Inflasi AS Tembus 9,1 Persen, Analis: Bisa Menekan Rupiah
Analis Pasar Uang Ariston Tjendra menilai rekor baru inflasi Amerika Serikat (AS) di level 9,1 membuat mata uang rupiah semakin tertekan.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
Penurunan tersebut tidak terlepas dari indeks harga konsumen (IHK) AS yang mencatatkan inflasi sebesar 9,1 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada Juni kemarin.
Inflasi AS tersebut menjadi yang tertinggi dalam kurun waktu 40 tahun terakhir. Selain itu, realisasi itu juga lebih tinggi dari perkiraan pasar di angka 8,8 persen.
Selain itu, IHK inti Negeri Paman Sam pada Juni kemarin mencatatkan inflasi sebesar 5,9 persen. Ini juga lebih tinggi dari perkiraan pasar di angka 5,6 persen.
Realisasi inflasi inti yang lebih tinggi dari perkiraan pasar membuat investor khawatir terhadap kebijakan bank sentral AS, The Federal Reserve. Pasalnya, tingginya inflasi inti berpotensi membuat The Fed mengeluarkan kebijakan moneter yang lebih agresif.
Dilansir dari CNBC, Kamis (14/7/2022), pengumuman IHK juga membuat imbal hasil treasury AS tenor 2 tahun naik sembilan basis poin menjadi sekitar 3,138 persen. Sementara imbal hasil pada treasury tenor 10 tahun turun sekitar 4 basis poin menjadi 2,919.
Baca juga: Rupiah Pagi Terpantau Menguat Tipis ke Level Rp14.975
Ketika terjadi kurva imbal hasil inverting, yaitu ketika imbal hasil tenor lebih pendek lebih tinggi dari imbal hasil surat utang yang lebih panjang, maka itu tanda-tanda AS mengalami resesi semakin nyata.
Meskipun demikian, investor masih menanti pengumuman data pengangguran dan indeks harga produksi, untuk melihat lebih jelas kondisi perekonomian AS saat ini.(Kompas.com)