminta bersinergi untuk menjaga inflasi nasional tetap terkendali, sebagai upaya menjaga nilai tukar rupiah terdapat dolar AS tidak semakin terpuruk.

Analis Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto mengatakan, seharusnya secara fundamental ekonomi di dalam negeri, rupiah terapresiasi tetapi memang efek dari sentimen globalnya menyebabkan rupiah melemah.

"Pemerintah dan BI harus berusaha menjaga inflasi tetap terkendali," ucap Rully saat dihubungi, Rabu (6/7/2022).

Baca juga: Kurs Rupiah Pagi Ini Pecah Telur, Tembus Rp 15.000 Per Dolar AS

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahunan sebesar 4,35 persen (yoy) pada Juni 2022 atau sedikit lebih tinggi dari proyeksi empat persen plus minus satu persen, di mana realisasi ini merupakan tertinggi sejak Juni 2017.

Rully menjelaskan, tekanan rupiah yang mencapai Rp 15.000 per dolar AS pada hari ini, lebih banyak dipengaruhi sentimen eksternal.

"Lebih banyak tekanan berasal dari globalnya, karena flight to save haven assets, terutama dolar AS dan US treasuries," ujarnya.

Berita Rekomendasi

Pengamat: Ada 'Badai' Mengintai Ekonomi Indonesia

Nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat (AS) melemah di pasar spot pada Rabu (6/7/2022).

Melansir data Bloomberg pada pukul 12.58 Wib, rupiah terpantau berada di level Rp 15.020 per dolar AS.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kondisi rupiah perlu jadi perhatian karena pelemahan rupiah bisa memicu berbagai ekses negatif ke perekonomian.

“Ada perfect storm atau badai yang sempurna sedang mengintai ekonomi Indonesia,” ucap Bhima kepada Tribunnews, Rabu (6/7/2022).

Bhima melanjutkan, rupiah secara psikologis berisiko melemah ke Rp 15.500-Rp 16.000 dalam waktu dekat.

Tekanan akan terus berlanjut dan tergantung dari respons kebijakan moneter.

“Faktor pelemahan Rupiah yang berlanjut karena pasar keuangan masih dibayangi sentimen negatif. Investor terus mencermati risiko kenaikan Fed rate terhadap indonesia sehingga melakukan penjualan aset berisiko tinggi,” ungkap Bhima.

“Keluarnya dana asing juga dipicu data inflasi Juni yang cukup tinggi sejak 2017 menjadi kekhawatiran risiko stagflasi. Apalagi BI masih menahan suku bunga tentu risk-nya naik di market,” lanjutnya.

Dengan demikian, kondisi likuiditas didalam negeri bisa mengetat apabila pelemahan kurs terus terjadi. Karena pelemahan kurs menunjukkan adanya tekanan arus modal asing yang keluar.

Bhima juga mengatakan, pelemahan kurs dikhawatirkan memicu imported inflation atau kenaikan biaya impor terutama pangan.

Sejauh ini imported inflation belum dirasakan karena produsen masih menahan harga di tingkat konsumen. Tapi ketika beban biaya impor sudah naik signifikan akibat selisih kurs maka imbasnya ke konsumen juga.

“Cadangan devisa juga akan makin tertekan disaat arus modal keluar tinggi sekaligus kinerja ekspor komoditas mulai terkoreksi,” papar Bhima.

“Salah satu alasan pelemahan rupiah karena BI masih menahan suku bunga. Ditahannya suku bunga acuan membuat spread imbal hasil US Treasury dengan surat utang SBN semakin menyempit. Idealnya suku bunga sudah naik 50 basis poin sejak Fed lakukan kenaikan secara agresif,” pungkas Bhima.

Rupiah dan IHSG Siang Ini Jatuh, Rupiah Turun ke Posisi Terendah Sejak 4 Mei 2020

Kurs rupiah dan indeks harga saham gabungan (IHSG) hingga Rabu (6/7/2022) siang semakin tertekan.

Rupiah di pasar spot bertengger di posisi 15.022/dolar Amerika Serikat, turun dibanding posisi akhir Selasa (6/7/2022) kemarin yang Rp 14.994/dolar AS.

Ini adalah pelemahan terendah uang Garuda terhadap dolar AS sejak 2020 lalu.

Pada 4 Mei 2020, rupiah spot ditutup di posisi Rp 15.100 per dolar AS.

Dikutip dari Kontan.co.id, hingga perdagangan sesi I hari ini rupiah melemah 0,19 persen dibandingkan penutupan hari sebelumnya.

Pergerakan rupiah ini sejalan dengan mayoritas mata uang di kawasan Hingga pukul 12.00 WIB, peso Filipina yang anjlok 0,7 persen. Disusul, won Korea Selatan yang ambles 0,59 persen.

Selanjutnya, rupee India terdepresiasi 0,42 persen dan baht Thailand koreksi 0,21 persen . Lalu ringgit Malaysia terkikis 0,11 persen.

Kemudian ada dolar Hong Kong yang melemah tipis 0,01 persen terhadap the greenback pada siang ini.

Sementara itu, yen Jepang masih menjadi mata uang dengan penguatan terbesar di Asia setelah melesat 0,41 persen. Disusul, yuan China yang naik 0,17 persen.

Berikutnya, dolar Singapura yang menguat tipis 0,03 persen pada perdagangan tengah hari ini.

IHSG Melemah

Sementara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan sesi I, Rabu (6/7/2022) juga mengalami penurunan.

Melemahnya hampir semua indeks sektoral di Bursa Efek Indonesia (BEI) menyeret IHSG di zona merah.

Hingga Rabu siang pukul 11.30 WIB, IHSG turun 73,427 poin atau 1,10 persen ke 6.629,839.

Sektor Perindustrian yang anjlok 2,25 persen, menjadi sektor dengan pelemahan terdalam.

Selanjutnya, IDX Sektor Barang Baku turun 2,09 persen, IDX Sektor Energi yang melemah 1,8 persen , IDX Sektor Transportasi & Logistik koreksi 1,75 persen dan IDX Sektor Keuangan turun 0,92 persen.

Disusul, IDX Sektor Barang Konsumen Non-Primer melemah 0,66 persen, IDX Sektor Properti & Real Estate tertekan 0,46 persen, IDX Sektor Barang Konsumen Primer turun 0,37 persen, IDX Sektor Teknologi terdepresiasi 0,23 persen dan IDX Sektor Infrastruktur melemah 0,06 persen.

Sementara itu, IDX Sektor Kesehatan menjadi satu-satunya sektor yang menguat setelah naik 0,35 persen pada sesi pertama ini.

Total volume transaksi bursa mencapai 10,665 miliar saham dengan nilai transaksi Rp 6,126 triliun. Sebanyak 370 saham turun. Ada 153 saham naik harga dan 140 flat. (Anna Suci Perwitasari)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas