Cadangan Devisa Tipis, Sri Lanka Batasi Impor Bahan Bakar Selama 12 Bulan
Sri Lanka membatasi impor bahan bakar selama 12 bulan ke depan akibat kekurangan devisa
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Sanusi
Dilansir dari CNBC, Jumat (22/7/2022) inflasi makanan di Sri Lanka juga melonjak 58 persen tahun ke tahun di bulan Mei dibandingkan dengan 45,1 persen di bulan April.
Baca juga: Kelompok Hak Asasi Manusia Kecam Tindakan Kekerasan Militer Sri Lanka Terhadap Pengunjuk Rasa
“Sri Lanka telah memenuhi syarat untuk mendapatkan fasilitas dana yang diperpanjang oleh Dana Moneter Internasional sebesar 3 miliar dolar AS selama tiga tahun,” kata Weerasinghe.
Sebelumnya, Sri Lanka berada dalam pergolakan krisis ekonomi yang terburuk sejak kemerdekaan pada tahun 1948.
Akibat krisis ekonomi, Sri Lanka tidak dapat membayar utang luar negerinya, ditambah dengan krisis pasokan bahan bakar dan makanan semakin membuat kekacauan di negara itu.
Baca juga: Sri Lanka Melantik Dinesh Gunawardena sebagai Perdana Menteri Baru
“Begitu IMF mulai mengeluarkan uang di bawah apa yang akan menjadi program IMF ke-17 Sri Lanka, lembaga lain seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia akan menambah dana ini dengan tambahan 4 miliar dolar AS,” ungkap Weerasinghe.
Weerasinghe juga mengatakan bahwa krisis ekonomi saat ini adalah kesempatan bagi otoritas Sri Lanka untuk belajar dari kesalahan masa lalu dan tidak membalikkan reformasi begitu program IMF berakhir.
“Setelah program selesai, kami telah melihat pihak berwenang mundur dan membalikkan kebijakan yang baik,” katanya.
“Bagi saya, ini adalah kesempatan bagi pihak berwenang untuk belajar dan bergerak ke arah yang benar, bahkan di luar program IMF. Itulah kunci bagi kami untuk mengelola ekonomi ini secara berkelanjutan,” imbuhnya.
Mengakui bahwa penting untuk memiliki jaring pengaman sosial bagi masyarakat miskin, dia mengatakan bahwa akar penyebab krisis ekonomi saat ini terletak pada salah urus fiskal selama beberapa dekade.
“Pemerintah telah menjalankan defisit fiskal yang besar sekitar 8 hingga 9 persen dalam waktu yang lama. Sehingga kami memiliki utang publik yang sangat tinggi,” jelas Weerasinghe.
Sementara itu, Weerasinghe optimis bahwa reformasi akan dilakukan di bawah Wickremesinghe, yang terpilih sebagai presiden baru pada hari Rabu (20/7/2022).
Gubernur bank sentral Sri Lanka itu menggambarkan Wickremesinghe sebagai “pendukung kuat” reformasi ekonomi, setelah mengetahui Wickremesinghe terlibat dalam negosiasi dengan IMF.
“Saya berharap komitmen itu akan terus berlanjut, semakin cepat semakin baik, sehingga kita bisa mengurangi rasa sakit yang kita alami saat ini,” kata Weerasinghe.
Di sisi lain, bank sentral Sri Lanka memperkirakan bahwa masalah rendahnya cadangan devisa akan berlanjut selama beberapa bulan ke depan sampai kesepakatan tercapai dengan IMF.