Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Jual Beli Perhiasan Emas Dinilai Masih Lemah
Penelitian ini mengkaji efektivitas hukum perlindungan konsumen khususnya dalam jual beli perhiasan emas.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia memiliki serangkaian hukum perlindungan konsumen, akan tetapi pada faktanya masih terdapat pelanggaran dalam hukum perlindungan konsumen, khususnya dalam jual beli perhiasan emas.
Demikian disampaikan Darmadi Durianto dalam sidang promosi terbuka Doktor Ilmu Hukum di Universitas Borobudur, Jakarta, Selasa (6/9/2022) dengan judul disertasi: "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Kecurangan Pelaku Usaha Emas Perhiasan Dalam Persepektif Pembaharuan Hukum".
Darmadi menjelaskan, penelitian ini mengkaji efektivitas hukum perlindungan konsumen khususnya dalam jual beli perhiasan emas. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif-empiris yang mengkaji bahan-bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.
Baca juga: Harga Emas Antam Hari Ini, 8 September 2022: Naik Lagi Jadi Rp 950.000 Per Gram
"Penelitian ini menggunakan analisis data deskriptif. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori efektivitas hukum yang dipelopori oleh Lawrence Friedman," kata Darmadi.
Menurutnya, teori tersebut mengajarkan 3 poin penting dalam mengkaji efektivitas hukum, seperti substansi hukum, budaya masyarakat, dan aparat penegak hukum.
"Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam segi substansi hukum masih terdapat beberapa kecacatan hukum di antaranya terkait dengan tumpang tindihnya aturan hukum terhadap lembaga yang menangani perlindungan konsumen, tidak adanya kewajiban untuk memberlakukan Sertifikat SNI untuk produk perhiasan emas, dan peraturan yang masih bersifat umum," ujar Politikus PDIP itu.
Lanjut Darmadi menjelaskan, pada tingkatan budaya masyarakat, masyarakat cenderung memiliki kedudukan yang lemah dibandingkan pelaku usaha, bersikap pasrah, dan kurangnya pemahaman masyarakat mengenai produk yang akan dibeli.
"Pada faktanya masyarakat enggan memperkarakan kasus kecurangan dalam jual beli emas dikarenakan ketidaktahuan konsumen mengenai lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan kasus tersebut," kata Anggota Komisi VI DPR RI itu.
Selain itu, ungkap dia lagi, pada tingkatan aparat penegak hukum perlindungan konsumen ditemukan bahwa penegakan hukum perlindungan konsumen dilakukan oleh banyak lembaga negara.
"Dampak dari adanya hal tersebut adalah tidak maksimalnya kewenangan yang dimiliki masing-masing lembaga negara. Oleh karena itu, saran dari penelitian ini adalah adanya perubahan hukum perlindungan konsumen dan peleburan BPSK dan BPKN menjadi Badan Perlindungan dan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BP2SK)," saran Darmadi.
Dalam sidang promosi terbuka Doktor Ilmu Hukum Darmadi merupakan lulusan doktor hukum ke 125 dengan meraih predikat Cum laude dengan IPK tertinggi 4.0. Darmadi Durianto juga merupakan salah satu atau satu-satunya mahasiswa program doktoral yang berhasil meraih predikat Cumlaude sejak Universitas Borobudur berdiri.
Diketahui, dalam sidang promosi terbuka Doktor Ilmu Hukum tersebut Darmadi Durianto diuji oleh sejumlah penguji di antaranya Promotor yaitu Prof. Dr. Faisal Santiago, SH, MM, dan Co-Promotor yakni Dr. Suparno, SH, MH, MM