Fraksi PKB Cari Formula Hadapi Guncangan Ekonomi Global, Jangan Dimanfaatkan Spekulan
Fraksi PKB DPR RI mencari formula dalam menghadapi guncangan ekonomi global dengan mendengar masukan dari berbagai pakar ekonomi
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Muhammad Zulfikar
Cucun pun mengapresiasi terobosan automatic stabilization atau automatic adjustment yang diambil pemerintah yang menjadi suatu alat pengendali APBN.
Baca juga: Dubes Fadjroel Dorong Kolaborasi Kawasan Percepat Pertumbuhan Ekonomi di ASEAN
Ia pun mengingatkan konsep yang disampaikan dalam surat di Alquran, Surat Yusuf tentang bagaimana menghadapi kekeringan 7 tahun, harus dipersiapkan 7 tahun sekarang ketika kondisi space fiskalnya agak longgar.
“Jangan ketika kita kaya kita boros, ketika menghadapi masa-masa krisis kita tidak punya bumper stock untuk menghadapi hal tersebut,” pesannya.
“Ketika krisis ini bantalan social safety net bisa segera dilakukan, untuk menghadapi krisis, untuk menggerakkan ekonomi duitnya ada atau alatnya ada. Countercyclical yang dipake kemaren, berani kepala BKF, beliau berani menggunakan countercyclical,” sambung Cucun.
Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, kalau IMF mengatakan kondisi ekonomi global akan gelap signifikan, menurutnya tidak ada yang segelap awal 2020 ,begitu juga saat Indonesia menghadapi varian Delta.
Namun, itu semua dihadapi bersama dan dengan ketidakpastian bisa dilalui.
Namun, Febrio mengakui bahwa tantangan yang akan dihadapi bertambah, pandeminya belum selesai. Tapi, apakah tantangannya lebih berat dari 2020, ia pun belum tahu.
“Sebelum terjadinya geopolitik di akhir Februari 2022 kita sudah menghadapi inflasi yang tinggi di banyak dunia, karena apa? karena selama dua tahun masy dunia punya tabungan yang banyak, ketika mulai relaksasi masyarakat dunia ingin mobile dan ingin bergerak. Tapi sektor supply nya tidak bisa menyesaikan,” paparnya di kesempatan sama.
Baca juga: Korea Utara Tolak Bantuan Ekonomi Korea Selatan, Ini Tanggapan Seoul
Kemudian, menurut Febrio, hal ini diperparah dengan geopolitik dimulainya perang di Ukraina. Dan konflik ini bukan sesuatu yang bisa dibayangkan akan selesai dalam waktu jangka pendek.
“Kita harus siap-siap tapi ini akan menjadi normal baru, antar kubu atau antar pihak belum akan selesai konfliknya dalam jangka pendek,” ujarnya.
Di sisi lain, pengamat ekonomi Faisal Basri mengatakan, dirinya justru khawatir dengan pidato Nota Keuangan Presiden Jokowi bahwa ekonomi Indonesia akan baik-baik saja.
Bahkan, Ia mengibaratkan pidato Jokowi ini seperti tanda-tanda orang mau meninggal dunia.
“Saya udah deg-degan tuh. Kompresensi ini bisa jadi tanda-tanda kita akan menghadapi krisis besar, kalau orang mau meninggal dia sadar dulu, memberikan fatwa, waris-waris selesai baru dia meninggalkan dunia,” kata Faisal di kesempatan sama.
Dia menilai, pengeluaran paling besar adalan bayar utang yang mencapai Rp 3.000 triliun, dan itu bukan tanda keberhasilan sebab sudah mencapai Rp 3.000 triliun, yang jumlah itu disebabkan karena pembayaran bunga pinjaman Indonesia yang naiknya luar biasa.
Baca juga: Program Jakpreneur, Langkah Pemprov DKI untuk Gerakkan Ekonomi Masyarakat Jakarta
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.