Polemik Aliansi AS dan Negara-negara Produsen Chip Semikonduktor
Chip semikonduktor merupakan bagian penting dari perkembangan teknologi karena digunakan untuk mendukung produksi smartphone
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Negara-negara produsen chip terkemuka di dunia termasuk Amerika Serikat (AS), Jepang, Korea Selatan dan Taiwan membentuk aliansi untuk mengamankan rantai pasokan semikonduktor
Kerja sama ini menggarisbawahi betapa pentingnya chip semikonduktor bagi ekonomi dan keamanan nasional, namun juga menyoroti keinginan negara-negara tersebut untuk menghentikan China melangkah lebih jauh di industri semikonduktor.
“Alasan langsung untuk semua ini pasti China,” kata ketua Program Geopolitik Teknologi Tinggi di Takshashila Institution, Pranay Kotasthane, mengacu pada aliansi tersebut.
Dilansir dari CNBC, chip semikonduktor merupakan bagian penting dari perkembangan teknologi karena digunakan untuk mendukung produksi smartphone, mobil hingga lemari es. Selain itu, chip semikonduktor juga digunakan untuk mendukung aplikasi kecerdasan buatan bahkan persenjataan.
Baca juga: Kepincut Chip N3E, Apple Berencana Sematkan Teknologi Chip Besutan TSMC di iPhone dan Macbook
Pentingnya komponen ini menjadi sorotan utama ketika krisis chip semikonduktor melanda, yang dipicu oleh pandemi Covid-19, di tengah lonjakan permintaan elektronik dan gangguan rantai pasokan.
Hal tersebut mengingatkan pemerintah di seluruh dunia mengenai pentingnya mengamankan pasokan chip. Amerika Serikat, di bawah kepemimpinan Presiden Joe Biden, berusaha meningkatkan manufaktur chip semikonduktornya.
Meskipun memiliki pasar yang kuat, namun AS telah kehilangan dominasinya di bidang manufaktur. Selama sekitar 15 tahun terakhir, Taiwan Semiconductor Manufacturing Company, Limited (TSMC) dan Samsung dari Korea Selatan, telah mendominasi pembuatan semikonduktor canggih di dunia. Sedangkan Intel, produsen chip terbesar di AS telah tertinggal jauh di belakang mereka.
Taiwan dan Korea Selatan menguasai sekitar 80 persen pasar pabrik pengecoran (foundry) global. Foundaries adalah fasilitas yang memproduksi chip yang dirancang oleh perusahaan lain.
Ketersediaan alat dan manufaktur penting di sejumlah perusahaan, telah menimbulkan kegelisahan di seluruh dunia sehingga mendorong semikonduktor ke ranah geopolitik.
“Apa yang terjadi adalah ada banyak perusahaan yang tersebar di seluruh dunia melakukan sebagian kecil, yang berarti ada sudut geopolitik untuk itu, kan? Bagaimana jika satu perusahaan tidak menyediakan hal-hal yang Anda butuhkan? Bagaimana jika, Anda tahu, salah satu negara memasukkan hal-hal tentang spionase melalui chip? Jadi hal-hal itu menjadikannya alat geopolitik, ” ujar Kotasthane.
Aliansi chip semikonduktor yang mengecualikan China sedang dibangun
Karena kompleksitas rantai pasok chip semikonduktor, tidak ada negara yang bisa melakukannya sendiri. Banyak negara yang mencari kemitraan dalam dua tahun terakhir.
Dalam perjalanannya ke Korea Selatan bulan Mei lalu, Biden mengunjungi pabrik semikonduktor Samsung. Tidak lama setelah itu, Menteri Perdagangan AS, Gina Raimondo bertemu dengan Koichi Hagiuda, yang saat itu masih menjabat sebagai Menteri Perdagangan Jepang. Dalam pertemuan yang diadakan di Tokyo, Raimondo dan Hagiuda membahas “kerja sama di bidang-bidang seperti semikonduktor dan kontrol ekspor".
Bulan lalu, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mengatakan kepada Gubernur negara bagian Arizona AS yang sedang berkunjung, Doug Ducey, bahwa dia berharap dapat memproduksi "chip demokrasi" dengan AS.
Semikonduktor juga menjadi bagian penting dari kerja sama antara AS, India, Jepang dan Australia, sekelompok negara demokrasi yang dikenal sebagai Quad.
AS juga mengusulkan aliansi "Chip 4" dengan Korea Selatan, Jepang dan Taiwan. Namun rencana ini belum menghasilkan keputusan final.
Baca juga: Samsung: Penurunan Penjualan Chip Memori Masih Akan Berlanjut Hingga Tahun Depan
Ada beberapa alasan di balik kemitraan ini. Salah satunya untuk menyatukan "keunggulan komparatif" yang dimiliki negara-negara tersebut, sehingga dapat "mengembangkan chip semikonduktor dengan aman," kata Kotasthane. "Tidak masuk akal untuk melakukannya sendiri" karena kompleksitas rantai pasok dan kekuatan yang terbatas dari negara maupun perusahaan produsen chip, tambahnya.
Dorongan untuk kemitraan semacam ini memiliki satu kesamaan, yaitu ketidakterlibatan China. Aliansi ini diduga dibuat untuk memutuskan China dari rantai pasokan global.
China dan AS memandang satu sama lain sebagai saingan dalam sektor teknologi di berbagai bidang mulai dari semikonduktor hingga kecerdasan buatan. Sebagai bagian dari persaingan tersebut, AS telah berupaya memutuskan China dari industri semikonduktor dan teknologi penting lainnya melalui larangan ekspor.
“Tujuan dari semua upaya ini adalah untuk mencegah China mengembangkan kemampuan untuk memproduksi semikonduktor canggih di dalam negeri,” kata pemimpin kebijakan teknologi di perusahaan konsultan Albright Stonebridge, Paul Triolo.
Chip buatan China diragukan
Selama beberapa tahun terakhir, China telah mengalirkan banyak dana ke dalam industri semikonduktor domestiknya, yang bertujuan untuk meningkatkan swasembada dan mengurangi ketergantungannya dengan perusahaan asing.
Namun seperti yang dijelaskan sebelumnya, hal tersebut akan sulit jika dilakukan secara mandiri karena kompleksitas rantai pasokan dan kekuatan yang terbatas dari negara maupun perusahaan produsen chip.
China telah meningkatkan desain chipnya, namun upaya tersebut membutuhkan peralatan asing. Semiconductor Manufacturing International Corporation (SMIC) merupakan produsen chip terbesar di Beijing. Namun perusahaan itu masih tertinggal dari saingannya seperti TSMC dan Samsung.
“Ini membutuhkan banyak kolaborasi internasional yang menurut saya sekarang menjadi masalah besar bagi China karena cara China memiliki semacam tetangga yang bermusuhan. Apa yang bisa dilakukan China, tiga, empat tahun sebelumnya dalam hal kolaborasi internasional tidak akan mungkin terjadi,” kata Kotasthane.
Hal itu membuat kemampuan China untuk memproduksi chip menjadi diragukan, terutama karena AS dan negara-negara utama produsen chip telah membentuk aliansi, kata Kotasthane.
Ketegangan dalam aliansi
Namun ada beberapa keretakan yang mulai muncul di antara kemitraan tersebut, khususnya antara Korea Selatan dan Amerika Serikat.
Dalam sebuah wawancara dengan Financial Time, Menteri Perdagangan Korea Selatan, Ahn Duk-geun mengatakan ada ketidaksepakatan antara Seoul dan Washington atas pembatasan ekspor lanjutan pada alat semikonduktor ke China.
“Industri semikonduktor kami memiliki banyak kekhawatiran tentang apa yang dilakukan pemerintah AS akhir-akhir ini,” kata Ahn.
China merupakan importir chip terbesar dunia, sehingga negara itu menjadi pasar utama bagi perusahaan chip, seperti raksasa chip AS Qualcomm hingga Samsung.
Dengan keterlibatan antara politik dan bisnis, diyakini akan menimbulkan ketegangan antar negara-negara aliansi teknologi tinggi ini.
“Tidak semua sekutu AS ingin mendaftar untuk aliansi ini, atau memperluas kontrol pada teknologi yang menuju China, karena mereka memiliki ekuitas besar di manufaktur di China dan menjual ke pasar China. Sebagian besar tidak ingin bertabrakan dengan Beijing karena masalah ini, ” kata Triolo.