Naiknya Tarif Cukai Rokok Dinilai Akan Buat Produksi Petani Tembakau Menurun
Rektor Universitas Merdeka Dr. Sulistyawati menilai dengan naiknya tarif cukai rokok akan membuat produksi yang dihasilkan petani tembakau menurun.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Rektor Universitas Merdeka Pasuruan Dr. Sulistyawati menilai dengan naiknya tarif cukai rokok akan membuat produksi yang dihasilkan petani tembakau menurun.
Petani tembakau, menurut Sulistyawati, mau tidak mau menyesuaikan dengan perkembangan yang ada di Indonesia. Sedangkan di satu sisi ingin meningkatkan produksinya.
"Tapi di sisi lain mengingat produksi yang berkualitas tinggi itu (membutuhkan biaya) mahal, namun kadang hasil jualnya tidak sesuai. Hal itu membuat petani kurang semangat ngopeni (mengurus) tembakaunya, ujar Sulistyawati dalam keterangannya, Selasa (19/7/2022).
Baca juga: Pemerintah Dinilai Perlu Sosialisasi Konsep Pengurangan Bahaya Tembakau kepada Perokok Dewasa
Data Sulistyawati, lahan pertanian tembakau saat ini mencapai 101,8 ribu hektar, dengan jumlah pabrikan rokok sejumlah 254 pabrik.
Hal senada dikatakan Anggota Komisi XI Muhammad Misbakhun. Ia mengatakan, sebaiknya pemerintah mengurungkan niat untuk melanjutkan simplifikasi tersebut.
"(IHT) berkaitan erat dari sektor hulu ke hilir dan berdampak luas secara sosial di sentra-sentra tembakau. Menyerap 650 ribu pekerja IHT. Melibatkan jutaan pelaku usaha dan tenaga kerja di sektor distribusi dan retail," kata Misbakhun.
Menurut dia, para petani tembakau yang terdampak dari adanya kebijakan tersebut harus dilindungi hak konstitusionalnya dalam memproduksi tembakau yang berkualitas.
Dalam diskusi daring Catatan Kritis Cukai Hasil Tembakau dan Tantangan ke Depan yang digelar oleh Universitas Merdeka Pasuruan, Ketua Gabungan Pabrik Rokok (Gapero) Surabaya Sulami Bahar juga turut menyuarakan kalkulasinya jika pemerintah tetap melakukan pembahasan soal simplifikasi tarif cukai rokok.
"Jika simplifikasi terus dilakukan, maka yang akan terjadi adalah akan banyak pabrikan kecil yang gulung tikar dan berimbas pada tenaga kerja yang mau tidak mau akan kehilangan pekerjaannya," kata Sulami.
Ia menjelaskan, berdasarkan data dari INDEF pada 2018, sektor IHT dapat menyerap 6 juta orang tenaga kerja. Dari total itu, 2,9 juta pedagang eceran, 150 ribu buruh pabrik, 60 ribu karyawan pabrik, 1,6 juta petani cengkeh, dan 2,3 juta petani tembakau.
Kontribusi IHT terhadap penerimaan negara itu juga amat besar, karena sektor tersebut merupakan satu-satunya industri yang terintegrasi dari hulu sampai hilir.
Baca juga: Tembakau Tanaman Rentan Risiko, Pemerintah Siapkan Asuransi Bagi Petani
"Di 2022 kami memberikan (ditargetkan) berkontribusi Rp 188 triliun, luar biasa. Dan Jawa Timur dari Rp 188 triliun, sumbangannya Rp 101 triliun. Kontribusi terbesar itu disumbangkan dari Kabupaten Pasuruan," ujarnya.
Ia menyarankan agar pemerintah bisa mempertimbangkan untuk memberlakukan kenaikan cukai secara multi years, artinya kebijakan tarif cukai rokok ditetapkan untuk beberapa tahun mendatang, misalnya 3 sampai 5 tahun.
Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Pasuruan Hannan Budiharto mengakui bila tarif cukai IHT telah memberikan sumbangsih besar bagi perekonomian Indonesia.
"Bea cukai Pasuruan merupakan penyumbang penerimaan tertinggi secara nasional pada 2021. Tahun 2022 sampai akhir tahun kita sudah proyeksikan akan tercapai sebesar Rp 57 triliun," katanya.