Pemerintah Diminta Atasi Maraknya Peredaran Makanan dan Obat Ilegal di E-commerce
Kominfo yang memiliki akses dapat melakukan take down terhadap jenis perdagangan melalui elektronik yang melanggar peraturan.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Maraknya peredaran makanan dan obat ilegal melalui cross-border e-commerce telah meresahkan masyarakat.
Public Policy Analyst idEA Virzah Syalvira mengatakan pemerintah dalam hal ini Kominfo yang memiliki akses dapat melakukan take down terhadap jenis perdagangan melalui elektronik yang melanggar peraturan.
“Pemutusan akses (take down) terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilarang paling lambat 1 x 24 jam setelah surat perintah Pemutusan Akses (take down) diterima," kata Virzah dalam webinar bertajuk Literasi Pencegahan Obat dan Makanan Illegal Melalui Cross-Border E-Commerce, dikutip Kamis (18/8/2022).
Baca juga: Warga Desa 3T Kini Bisa Akses Internet 4G, Caranya Tinggal Ajukan Usul kepada Bakti Kominfo
Menurutnya, barang-barang yang akan terkena take down (pengawasan BPOM) disebabkan tidak ada izin edar, iklan yang overclaim atau berlebihan, penggunaan Bahasa yang dilarang dan melanggar norma
Sambung Virzah, sejauh ini idEA bekerja sama dengan BPOM telah melakukan MoU dalam hal pengawasan dan pembinaan sejak 2019.
Kerja sama IdEA dan BPOM ini dalam upaya pengawasan bersama.
“BPOM mengawasi platform e-commerce kemudian BPOM melaporkan hasil temuan/link take down ke IdEA dalam kurun waktu harian atau mingguan. Selanjutnya IdEA akan menindaklanjuti ke member yang terkait,” jelas Virzah.
Bersama BPOM, idEA juga memastikan keamanan konsumen E-Commerce dengan melakukan sosialisasi dan pembinaan terhadap Anggota idEA.
Pihaknya juga terus bersinergi dengan berbagai K/L terkait adanya permintaan tak down terhadap produk-produk yang melanggar regulasi.
Baca juga: KSP: Jaminan Keamanan Ruang Digital Bukan Hanya Tupoksi Kominfo
“Kita terus melakukan kemitraan dengan pemerintah dan sektor lain, seperti edukasi bagi konsumen bagi konsumen dan penjual,” tuturnya.
Ketua Bidang Industri Perhimpunan Pengusaha dan Asosiasi Kosmetika (PPAK) Dewita Agus membeberkan sejumlah peredaran kosmetik ilegal di Indonesia dan data penjualan kosmetik melalui e-commerce.
Menurutnya, kosmetik ilegal terbagi atas dua bagian yaitu kosmetik tanpa izin edar yang merupakan kosmetik yang sudah beredar tetapi tidak atau belum dinotifikasikan ke badan POM.
Selanjutnya, kosmetik palsu yakni kosmetik yang dibuat dengan tidak memenuhi Kaidah Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) dan menggunakan bahan-bahan yang tidak seharusnya digunakan
“Kosmetik ilegal dapat memberikan kerugian bagi pemerintah dari sektor keuangan dan pajak. Menurunya penjualan kosmetika lokal diakibatkan karena maraknya kosmetik ilegal di pasar E-Commerce sehingga dapat merugikan income pemerintah,” kata Dewita.