Ekonom: Pemerintah Dapat Gunakan Instrumen Fiskal untuk Kendalikan BBM Bersubsidi
Pemerintah dinilai dapat menggunakan instrumen fiskal dalam menjaga kuota bahan bakar minyak (BBM) subsidi agar kuota yang ditetapkan
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah dinilai dapat menggunakan instrumen fiskal dalam menjaga kuota bahan bakar minyak (BBM) subsidi agar kuota yang ditetapkan dapat terkendali.
Tercatat, pada tahun ini anggaran subsidi BBM sebesar Rp 502,4 triliun, yang terdiri dari subsidi energi Rp 208,9 triliun dan kompensasi energi sebesar Rp 293,5 triliun.
Namun, saat ini subsidi BBM jenis Pertalite hanya tersisa 6 juta kiloliter dari 23 juta kiloliter subsidi yang disepakati hingga akhir 2022.
Ekonom senior Faisal Basri menyarankan pemerintah memanfaatkan mekanisme fiskal dalam membendung dampak pergerakan harga minyak mentah dunia ke besaran subsidi.
Baca juga: Harga Pertalite per 1 September 2022 Tidak Naik, Ini Daftarnya
Mekanisme fiskal yang bisa digunakan, yakni dengan menyesuaikan pelaksanaan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap konsumsi BBM.
"Jika harga minyak sedang tinggi-tingginya, pemerintah bisa memungut PPN 11 persen.
Tapi, jika harga minyak mentah turun, pungutan PPN ditiadakan," ujar Faisal yang ditulis Kamis (1/9/2022).
Faisal pun menyebut, penyebab kuota BBM subsidi selalu cepat habis dari tahun ke tahun karena harga jual eceran BBM bersubsidi yang disalurkan Pertamina selalu di bawah harga yang terbentuk akibat mekanisme pasar.
Menurutnya, kondisi ini pada akhirnya menyebabkan penyaluran BBM bersubsidi dari dulu hingga saat ini tidak pernah tepat sasaran.
Apalagi, faktor pengendaliannya diserahkan pada mekanisme kuota.
"Hukumnya, kalau menjual di bawah ongkos, pasti langka. Mau tentara, Kopassus
sekalipun diturunkan tidak bisa (melarang penjualan BBM subsidi). Malaikat pun akan
membeli yang lebih murah kalau ada dua harga," kata Faisal.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, penyaluran subsidi
BBM bersubsidi selama ini tidak tepat sasaran.
Untuk BBM jenis solar saja 89 persen dinikmati dunia usaha, dan hanya 11 persennya dinikmati kalangan rumah tangga.
Baca juga: SPBU di Karawang dan Solo Dipadati Pembeli, Pengelola SPBU Solo Sebut Tak Ada Kenaikan BBM Subsidi
Namun, dari yang dinikmati rumah tangga itu ternyata 95 persennya dinikmati rumah
tangga mampu dan hanya 5 persen yang dinikmati rumah tangga miskin seperti petani dan nelayan.
Adapun untuk BBM bersubsidi jenis Pertalite, 86 persennya digunakan kalangan rumah
tangga, dan 14 persennya dinikmati kalangan dunia usaha. Namun, dari porsi rumah tangga, 80 persennya dinikmati oleh rumah tangga mampu dan hanya 20 persen
dinikmati rumah tangga miskin.