Pengamat: Kurangi Subsidi BBM dan Listrik Bukan Solusi
Diketahui, tahun ini pemerintah menggelontorkan subsidi energi sebesar Rp 502 triliun meliputi bahan bakar minyak (BBM), listrik dan elpiji 3 kg.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menilai penghapusan subsidi bertahap maupun secara total untuk BBM dan listrik tidak tepat sama sekali.
Menurutnya, jika subsidi kedua hal itu dikurangi, maka pemerintah tidak mampu melindungi warganya dari beban ekonomi.
"Negara tidak hadir dalam mengurangi beban rakyatnya. Kalau pembengkaan subsidi karena tidak tepat sasaran, solusinya bukan menghapus subsidi, tapi mengupayakan agar subsidi tepat sasaran," ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews.com, Selasa (26/7/2022).
Diketahui, tahun ini pemerintah menggelontorkan subsidi energi sebesar Rp 502 triliun meliputi bahan bakar minyak (BBM), listrik dan elpiji 3 kg.
Baca juga: APBN Bisa Lebih Sehat, Ekonom Setuju Subsidi Listrik dan BBM Dihapus Bertahap
Belanja tersebut harus dibayarkan ke PLN dan Pertamina untuk menahan selisih lebar antara harga jual eceran (HJE) dan harga keekonomian.
Namun, Direktur Penyusunan APBN Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Rofyanto Kurniawan sebelumnya menyampaikan, subsidi listrik dan BBM itu tidak efisien, sehingga akan mengalihkan langsung ke masyarakat yang berhak.
Adapun Fahmy menambahkan, pemerintah lebih bijaksana dengan menyalurkan subsidi kepada masyarakat yang memang berhak, tanpa harus menghapus atau mengurangi.
"Penghematan subsidi tepat sasaran, bukan penghapusan total subsidi, yang bisa dialihkan untuk pemulihan ekonomi nasional (PEN)" pungkasnya.