Ekonomi China dan Taiwan Saling Bergantung, Potensi Terjadi Perang Minim
Ketegangan geopolitik di benua Eropa yang belum juga berakhir, bahkan terancam meluas ke Asia dengan China dan Taiwan menghadapi masalah serupa.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, ketidakpastian global masih menjadi tantangan bagi perekonomian dalam negeri.
Ketegangan geopolitik di benua Eropa yang belum juga berakhir, bahkan terancam meluas ke Asia dengan China dan Taiwan menghadapi masalah serupa.
"Lagi-lagi provokasi yang datang dari AS dengan kunjungan Ketua DPR AS (Nancy Pelosi) yang semula sudah diperingatkan dapat mengancam hubungan ke dua negara," ujar dia melalui risetnya yang diterima pada Rabu (10/8/2022).
Karena itu, latihan militer di kawasan tersebut menjadi tidak terhindarkan dan muncul kekhawatiran baru mengenai ancaman stabilitas ekonomi, di mana dapat berdampak terhadap aliran perdagangan global.
Dari kedua negara tersebut memang saling bergantungan, di mana China menjadi supplier bahan baku dan Taiwan merupakan produsen seperti chip semikonduktor.
"Taiwan memiliki pabrik terbesar di dunia yang memunculkan ekspektasi bahwa potensi tercetus perang antar keduanya cukup minim. Sebab apabila terjadi, dampaknya bisa menghambat distribusi pasokan global yang berasal dari kedua negara tersebut," kata Nico.
Jika perang terjadi, menurut dia, tentunya juga bisa berpotensi mengganggu aktivitas perdagangan dengan Indonesia sebagaimana China merupakan mitra dagang terbesar dalam negeri.
"Selanjutnya, juga pada akhirnya mengganggu sejumlah indikator ekonomi seperti ekspor impor, cadangan devisa, neraca dagang dan pembayaran. Sementara, ekonomi kita saat ini cukup kuat yang tercermin dari pertumbuhan ekonomi kuartal II yang pada akhir pekan lalu dilaporkan berada di atas perkiraan pasar atau sebesar 5,44 persen," pungkasnya.