Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Waspadalah! Nelayan dan Kapal Coast Guard China Diprediksi Terus Muncul Perairan Natuna Utara

Pernyataan bahwa China tidak memiliki sengketa kewilayahan dengan Indonesia jauh berbeda dari sikap China di lapangan.

Penulis: Choirul Arifin
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Waspadalah! Nelayan dan Kapal Coast Guard China Diprediksi Terus Muncul Perairan Natuna Utara
TRIBUNNEWS.COM/BAKAMLA RI
Ilustrasi: Kapal Bakamla RI KN Pulau Dana-323 gelar latihan bersama dengan Kapal Japan Coast Guard Echigo PLH 08, di perairan Utara Nongsa, Pulau Bintan, Batam, Kamis (3/2/2022). Passing Exercise (Passex) merupakan sarana peningkatkan kemampuan personel Bakamla RI maupun Japan Coast Guard dalam mengawaki kapal guna menunjang tugas kamla. Komandan KN. Pulau Dana-323 Letkol Bakamla Hananto Widhi Nugroho. S.E., M.Si memimpin langsung jalannya latihan bersama ini. Adapun pelaksanaan latihan Passex meliputi Serial Latihan Commcheck (Radio Check), Combined Exercise (melaksanakan penghentian kapal perompak), photo session dan farewell (melaksanakan peran parade untuk penghormatan). Kasubdit Perencanaan Latihan Bakamla RI Kolonel Bakamla Dudik Kuswoyo. S.E., M.Tr.Hanla yang turut onboard di KN Pulau Dana-323 mengatakan pelaksanaan latihan ini di harapkan dapat mempererat hubungan bilateral antara Japan Coast Guard dengan Bakamla RI dan secara luas antara Indonesia dengan Japan. Turut serta dalam kegiatan ini yakni Kasubdit Dukungan Latihan Bakamla RI Kolonel Bakamla Ade Prasetia.,S.Kel.,M.Si (Han).,M.Tr.Hanla dan Kasi Latihan Operasi Udara Maritim Bakaml RI Letkol Bakamla Sahlani., S.T.,M.Si (Han). //BAKAMLA RI 

Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sikap non kompromi dan non negosiasi pemerintah Indonesia dengan China dalam isu di perairan Natuna dinilai sangat tepat. Sikap tersebut perlu dipertahankan dan dibarengi dengan upaya yang terkoordinasi dalam menjaga hak berdaulat di wilayah yang termasuk dalam Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia itu.

Pendapat tersebut disampaikan oleh Johanes Herlijanto, ketua Forum Sinologi Indonesia, menanggapi pemberitaan mengenai muncul kembalinya kapal penjaga pantai China beserta kapal –kapal nelayan asal negeri itu di Kepulauan Natuna Utara pada 12 September yang lalu.

Kehadiran kapal penjaga pantai atau coast guard China dan kapal-kapal nelayan China yang menurut laporan para nelayan lokal terjadi pada 8 September 2022 itu menambah panjang deretan ketegangan antara Indonesia dan China terkait perairan di kepulauan itu.

Baca juga: Latihan Garuda Shield 2022 di Baturaja, Anggota Komisi I DPR: Kenapa Tidak di Natuna?

Sebelumnya, pada Desember 2021 yang lalu, China melakukan protes terhadap pengeboran yang dilakukan oleh Indonesia di wilayah tersebut. Sementara itu, gangguan dari nelayan dan Kapal Penjaga Pantai China terhadap otoritas Indonesia datang silih berganti setiap tahun sejak 2016.

Menurut pemerhati China dari Universitas Pelita Harapan itu, Ketegangan antara Indonesia dan China di perairan Natuna Utara tersebut terkait erat dengan tumpang tindih klaim wilayah di Laut China Selatan, yang menjadi sengketa antara China, Taiwan, Filipina, Vietnam, Brunei, dan Malaysia.

Indonesia sendiri tidak termasuk dalam negara yang terlibat dalam sengketa di atas. Namun pada tahun 1993, China memaparkan sebuah peta yang memperlihatkan klaim yang menurut China didasarkan pada sejarah.

Berita Rekomendasi

Klaim kewilayahan yang mencengangkan itu ditandai dengan sembilan garis putus-putus, yang kini lebih dikenal dengan sebuatan “nine-dash line.”

“Di sanalah problem antara Indonesia–China mulai muncul: salah satu garis putus-putus tersebut berada di wilayah ZEE Indonesia di dekat kepulauan Natuna,” papar Johanes.

Menurutnya, Indonesia sebenarnya telah berupaya meminta klarifikasi dari China. Tetapi sebagai pernah dikemukakan oleh seorang diplomat senior, Profesor Hasjim Djalal, alih-alih memberikan klarifikasi yang jelas, China hanya mengatakan bahwa Natuna adalah milik Indonesia dan bahwa China tidak memiliki tumpang tindih wilayah dengan Indonesia.

Namun menurut pandangan Johanes, pernyataan bahwa China tidak memiliki sengketa kewilayahan dengan Indonesia jauh berbeda dari sikap China di lapangan.

“Sebaliknya, insiden berupa masuknya kapal-kapal nelayan China dan intevensi kapal penjaga pantai China di wilayah ZEE Indonesia telah terjadi bahkan di 2010 dan 2013, meski pemerintah saat itu memilih untuk menyelesaikan permasalahan secara diam-diam, sehingga tidak menjadi perbincangan khalayak ramai,” tuturnya.

Baca juga: Australia dan China Bersitegang di Laut China Selatan, KSAL Jamin Perairan Natuna Aman

Namun menurut penjelasannya, sejak 2016, rangkaian insiden yang menimbulkan ketegangan antara kedua negara terus meningkat sehingga menjadi sorotan media-media nasional dan menimbulkan keresahan baik di kalangan elit maupun masyarakat Indonesia secara umum.

Apalagi, pada tahun 2016 saja tercatat setidaknya terjadi tiga insiden. Sedangkan dalam 3 tahun terakhir ini, yakni pada tahun 2019, 2020, 2021, dan bahkan 2022 ini berbagai peristiwa yang memperuncing ketegangan terkait perairan Natuna kembali terjadi.
Johanes beranggapan bahwa China akan tetap melakukan aksi-aksi yang melibatkan kapal penjaga pantai dan kelompok-kelompok nelayannya di sekitar perairan Natuna Utara untuk mempertahankan klaim China atas wilayah yang ditandai dengan garis putus-putusnya di wilayah ZEE Indonesia di perairan tersebut.

“Ini karena berbeda dengan pada masa lampau, China kini mengakui secara jelas bahwa meski tidak memiliki sengketa wilayah kedaulatan, China memiliki tumpang tindih dengan Indonesia dalam hak-hak kelautan dan kepentingan lainnya di perairan yang kini bernama Laut Natuna Utara itu,” pungkasnya.

Johanes mengingatkan, kedatangan nelayan dan kapal penjaga pantai China hanyalah salah satu dari strategi yang digunakan negara itu untuk mempertahankan klaimnya.

Strategi lainnya, menurutnya, adalah upaya akademik dan penelitian untuk mengangkat peristiwa-peristiwa pada masa lampau yang dapat mendukung klaim berbasis sejarah versi China, serta upaya untuk menarik Indonesia agar sepakat bahwa terdapat ketumpangtindihan antara Indonesia dan China pada wilayah tersebut.

Karena itu ia memuji langkah pemerintah yang menolak secara tegas klaim China dalam hal apapun di wilayah ZEE Indonesia di perairan Natuna Utara, karena hak berdaulat Indonesia di wilayah itu sah berdasarkan UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea). Ia juga mendorong berbagai upaya yang terkoordinasi dan seirama antara setiap lembaga pemerintah untuk menjaga hak berdaulat Indonesia di wilayah ZEE tersebut.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas