Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Kuota Segera Habis, Ekonom: Penyaluran BBM Subsidi Tepat Sasaran Wajib Dilakukan

Upaya Pertamina untuk menggunakan aplikasi digital jadi jalan untuk menseleksi siapa-siapa saja yang berhak menerima BBM bersubsidi.

Penulis: Sanusi
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Kuota Segera Habis, Ekonom: Penyaluran BBM Subsidi Tepat Sasaran Wajib Dilakukan
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Pemudik kendaraan roda dua mengantre saat mengisi bahan bakar minyak (BBM) di salah satu stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Jalan Raya By Pass Arjawinangun, Kelurahan Winong, Kecamatan Gempol, Kabupaten Cirebon.Pengaturan penyaluran tepat sasaran menjadi jalan keluar utama untuk antisipasi habisnya kuota BBM bersubsidi yang diprediksi akan terjadi sebelum akhir tahun nanti. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Sanusi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengaturan penyaluran tepat sasaran menjadi jalan keluar utama untuk antisipasi habisnya kuota BBM bersubsidi yang diprediksi akan terjadi sebelum akhir tahun nanti. Pemerintah harus segera mengambil sikap agar tidak lagi terjadi kegaduhan.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, menilai kuota Pertalite yang akan habis berpotensi mengakibatkan kelangkaan Pertalite ke depan. Dalam mengontrol konsumsi, sistem kuota cenderung tidak efektif karena mengakibatkan kelangkaan di berbagai tempat dan potensi kebocoran besar.

“Upaya Pertamina untuk menggunakan aplikasi digital jadi jalan untuk menseleksi siapa-siapa saja yang berhak menerima BBM bersubsidi. Tinggal impelementasi penggunaan aplikasi tersebut yang kini harus bisa disiapkan dan dieksekusi dengan baik,” katanya di Jakarta, Selasa (2/8/2022).

Baca juga: Harga BBM Pertamina Terbaru per 1 Agustus 2022 di SPBU Seluruh Indonesia

Menurut Josua, akselerasi penerapan aplikasi bagi masyarakat dapat mengatasi hal ini, karena aplikasi dapat secara tepat mengatur jumlah konsumsi bagi masing-masing konsumen.

“Tidak seperti kuota yang cenderung masyarakat mampu dapat membeli Pertalite lebih banyak karena memiliki daya beli yang lebih besar," ungkap Josua.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro, menyatakan prediksi habisnya kuota BBM bersubsidi, terutama pada Pertalite memang wajar terjadi. Peningkatan konsumsi Pertalite tahun ini makin menjadi seiring dengan hilangnya Premium dari pasaran.

Berita Rekomendasi

Berdasarkan kalkulasi yang dilakukan Reforminer Institute, kebutuhan normal Premium adalah kisaran 28-30 juta Kiloliter (KL). Hal tersebut karena sebelum adanya program penghapusan Premium konsumsi Pertalite sudah 22 juta KL. Sementara konsumsi Premium Status terakhir sekitar 6-8 juta KL.

"Jadi wajar kalo 23 juta Kl maksimal hanya sampai Agustus atau September 2022 karena itu menjadi penting agar ada pengaturan tepat sasaran," kata Komaidi.

Jika memang pengaturan tepat sasaran tersebut tidak dilakukan, lanjut Komaidi, pemerintah harus bergerak cepat memastikan ketersediaan kuota BBM. Namun itu tentu tidak mudah lantaran masih harus dibicarakan lagi dengan berbagai pihak terutama parlemen.

"Kalau tidak mau ada pengaturan sederhana pemerintah tambah kuota. Sebagai pemerintah saya kira kondisinya tidak mudah," ungkap Komaidi.

Baca juga: Pengamat: Kurangi Subsidi BBM dan Listrik Bukan Solusi

Menurut dia, apa yang sudah dilakukan Pertamina selama ini dengan aplikasi MyPertamina secara paralel adalah upaya maksimal perusahaan agar kuota 23 juta KL tidak terlampaui. "Tentu itu sulit untuk dilakukan karena kuota normalnya perlu kisaran 28-30 juta KL per tahun. Makanya bolanya ada pada pemerintah," kata dia.

Komaidi menilai, rencana untuk melakukan mengandalkan pembatasan pembeli Pertalite maupun Solar melalui revisi Perpres dengan menggunakan aplikasi digital tetap akan sulit menahan jebolnya volume BBM subsidi tahun ini jika mekanisme penyaluran subsidi tetap ke barang.

"Tentu kalau efektif 100 persen sulit dilakukan (pengaturan pembatasan BBM Subsidi). Namun ini upaya yg bisa dilakukan untuk meminimalkan dampak saja sifatnya. Memang idealnya subsidinya langsung bukan ke barang.Sepanjang masih ke barang kebocoran akan tetap ada," ungkap Komaidi.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas