Ekonom: Asumsi Makro RAPBN 2023 Tidak Realistis Jika Gejolak Kenaikan Harga BBM Berlarut-larut
Menurut, Dosen Perbanas ini ada sejumlah catatan yang harus dituntaskan pemerintah agar asumsi itu dapat terwujud.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menilai asumsi makro Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023 tidak realistis.
Pernyataan Piter menanggapi penetapan asumsi pertumbuhan ekonomi 5,3 persen dan inflasi 3,6 persen oleh Pemerintah dan Badan Anggaran DPR.
“Tidak realistis jika gejolak politik dan ekonomi menolak kenaikan BBM sekarang ini terus berlarut-larut hingga tahun depan,” kata Piter saat dihubungi Tribun Network, Selasa (13/9/2022).
Baca juga: Demo Tolak Kenaikan Harga BBM Memanas, Massa Lemparkan Botol Kaca dan Menyalakan Kembang Api
Menurut, Dosen Perbanas ini ada sejumlah catatan yang harus dituntaskan pemerintah agar asumsi itu dapat terwujud.
Piter menegaskan persoalan kenaikan harga BBM subsidi yang mereda pada akhir tahun 2022 diharapkan akan mendorong daya beli masyarakat
“Sehingga pemerintah bisa memulai semuanya dari baru di tahun 2023,” urainya.
Dia juga menilai target penurunan defisit APBN di bawah tiga persen akan memberatkan anggaran negara.
Kata Piter, defisit yang ditekan seperti kondisi pra pandemi malah berdampak pada inflasi dan yang menanggung masyarakat kecil.
“Menurut saya pemerintah fokus saja bagaimana menjaga perekonomian menghadapi gejolak ekonomi global dan pandemi, bukan fokus menurunkan defisit,” tuturnya.
Baca juga: BLT BBM dan BPNT Cair Bersamaan, Penerima Bisa Dapat Rp 500 Ribu, Klik cekbansos.kemensos.go.id
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menuturkan di tengah kondisi yang penuh ketidakpastian pemerintah seharusnya melakukan langkah strategis.
Huda menilai masih bangak anggaran yang bisa dialokasikan untuk menjadi bantalan sosial.
“Jadi langkah pertama harusnya memang pengurangan beban anggaran yang tidak urgent salah satunya adalah infrastruktur,” ucapnya.
Ekonom muda ini menegaskan project-project yang tidak perlu untuk dilakukan dalam waktu dekat antara lain pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) dan kereta cepat Jakarta-Bandung.
“Kedua project ini sebetulnya perlu dilakukan penghapusan lalu dananya dialihkan untuk subsidi atau belanja sosial,” imbuhnya.
Baca juga: Pakar Nilai Kebijakan Pemerintah Mengalihkan Subsidi BBM Tepat untuk APBN
Inflasi Lebih Tinggi
Ketua Banggar DPR Said Abdullah mengatakan, asumsi dasar makro telah dibahas terlebih dahulu di Komisi XI dan disepakati dalam rapat dengan Banggar DPR RI.
Adapun rapat ini dihadiri oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu sebagai perwakilan dari pemerintah.
"Hasil keputusan asumsi dasar ekonomi makro di Komisi XI yang dikirimkan kepada Badan Anggaran sebagai acuan kami, dan acuan itu kami terima," ujarnya dalam rapat panja Banggar terkait asumsi dasar RAPBN 2023, Senin (12/9/2022).
Said menyebut pertumbuhan ekonomi tahun depan ditargetkan mencapai 5,3 persen.
Kemudian inflasi lebih tinggi dari perkiraan dalam Nota Keuangan yang sebesar 3,3 persen menjadi 3,6 persen.
Nilai tukar rupiah diperkirakan mencapai Rp 14.800 per dollar AS di 2023, lebih tinggi dari asumsi awal dalam Nota Keuangan yang sebesar Rp 14.750 per dollar AS.
Baca juga: Pengamat Sebut Penyesuaian Harga BBM Bisa Seimbangkan Fungsi Utama APBN
Demikian suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun sebesar 7,9 persen di tahun depan.
"Apakah (asumsi dasar makro RAPBN 2023) dapat setujui, bapak ibu sekalian?," tanya Said dalam rapat yang disahuti pernyataan 'setuju' para peserta rapat.
"Alhamdulillah, asumsi sementara ini selesai," tutupnya.