Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pengamat Sebut Penyesuaian Harga BBM Bisa Seimbangkan Fungsi Utama APBN

Penyesuaian harga BBM yang dilakukan pemerintah dinilai Ekonom UI dapat berguna untuk menyeimbangkan fungsi utama APBN.

Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in Pengamat Sebut Penyesuaian Harga BBM Bisa Seimbangkan Fungsi Utama APBN
SURYA/PURWANTO
Petugas mengisikan BBM jenis Pertalite di SPBU Jalan Bandung, Kota Malang, Jawa Timur, usai Pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), Sabtu (3/9/2022). Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) sekaligus Ekonom UI, Berly Martawardaya menilai penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) berguna untuk menyeimbangkan fungsi utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 

TRIBUNNEWS.COM - Pengamat sekaligus akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia, Berly Martawardaya menilai penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) berguna untuk menyeimbangkan fungsi utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Berly mengungkapkan, terdapat fungsi APBN yang terganggu dalam penerapannya di lapangan.

Hal ini dikarenakan adanya fakta lebih banyaknya masyarakat kelas atas yang justru menikmati subsidi BBM.

"Fungsi distribusi yang agak terganggu kemarin, jadi ada trade off antara stabilisasi dan distribusi karena yang diuntungkan adalah masyarakat menengah ke atas," ungkapnya kepada Tribunnews, Senin (5/9/2022).

Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) ini mengungkapkan, BBM bersubsidi jenis Pertalite 80 persen dinikmati masyarakat mampu.

"Yang Solar bahkan 95 persen," imbuhnya.

Baca juga: Pemerintah Berikan BLT BBM Rp 150 Ribu selama 4 Bulan di 2022, Ini Penjelasannya

Sehingga, Berly menyebut sangat penting bagi pemerintah untuk berupaya membuatnya seimbang kembali.

Berita Rekomendasi

"Jadi tidak balance antara fungsi-fungsi ini. Sehingga (pemerintah) harus memilih, harus memprioritaskan bagaimana caranya mengalokasikan, itu fungsi ketiga APBN; harus dihitung yang dampaknya tinggi ke masyarakat," tambahnya.

Bebani APBN

Selain tidak tepat sasaran, lanjut Berly, subsidi BBM yang selama ini membebani APBN ternyata nilainya juga sudah tinggi.

"Ketika kita hitung, kemarin kalkulasinya ternyata tidak cukup hingga (APBN) ditambah menjadi Rp 252,5 triliun itu masih tidak cukup, ternyata masih perlu ditambah lagi Rp 195,6 triliun sehingga totalnya Rp 448,1 triliun."

"Itu berarti dari APBN belanja sekitar Rp 3.000 triliun itu sekitar 15 persen. Kalau itu diteruskan, sampai akhir tahun kita biarkan itu 15 persen mendekati alokasi untuk pendidikan, 20 persen," urainya.

Berly Martawardaya UI INDEF
Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) sekaligus Ekonom UI, Berly Martawardaya.

Baca juga: Tekan Inflasi Akibat Kenaikan Harga BBM, BI Bakal Kerek Suku Bunga Acuan Hingga 100 Bps

Berly juga mengungkap pentingnya menjaga keberimbangan antara ketiga fungsi utama dari APBN, yakni stabilisasi, distribusi dan alokasi.

Yaitu agar supaya anggaran negara terus cukup untuk mengawal agenda pemulihan ekonomi.

Beberapa hal yang menurut Berly sangat penting dan tidak boleh dikorbankan hanya demi terus memperbesar APBN untuk subsidi BBM adalah mengenai pendidikan dan juga infrastruktur.

"Selain itu, negara juga tidak mungkin terus melakukan utang karena pasti akan dipertanggungjawabkan."

"Untuk itu, langkah lebih cermat adalah dengan mengurangi tekanan pada APBN, yakni melakukan penyesuaian harga BBM," ungkap Berly.

Opsi Paling Akhir

Petugas mengisikan BBM jenis Pertalite di SPBU Jalan Bandung, Kota Malang, Jawa Timur, usai Pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), Sabtu (3/9/2022) siang.
Petugas mengisikan BBM jenis Pertalite di SPBU Jalan Bandung, Kota Malang, Jawa Timur, usai Pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), Sabtu (3/9/2022) siang. (SURYA/PURWANTO)

Lebih lanjut, Ekonom UI tersebut menegaskan sejatinya kebijakan penyesuaian harga BBM diambil pemerintah karena terpaksa dan sebagai sebuah opsi paling akhir.

Ketimbang, harus menghadapi beberapa hal buruk lainnya.

"Jadi di antara opsi-opsi yang buruk ya, dalam Pemerintah/Public Policy itu bukan antar opsi yang baik semua dengan yang buruk semua."

"Jadi ini trade off di antara opsi yang ada ya ini (penyesuaian harga BBM) yang terpaksa diambil seperti kata Pak Presiden," pungkasnya.

Diketahui pemerintah menyesuaikan harga BBM bersubsidi dan penyesuaian harga BBM non subsidi, Sabtu (3/9/2022) lalu.

Harga Petalite naik dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter.

Harga Solar subsidi naik dari Rp 5.150 per menjadi Rp 6.800 per liter.

Lalu, harga Pertamax non-subsidi naik dari Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter.

Sementara itu, pemerintah mulai menyalurkan bantuan langsung tunai (BLT) BBM kepada sejumlah lapisan masyarakat.

(Tribunnews.com/Gilang Putranto)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas