Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Inflasi Meningkat, Pengangguran di Amerika Diprediksi Naik Hingga Dua Kali Lipat

Maximilianus Nico Demus mengatakan, penurunan ekonomi di Amerika Serikat berpotensi besar untuk terjadi, bahkan dalam kurun waktu 24 bulan mendatang

Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Inflasi Meningkat, Pengangguran di Amerika Diprediksi Naik Hingga Dua Kali Lipat
Getty Images via AFP/JUSTIN SULLIVAN
Orang-orang mengantre untuk menerima paket makanan selama pemberian makanan Bank Makanan Komunitas Alameda County di Acts Full Gospel Church pada 15 Juli 2022 di Oakland, California. Rekor inflasi yang tinggi memaksa banyak orang bergantung pada bank makanan untuk kebutuhan dasar karena harga bahan makanan terus meroket. Justin Sullivan/Getty Images/AFP (Photo by JUSTIN SULLIVAN / GETTY IMAGES NORTH AMERICA / Getty Images via AFP) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, penurunan ekonomi di Amerika Serikat (AS) berpotensi besar untuk terjadi, bahkan dalam kurun waktu 24 bulan mendatang. 

Hal ini dikarenakan peningkatan inflasi telah menjadi akar yang terus semakin kuat dan menyebar hampir di semua aspek. 

"Kemudian, tingkat pengangguran menurut kami akan mengalami kenaikan hingga 6 persen dari sebelumnya yang berada di 3,6 persen," ujar dia melalui risetnya, Senin (25/7/2022).

Baca juga: Inflasi Amerika Capai 9,1 Persen, Anggota Komisi XI DPR Minta Pemerintah Jaga Daya Beli Masyarakat

Menurut Nico, para pembuat kebijakan di Negeri Paman Sam saat ini tampaknya tidak bisa menahan lagi keputusannya, karena semua keputusan memang bermuara dengan menaikkan tingkat suku bunganya karena kalau tidak, ekspektasi inflasi akan meningkat. 

"Hanya saja, tinggal berapa besaran yang cocok dan sesuai dalam menaikkan tingkat suku bunga," katanya.

Adapun beberapa proyeksi mengatakan bahwa kenaikan inflasi yang akan terjadi akan mengurangi pertumbuhan ekonomi di Amerika sebesar 0,7 persen pada tahun depan, dan akan mendorong tingkat pengangguran naik menjadi 5 persen. 

BERITA REKOMENDASI

"Sementara itu, inflasi akan melambat hingga 2 persen pada tahun 2024 mendatang. Pertanyaannya adalah mungkinkah hal tersebut? Jawabannya tentu saja mungkin, dan ketika Amerika telah berada di dalam resesi, pertumbuhan ekonomi secara tahunan akan berkontraksi sebesar 1,6 persen pada kuartal pertama, dan akan turun lebih jauh pada kuartal kedua," tutur Nico.

Baca juga: Inflasi Sri Lanka Diprediksi Capai 70 Persen dalam Dua Bulan ke Depan

Tingginya Inflasi AS

Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen telah memperingatkan, laju inflasi Amerika Serikat saat ini masuk ke dalam kategori sangat tinggi.

Yellen mengatakan, prioritas utama Washington saat ini adalah menurunkan laju inflasi. Data yang dirilis Rabu (13/7) menunjukkan inflasi konsumen AS naik menjadi 9,1 persen. Ini menjadi kenaikan tertinggi sejak 1981.

“Kami pertama dan terutama mendukung upaya The Fed tentang apa yang mereka anggap perlu untuk mengendalikan inflasi,” kata Yellen pada konferensi pers di Bali.


“Di luar itu, kami mengambil langkah yang kami yakini akan mendukung untuk menurunkan inflasi, terutama apa yang akan kami lakukan pada harga energi dan cadangan minyak strategis,” imbuhnya.

Baca juga: Inflasi di Amerika Melonjak, Warga Rela Antre Bantuan Pangan, Generasi Milenial Disebut jadi Pemicu

Dikutip dari CNBC, Jumat (15/7/2022) Yellen menyatakan hampir setengah dari kenaikan harga yang mengakibatkan inflasi berasal dari biaya energi yang tinggi.

Ditanya apakah menurunkan inflasi lebih penting daripada risiko resesi yang disebabkan oleh suku bunga yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat, Yellen mengatakan dia percaya bahwa prioritas utama adalah menurunkan inflasi karena pasar tenaga kerja “saat ini sangat kuat”.

“Bagaimanapun, kenaikan suku bunga dapat memiliki efek limpahan ke ekonomi lain.” ungkap Yellen.

Di sisi lain, mata uang dolar AS yang kuat akan membuat mata uang lain relatif lebih lemah, tetapi juga dapat membuat ekspor mereka lebih murah dan lebih menarik.

“Di satu sisi bisa memperkuat kemampuan ekspor mereka yang bagus untuk pertumbuhan mereka. Di sisi lain, sejauh negara-negara memiliki utang dalam mata uang dolar, itu dapat memperparah masalah utang itu,” ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas