Menkeu AS Janet Yellen Sebut Utang China Jadi Penyebab Kebangkrutan Sri Lanka
China, yang menjadi kreditur penting bagi Sri Lanka, ikut bertanggung jawab terhadap kondisi perekenomian Sri Lanka
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, NUSA DUA - Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen mengatakan China, yang menjadi kreditur penting bagi Sri Lanka, ikut bertanggung jawab terhadap kondisi perekenomian Sri Lanka yang saat ini sedang bergejolak.
Yellen menyatakan dia akan mendesak anggota Group of Twenty (G20) untuk menekan China agar lebih kooperatif dalam upaya merestrukturisasi utang negara-negara yang mengalami kesulitan pembayaran, salah satunya Sri Lanka.
Sri Lanka berutang setidaknya 5 miliar dolar AS ke China, walaupun beberapa perkiraan menyebut utang negara ini ke China hampir dua kali lipat dari jumlah tersebut.
Baca juga: Indonesia Dinilai Tidak akan Mengalami Krisis Seperti Sri Lanka, Berikut Sejumlah Alasannya
Dana Moneter Internasional (IMF) mengungkapkan, Sri Lanka juga menerima dana pinjaman sebesar 3,8 miliar dolar AS dari India dan 3,5 miliar dolar AS dari Jepang.
“Sri Lanka jelas tidak mampu membayar utang itu, dan saya berharap China bersedia bekerja sama dengan Sri Lanka untuk merestrukturisasi utang itu,” kata Yellen dalam konferensi pers di sela-sela pertemuan menteri keuangan G20 di Bali, pada Kamis (14/7/2022).
Dilansir dari Reuters, Sri Lanka gagal membayar utang internasionalnya senilai 51 miliar dolar AS pada bulan Mei lalu, setelah bertahun-tahun mengajukan pinjaman besar-besaran. Pandemi Covid-19 ikut memperparah kondisi keuangan negara ini.
Baca juga: RI Perlu Ambil Pelajaran dari Bangkrutnya Sri Lanka, Analis Singgung Utang dan Inflasi, Masih Aman?
Perekonomian negara berpenduduk 22 juta jiwa ini mulai menunjukkan keretakan pada tahun 2019, setelah pemerintah Presiden Rajapaksa memotong pajak besar-besaran dan menguras pundi-pundi negara.
Pandemi Covid-19 kemudian menghancurkan industri pariwisata yang menguntungkan bagi Sri Lanka, dan kenaikan harga global telah membuat negara ini berjuang keras untuk memenuhi bahan bakar, obat-obatan dan makanan.
Yellen menyebut China ikut bertanggung jawab terhadap kebangkrutan Sri Lanka, karena Beijing dianggap gagal memberikan keringanan utang di bawah Kerangka Bersama yang diadopsi oleh anggota G20 dan kreditur resmi Paris Club pada Oktober 2020, untuk membantu negara-negara berpenghasilan rendah yang memiliki utang besar agar dapat bertahan dari pandemi Covid-19.
Zambia, Ethiopia, dan Chad telah mengajukan permohonan bantuan di bawah kerangka kerja tersebut. Namun upaya itu terhenti, yang sebagian besar terseret oleh China, yang sekarang menjadi kreditur berdaulat terbesar di dunia dan kreditur sektor swasta.
"Masih banyak yang harus dilakukan untuk membantu yang paling rentan, dan ini adalah pesan utama yang akan saya tekankan pada pertemuan G20 ini," kata Yellen kepada wartawan, mengutip kondisi ekonomi global yang memburuk sejak Rusia menginvasi Ukraina.
Menteri Keuangan AS ini juga mengatakan tujuannya menghadiri pertemuan ini adalah mendorong kreditur G20, termasuk China untuk menyelesaikan restrukturisasi utang bagi negara-negara yang kesulitan membayar utang.
"Tujuan utama dari perjalanan ini adalah untuk mendorong kreditur G20, termasuk China, untuk menyelesaikan restrukturisasi utang untuk negara-negara berkembang yang sekarang menghadapi kesulitan utang," katanya.
Selain itu, Yellen juga mengungkapkan AS akan memberikan hibah sebesar 70 juta dolar AS kepada IMF, yang diharapkan dapat membantu IMF untuk terus membuat pinjaman tanpa bunga bagi negara berpenghasilan rendah di dunia.