Ekonom: Tidak Akan Terjadi Deflasi di Kuartal III 2022 Jika Harga BBM Naik
Tren deflasi tahun ini tidak akan terjadi jika pemerintah jadi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, tren kuartal III secara tahunan biasanya terjadi deflasi yang ditandai dengan tren penurunan harga komoditas.
Namun tren deflasi tahun ini tidak akan terjadi jika pemerintah jadi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi.
“Level (inflasi) tahunan ini bisa berubah ketika ada yang diluar kebiasaan, faktor kebijakan atau faktor eksternal. Kebijakan misalnya jika kenaikan harga BBM pada bulan September, itu langsung inflasinya tinggi, bisa 2-3 persen dalam satu bulan, kalau dia naik 30 persen ya,“ kata Faisal kepada wartawan Jumat (2/9/2022).
Faisal menambahkan, inflasi daerah cenderung dinamis, tergantung dari tempat dan kondisi yang berubah.
“Jika pemerintah pusat mengatakan agar supaya daerah menekan inflasi, sebetulnya itu yang paling relevan dalam kontrol daerah adalah pangan. Jadi kalau tidak cukup daerah diimpor dari daerah lain,” jelasnya.
Baca juga: Agustus 2022 Tercatat Deflasi 0,21 Persen, BPS: Terdalam Sejak September 2019
Menurut dia, pemerintah daerah akan kesulitan untuk mengendalikan inflasi mereka jika pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan harga BBM.
“Kalau BBM dinaikkan, berarti kebijakan pusat, itu susah dikendalikan oleh daerah, karena dorongan kebijakan kenaikan BBM oleh pusat itu terlalu besar dampaknya dibandingkan usaha yang bisa dilakukan oleh masing-masing daerah,” ungkap Faisal.
Baca juga: Indonesia Deflasi 3 Bulan Berturut-turut, Sinyal Bahaya untuk Pemerintah
Deputy Director Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan pemerintah perlu mengoptimalkan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) untuk pengendalian inflasi.
Pemerintah juga harus menyediakan ruang penyimpanan (cold storage) di sentra produksi maupun di pasar untuk antisipasi lonjakan permintaan.
Baca juga: Juni Deflasi, Kemendag Sebut Imbas Supply dan Demand Tak Seimbang
Selain itu, operasi pasar juga harus dimaksimalkan agar bisa lebih tepat sasaran.
"Namun, beberapa yang paling urgen dilakukan untuk mengendalikan inflasi daerah adalah optimalisasi DAK dan DTU (dana transfer umum) untuk pengendalian inflasi, cold storage di sentra produksi maupun di pasar untuk antisipasi lonjakan permintaan, serta operasi pasar tepat sasaran," ujarnya.