Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun Bisnis

DPR: Penyaluran BLT BBM Bukan Solusi, Bisa Timbulkan Masalah Baru

Kebijakan menaikkan harga BBM akan memantik persoalan baru di tengah kesulitan masyarakat untuk bangkit dari pandemi Covid-19.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in DPR: Penyaluran BLT BBM Bukan Solusi, Bisa Timbulkan Masalah Baru
TRIBUN JABAR/Gani Kurniawan
Pengendara roda dua antre mengisi motornya dengan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite di SPBU Jalan Wastukencana, Kota Bandung, Jawa Barat, Sabtu (3/9/2022). Pemerintah dimintai mewaspadai naiknya risiko inflasi pasca keputusan menaikkan harga BBM bersubsidi. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR Achmad mengkritik kebijakan Pemerintahan Joko Widodo-Maruf Amin yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite dan Solar ke masyarakat seperti diumumkan langsung Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Sabtu (3/9/2022) kemarin.

Achmad menilai kebijakan menaikkan harga BBM akan memantik persoalan baru di tengah kesulitan masyarakat untuk bangkit dari pandemi Covid-19.

"Kebijakan pemerintah Jokowi sangat tidak tepat. Ini akan menimbulkan distrust masyarakat, Bahkan bangsa ini bisa antipati terhadap pemerintah," kata Achmad dalam keterangan resminya, Minggu, 4 September 2022.

Dia berpendapat, kenaikan harga BBM ini akan berdampak ke banyak sektor ekonomi  masyarakat yang akan diikuti pula oleh naiknya seluruh harga barang pokok.

Sedangkan pendapatan masyarakat tetap sehingga akan terjadi inflasi berkepanjangan.

"Ini tidak sebanding dengan dampak yang diterima oleh rakyat. Ketika harga BBM naik, serentak harga barang akan naik sementara pendapatan mereka segitu-gitu juga. Ini rakyat akan lebih terpuruk lagi," ucapnya.

Achmad menyebut, alasan pemerintah untuk mencabut subsidi BBM karena hampir 70 persen dinikmati oleh kalangan mampu itu menunjukkan bahwa pemerintah belum bisa bekerja maksimal.

Berita Rekomendasi

"Itu menjadi bukti bahwa pemerintah sangat lemah. Mengatur dan mendistribusikan BBM bersubsidi saja tidak mampu dan tidak tepat sasaran," imbuhnya.

Baca juga: Harga BBM Naik, 16 Juta Pekerja Dapat BLT Subsidi, Keluarga Miskin Dapat Alokasi Rp12,4 Triliun

Dia juga menyoroti penyaluran bantuan langsung tunai (BLT). Menurutnya hal tersebut tidak akan efektif karena sifatnya sementara dan tidak merata.

Seharusnya pemerintah fokus pada pemulihan dan pemerataan ekonomi agar kesejahteraan rakyat meningkat.

"Justru dengan BLT akan terjadi lagi hiruk pikuk di masyarakat. Karena berhubungan lagi dengan data. Ada yang harusnya menerima tapi mereka tidak terdata, ini malah terjadi lagi gesekan sosial di masyarakat nantinya," ungkapnya.

Untuk itu, legislator dapil Riau I itu mengingatkan pemerintah agar tidak mengorbankan rakyat karena ketidakcakapan dalam mengelola negara dengan baik.

Baca juga: Demo Tolak Kenaikan Harga BBM Pecah di Sejumlah Daerah, Mahasiswa Ancam Gelar Aksi Besar-besaran

"Jangan korbankan rakyat kecil yang seharusnya kita dilindungi dan disejahterakan sesuai dengan UUD 45, tapi malah menyusahkan mereka karena pemerintah tidak bisa bekerja," tegas politisi Demokrat itu.

Achmad mengatakan, tidak ada alasan pemerintah untuk menyetop subsidi BBM hanya karena tiap tahun angkanya bertambah. Seharusnya pemerintah membenahi regulasi agar bisa dikendalikan agar tidak ada perlakuan yang berbeda.

"Kalau untuk rakyat, tidak ada kata rugi. Jangankan Rp502,4 triliun, Rp 1000 triliun pun nggak apa-apa. Toh APBN memang diperuntukan untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia kok, tanpa terkecuali," tuturnya.

Baca juga: Tolak Kenaikan Harga BBM, Organda Ciamis Akan Gelar Aksi Mogok Angkutan Umum

Achmad menganggap pemerintah terlalu memaksakan diri dalam menggunakan uang negara di tengah kondisi sulit ini, seperti untuk membangun ibu kota baru (IKN).

"Yang dianggap tidak tepat sasaran itu adalah pembangunan IKN. Kenapa IKN dipaksakan dengan kondisi APBN dan hutang yang semakin menggunung? sementara subsidi yang jelas-jelas dinikmati rakyat dicabut? Justru ini yang salah," ujarnya.

"Jangan salahkan rakyat jika kondisi ini berbalik dan tidak percaya lagi dengan pemerintah hanya karena mereka tidak peka dengan kondisi rakyat. Karena kebijakan pemerintah seperti poco poco," ujarnya.

Picu Naiknya Inflasi

Pemerintah harus mewaspadai lonjakan inflasi pasca keputusan menaikkan harga BBM subsidi ke masyarakat seperti diumumkan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Sabtu (3/9/2022).

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai kenaikan
harga BBM subsidi dilakukan di momen yang tidak tepat, terutama untuk harga BBM jenis Pertalite. 

Menurut Bhima, kondisi masyarakat saat ini belum siap menghadapi kenaikan harga
Pertalite menjadi 10.000 per liter. 

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira.

"Dampaknya, Indonesia bisa terancam stagflasi yakni naiknya inflasi yang signifikan tidak
dibarengi dengan kesempatan kerja," ujarnya.

"BBM bukan sekadar harga energi dan spesifik biaya transportasi kendaraan pribadi yang naik, tapi juga ke hampir semua sektor terdampak," ungkapn ya saat dihubungi, Sabtu, 3 September 2022.

Dia mencontohkan harga pengiriman bahan pangan akan naik disaat yang bersamaan pelaku sektor pertanian mengeluh biaya input produksi yang mahal, terutama pupuk.

Apalagi inflasi bahan makanan masih tercatat tinggi pada bulan Agustus yakni 8,55 persen
year on year, bakal makin tinggi. 

Inflasi pangan diperkirakan kembali menyentuh double digit atau diatas 10 persen per tahun
pada September ini.

Sementara inflasi umum diperkirakan menembus di level 7-7,5 persen
hingga akhir tahun dan memicu kenaikan suku bunga secara agresif," tuturnya.

Bhima mengibaratkan konsumen ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga berkali kali, belum
sembuh pendapatan dari pandemi kini sudah dihadapkan pada naiknya biaya hidup dan suku bunga pinjaman.

Masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi dan tidak memiliki kendaraan sekalipun
diyakini akan mengurangi konsumsi barang lainnya.

"Karena BBM ini kebutuhan mendasar, ketika harganya naik maka pengusaha di sektor
industri pakaian jadi, makanan minuman, hingga logistik semuanya akan terdampak,"
sambungnya.

Bhima menambahkan bahwa bansos yang hanya melindungi orang miskin dalam waktu 4
bulan, tidak akan cukup dalam mengkompensasi efek kenaikan harga BBM

Subsidi Dialihkan

Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam penjelasannya kemarin mengatakan pemerintah menaikkan harga Pertalite menjadiRp10.000 dan Solar menjadi Rp6.800.

Selain harga Pertalite dan Solar, pemerintah juga mengerek harga bahan BBM
jenis Pertamax menjadi Rp14.500. "Pertamax non-subsidi dari Rp12.500 menjadi
Rp14.500," ujar Arifin.

Presiden Jokowi dalam penjelasannya di Istana Negara kemarin mengatakan penaikan harga BBM ini terkait peningkatan subsidi dari APBN.

Dia mengatakan sebenarnya Pemerintah ingin harga BBM di dalam negeri tetap terjangkau
dengan memberikan subsidi APBN.

Menteri ESDM Arifin Tasrif di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, (24/8/2022).
Menteri ESDM Arifin Tasrif.

"Tetapi anggaran subsidi dan kompensasi BBM tahun 2022 telah meningkat 3 kali lipat dari Rp 152,5 triliun menjadi Rp 502,4 triliun dan akan meningkat terus," kata Jokowi.

Jokowi menyebut saat ini subsidi BBM lebih banyak digunakan kelompok ekonomi
mampu yakni sebanyak 70 persen.

"Seharusnya uang negara itu diprioritaskan untuk memberi subsidi kepada masyarakat yang tidak mampu. Dan saat ini pemerintah harus membuat keputusan di waktu yang sulit," kata dia.

Terkait penaikan harga BBM ini, pemerintah juga menyiapkan Bantuan subsidi upah
(BSU) atau BLT subsidi gaji cair sebesar Rp600 ribu untuk 16 juta pekerja.

BSU ini merupakan bantalan sosial yang disiapkan pemerintah sebagai kebijakan pengalihan
subsidi BBM agar tidak mengganggu daya beli masyarakat.

BSU yang dimaksud untuk membantu 16 juta pekerja yang memiliki gaji maksimum Rp3,5 juta per bulan.

Presiden Joko Widodo mengatakan pihaknya telah menyiapkan anggaran sebesar
Rp9,6 triliun.

"Pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp9,6 Triliun untuk 16 juta pekerja dengan gaji maksimum Rp3,5 juta per bulan dalam bentuk bantuan subsidi upah yang diberikan sebesar Rp600.000," kata Jokowi.

Selain para pekerja, pemerintah juga menyiapkan Rp12,4 triliun untuk para warga
kurang mampu yang diberikan selama 4 bulan.

"Diberikan kepada 20,65 juta keluarga yang kurang mampu sebesar Rp150.000 per bulan," Jokowi.

Subsidi ini diberikan mulai bulan ini selama 4 bulan. Artinya, warga kurang mampu akan
mendapatkan bantuan Rp600 ribu.

Jokowi juga telah menginstruksikan para kepala daerah untuk menggunakan 2 persen
dana transfer umum (DTU) sebesar Rp2,17 triliun tersebut untuk para pekerja di bidang
transportasi

"Saya juga telah memerintahkan kepada pemerintah daerah untuk menggunakan 2 persen dana transfer umum sebesar Rp 2,17 triliun untuk bantuan angkutan umum bantuan ojek online dan untuk nelayan," ujarnya.

"Pemerintah berkomitmen agar penggunaan subsidi yang merupakan uang rakyat harus tepat sasaran. Subsidi harus lebih menguntungkan masyarakat yang kurang mampu,"
lanjutnya.

Menteri ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, Kemnaker akan mempercepat
proses pencairan BSU.

“Kemnaker terus menyiapkan dan memfinalkan segala hal teknis untuk proses penyaluran BSU. Kami terus berupaya agar BSU ini dapat tersalurkan pada September 2022 ini,” kata Menaker Ida melalui Siaran Pers Biro Humas Kemnaker, Jumat (1/9/2022).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas