Muncul Sinyal Pertalite Bakal Naik, Ini Tanggapan Pemerintah hingga Pengamat
Pemerintah memberikan sinyal bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) cukup sulit apabila harus kembali menambah subsidi untuk BBM.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Belakangan, muncul kabar harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite bakal mengalami penyesuaian harga, alias naik.
PT Pertamina (Persero) pun selaku lembaga penyalur BBM subsidi melaporkan penyaluran Pertalite telah mencapai 16,8 juta kilo liter (KL) hingga Juli 2022.
Jika ditilik lebih lebih lanjut, kuota BBM bersubsidi tersebut kian tipis. Untuk Pertalite pada tahun ini jumlah kuotanya hanya dipatok 23 juta KL. Diprediksi sebelum akhir tahun, kuota Pertalite bakal habis.
Namun di sisi lain, Pemerintah memberikan sinyal bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) cukup sulit apabila harus kembali menambah subsidi untuk BBM.
Baca juga: Revisi Perpres 191/2014 Segera Rampung, Mobil 1.500 cc Dilarang Beli Pertalite, Jadi Rp 10.000?
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengungkapkan, saat ini Pemerintah sedang mempertimbangkan untuk menyesuaikan harga bahan bakar minyak jenis Pertalite.
"APBN kita sudah cukup. Mungkin supaya harga jualnya ini tidak perlu tinggi antara harga jual dan harga keekonomian ini tinggi sekali. Kita sedang hitung perlu opsi kenaikan harga (BBM)," ucap Susiwijono di Sarinah Jakarta, (15/8/2022).
Ia juga mengatakan, untuk memutuskan naiknya harga Pertalite, diperlukan pembahasan serta hitung-hitungan yang sangat detail.
Karena, lanjut Susiwijono, kenaikan BBM subsidi akan berdampak terhadap inflasi nasional. Sehingga, keputusan ini harus dilakukan secara hati-hati.
"Angkanya semua dihitung. Kita semua sedang siapkan angkanya, kita sudah rapat beberapa kali," ucap Susiwijono.
"(Kembali ditegaskan) semua sedang dihitung, kalau naik nanti kontribusi ke inflasinya berapa karena kenaikan harga BBM akan dorong inflasi," lanjutnya.
Susiwijono kembali mengatakan, jika nantinya BBM jenis tersebut naik, Pemerintah memastikan harganya tak akan naik terlalu signifikan.
Selain itu, Pemerintah juga akan menyiapkan skema bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
Baca juga: Jika Harga Pertalite Naik, Pemerintah Siapkan Bansos dan Jamin Tak Melonjak Tinggi
Susiwijono juga menyatakan, alokasi subsidi untuk BBM Pertalite dinilai kurang efektif karena masih banyak kendaraan mobil mewah yang memakai BBM subsidi.
"Kalaupun misalnya naik kita akan buat agar jangan terlalu berat, dan yang pasti kalau ada kenaikan kita siapkan bansos-bansos lagi dan ini lebih fair," ungkap Susiwijono.
"Karena kalau harga yang sekarang, semua ini menikmati. Yang pakai mobil-mobil juga pakai. (Seharusnya subsidi) ini bisa kita alirkan ke bansos," pungkasnya.
Subsidi Pertalite Tak Tepat
Sementara itu, Pengamat Energi sekaligus Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengatakan, penyesuaian harga jual Pertalite ke masyarakat dapat menjadi pertimbangan.
Karena, harga jual Pertalite saat ini jika dibandingkan dengan harga keekonomian sangat terpaut jauh.
Seperti diketahui, harga keekonomian BBM jenis Pertalite seharusnya dibanderol Rp17.200 per liter. Dan saat ini harga jual Pertalite hanya Rp7.650.
Baca juga: Harga Pertalite Naik, Penjualan Ritel Bisa Lesu karena Animo Belanja Warga Merosot
Mamit juga membeberkan, subsidi BBM saat ini dinilai belum efektif dan kurang tepat sasaran. Pasalnya, masih banyak masyarakat golongan mampu yang membeli BBM subsidi jenis Pertalite.
"Menaikan harga BBM subsidi (bisa menjadi opsi), karena memang disparitas harga (keekonomian) yang sangat jauh ini," ungkap Mamit kepada Tribunnews.
"Hal ini membuat banyak terjadi penyelewengan. Akhirnya subsidi menjadi tidak tepat sasaran," sambungnya.
Mamit memberikan pandangannya, bahwa alangkah baiknya subsidi oleh Pemerintah dialihkan kepada orang, bukan kepada barang. Sehingga hal tersebut dinilai lebih tepat sasaran.
Mamit juga menegaskan, revisi aturan pembatasan penjualan BBM harus segera diselesaikan, agar kuota BBM subsidi tak jebol.
"Perlu adanya pembatasan terkait dengan konsumsi bbm pertalite dan solar subsidi. Oleh karena itu, revisi perpres 191/2014 saya harap segera diterbitkan karena ini kuncinya," jelas Mamit.
"Diatur siapa saja yang berhak untuk mendapatkan BBM ini. Jika lebih mudah BBM subsidi hanya untuk angkutan umum plat kuning dan kendaraan roda 2 misalnya. Jadi lebih mudah mengendalikannya," pungkasnya.