PGE Mencari Mitra untuk Genjot Pengembangan Panas Bumi ke Industri Turunannya
Menurut Yuniarto, panas bumi sekarang ini dan kedepannya tidak hanya dipandang sebagai salah satu alternatif pembangkit listrik
Penulis: Sanusi
Editor: Hendra Gunawan
"Industri migas misalnya itu sudah terbentuk dengan solid industrinya secara nilai ekonomi," kata Yuniarto.
Nisriyanto, Presiden Direktur dan CEO Supreme Energy, mengakui bahwa kemitraan adalah keharusan yang harus dilakukan di industri panas bumi.
Salah satunya masalah sumber daya manusia. Nisriyanto juga menggarisbawahi pentingnya membangun industri panas bumi yang lebih solid seperti halnya dengan industri migas.
Pemerintah berperan penting dalam merealisasikannya.
"Memang industri panas bumi tidak sebesar migas, playernya juga nggak sebanyak migas sehingga harus ada komitmen pemerintah untuk menggerakan industri ini, industri tidak bergerak jauh kalau tidak dibuat secara masif.
Semua industri misalkan dari sudut pengadaan misalnya casing power plant, operator yang kerjakan itu kalau selama ini kan sebagian impor," kata dia.
Hingga akhir 2021, kapasitas terpasang PLTP baru mencapai 2.276,9 MW atau baru 9,5 persen dari sumber daya yang ada.
Padahal, Indonesia merupakan pemilik sumber daya panas bumi terbesar kedua setelah Amerika Serikat.
Hingga Desember 2020, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat sumber daya panas bumi Indonesia mencapai sebesar 23.965,5 MW.
AS menduduki peringkat nomor wahid untuk sumber daya panas bumi yakni mencapai 30.000 MW. Selanjutnya, Indonesia 23.965 MW, Jepang 23.400 MW, Kenya 15.000 MW dan Islandia 5.800 MW.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.