Tanggul Limbah Batu Bara di Kaltara Jebol, DPR Minta Izin Perusahaan Dicabut
Tim Gakum Kementerian LHK dan Kementerian ESDM sudah melakukan investigasi dan meminta perusahaan memperbaiki manajemen pengelolaan limbahnya.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI asal Daerah Pemilihan Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) Deddy Yevri Sitorus menyoroti berulangnya kasus jebol tanggul limbah tambang batubara PT. KPUC di Kabupaten Malinau, Kaltara.
Menurutnya, hal ini sebagai bentuk kejahatan korporasi.
“Tanggul itu kembali jebol pada pada Minggu (14/8/2022) dan kejadian ini selalu berulang setiap tahun hingga mengakibatkan bencana lingkungan yang berbahaya dan sangat merugikan warga sepanjang Sungai Malinau,” kata Deddy di Jakarta, Senin (15/8/2022).
Baca juga: Setelah Ekspor ke Amerika, Pupuk Batubara Kini Mulai Tembus Pasar Nigeria
Ia menilai PT KPUC telah lalai serta tidak peduli terhadap potensi dampak yang ditimbulkannya.
“Pemerintah harus mempertimbangkan pembekuan dan pencabutan izin perusahaan ini, tidak bisa ditolerir lagi,” kata Anggota Fraksi PDI Perjuangan ini.
Deddy berujar dirinya sudah menyurati berbagai pihak yang terkait pada tahun 2021, ketika tanggul limbah jebol dan menyebabkan puluhan ribu ikan sungai mati.
Saat itu, PDAM tidak berfungsi dan petambak di hilir gagal panen.
Saat itu Tim Gakum Kementerian LHK dan Kementerian ESDM sudah melakukan investigasi dan meminta perusahaan memperbaiki manajemen pengelolaan limbahnya.
Akan tetapi menurut pejabat Direktorat Jendral Minerba, pihak perusahaan kurang koperatif sehingga diharuskan memberikan laporan bulanan.
Baca juga: Jerman Pede Bakal Lepas Dari Ketergantungan Energi Rusia, Agustus Batubara, Desember Minyak
“Jadi memang tidak ada keseriusan perusahaan untuk membenahi manajemen pengelolaan limbah hingga hari ini. Bahkan menurut informasi warga, perusahaan tersebut membuang limbah setiap malam dan ketika hujan turun. Saya melihat kejadian ini sudah sampai pada tahap kejahatan korporasi,” ujar Deddy.
Pihaknya pun sudah berkomunikasi dengan Menteri ESDM dan Dirjen Minerba, Kementerian LHK, Menteri Investasi dan pihak kepolisian.
Semua berjanji akan menurunkan tim untuk melakukan pemeriksaan secepat mungkin.
“Saya akan menagih dan mengawasi implementasinya. Saya berharap agar persoalan ini bisa diselesaikan secara hukum dan sesuai regulasi yang ada,” tegas Deddy.
It karena dampak yang ditimbulkan terhadap para petambak udang dan ikan yang produktivitasnya dilaporkan menurun hingga 30 persen dan gagal panen ketika terjadi pencemaran berat.
Menurutnya, tidak ada yang tahu kualitas air sungai itu sebab aparatur terkait di bawah terkesan menutup mata dan menganggap tidak ada masalah.
“Rakyat butuh keadilan dan lingkungan hidup yang aman serta sehat. Mereka tidak anti investasi tetapi sebaiknya investasi itu jangan hanya mau mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dan mengabaikan kepentingan rakyat banyak,” jelas Anggota Komisi VI DPR itu.